Pages

Selasa, 27 Maret 2012

Stardust #3

“Nama lengkapnya Arallya Sheira Kaira. Kelas 10-A. Dia salah satu MVP di tim basket sekolah kita. Anaknya asik, cuek, dan ga snob walaupun bokapnya orang penting di salah satu international company di Indonesia. Oh ya, dan satu lagi, ini yang penting....” Rafly jeda sejenak, “dia masih single bos.” Rafli mengakhiri ‘laporan’nya dengan senyum puas. Firaz yang mendengar itu hanya mengangguk sambil mengaduk minumannya.

Orang yang sedang mereka bicarakan, melewati meja mereka sambil tertawa bersama teman ceweknya dan Rama. Firaz menduga teman ceweknya itu adalah pacar Rama, karena Firaz sempat melihat Rama mengelus kepala cewek itu mesra.

Huuh.... gue kira kemaren Ara pacar Rama.

Bertemu Rama kemarin, mengingatkannya akan Keysha. Cewek yang sanggup menggetarkan hatinya beberapa tahun silam. Sifat Ara sangat mirip dengan Keysha. Cuek, berisik, dan sorot indah matanya ingin Firaz miliki. Mungkin itulah mengapa Ara sanggup membuat Firaz menaruh perhatian padanya. Padahal, sudah sekitar dua tahun Firaz menutup mata terhadap cewek yang ingin dekat dengannya. Dua tahun itu, ia masih merasa belum ingin melepaskan Keysha dari hatinya. Namun, kali ini Firaz ingin membuka lembaran hatinya yang baru, terhadap seorang cewek  yang sangat mencuri perhatiannya itu.

Saat Ara melewati kakak kelas yang saat itu sempat menolongnya, Ara sempet menengok sebentar kemudian ia langsung mengalihkan pandangannya. Kakak kelas itupun sempat tersenyum simple ke arahnya, namun Ara tidak sempat membalasnya karena perutnya sudah berbunyi tanda minta diisi!

“Din, ayo yuk, pesen makan, gue lapeeerr!” ajak Ara yang malah disambut ejekan dari Rama.
“Dasar perut karet! Perasaan tadi lo udah nyolong roti gue deh....”
Ara merengut bete, “yaudah sih, perut gue ini! Kenapa lo yang repot?!”

Melihat raut wajah Ara yang bete, niat usil Rama muncul. Rama melepaskan rangkulan tangannya yang sedari tadi berada di bahunya Dinka. Dengan cepat, Rama pun menjawil hidung Ara gemas, sampai hidung Ara memerah. Sangat merah!

“Aaaw! Rama gila! Sakit tau!” keluh Ara marah, bersiap ingin menyubit balik cowok itu.

Rama yang melihat akan datangnya balasan Ara itu, langsung siap-siap kabur. Ara pun sama gesitnya kala ia melihat Rama ingin kabur. Langsung saja ia berlari ke arah Rama. Tapi, bukannya berlari mengejar Rama, Ara malah menabrak seorang cowok yang tiba-tiba lewat di depannya.

Gubrakk!

“Aduuhh!” keluh Ara kesakitan ketika ia jatuh terduduk di lantai kantin.
“Eh sori, lo gapapa?” tanya cowok yang menabraknya itu sambil mengulurkan tangannya membantu Ara berdiri.

Apanya yang gapapa?! Sakit gini juga! Gerutu Ara kesal dalam hati.

Ketika Ara ingin memaki orang yang menabraknya itu, Ara menoleh ke atas, dan menemukan wajah yang sempat menolongnya, Firaz.

Ara masih diam diposisinya dan memikirkan apa yang harus dia lakukan sebagai seorang cewek yang telah disodorin tangan oleh kaka kelas. Ganteng pula!
Akhirnya setelah melalui perdebatan singkat dihatinya, Ara memilih menyambut tangan itu. Toh badannya udah cukup sakit akibat benturan tadi.

Hup! Setelah membantu Ara berdiri, Firaz menyodorkan tangannya kembali. Kali ini bermaksud untuk berkenalan.

“Gue Firaz, sori udah buat lo jatoh tadi.” Ucapnya dengan suara yang ehem...sukses bikin semua cewek di kantin termasuk Ara terpukau.
“Ara.... Iya gapapa ka, lagipula tadi salah saya. Thanks  juga kemaren udah nolongin saya.” Balas Ara sambil menjabat tangan itu hangat.
“Ooh, it’s fine ko. Eh duluan yaa, masih ada urusan.” Ucap Firaz sambil menunjukan ekspresi tulusnya.

Dinka yang melihat ‘adegan sinetron’ barusan hanya bisa bengong untuk sepersekian detik akibat efek senyuman yang diberikan Firaz (yang katanya termasuk most wanted boy di BHS) kepada Ara.
Sedangkan Rafly yang berjalan disamping Firaz hanya tersenyum menahan tawa melihat cara pdkt Firaz yang ‘bukan Firaz banget’ barusan.

Sementara itu, tertutup oleh pilar kantin yang menghalanginya, Rama menyesali perbuatannya tadi.

Kenapa juga Firaz harus kenalan sama Ara. Pikirnya kesal dalam hati.

***

“Jadi itu yang namanya Ara?” tanya Rafly ketika mereka hanya berdua di taman samping sekolah.
“Hmm...mm..” yang ditanya hanya menggumam sabil sibuk mengutak-atik lensa kameranya.
“Cantik juga, ga kalah sama cewek-cewek kurang kerjaan yang deketin lo.”

Firaz yang mendengar argumen Rafly langsung menatap Rafly tajam, setengah megancam.

“Eitt, tapi tenang aja sob, gue gabakal embat tuh cewe juga kali. Malah gue bakal bantu lo deketin tuh cewe,” ucapnya sambil nyengir dan membuat huruf V dengan jarinya.

Setelah mendengar ucapan Rafly tadi Firaz hanya tersenyum dan kembali sibuk dengan kameranya. Jujur hatinya langsung terasa lega begitu mendengar penjelasan sobatnya itu -yang menurutnya ga pernah bisa diem liat cewek cantik- memilih membantunya mendekati Ara.
Firaz memang terlihat lebih banyak dian daripada bertingkah. Mungkin ia menganut prinsip “Less Talk, More Act”. Padahal dulu sebelum ia kehilangan Keysha, tingkahnya ga jauh beda dari Rafly, over banget. Itu juga yang menjadikan dia sebagai most wanted boy sampai sekarang, walau sekarang sikapnya lebih dingin ke 
cewek manapun.

“Oh ya minggu depan, 2 tahunannya Keysha kan?” tanya Rafly memecah keheningan setelah keduanya selesai mensetting kamera masing-masing.
“Iyaa....” jawab Firaz lirih. Sejujurnya sampai sekarang ia masih gampang resah kalau ada yang membahas masalah Keysha.
“Mau nemuin dia Raz? Perlu gue temenin?” Rafly bertanya sangat hati-hati, takut-takut Firaz akan ngamuk padanya.
“Hmm.... gausah, gue sendiri aja. Thanks by the way.” Ucapnya sambil tersenyum samar, bertolak belakang sama hatinya. “yuk ah, bukannya lu masih ada latihan basket?” tanyanya mengalihkan pembicaraan.
Shoot! Gue lupa! Ah mampus gue, ada pak Santoso lagi! Wah abis gue.” Rafly tersentak setelah mendengar ucapan Firaz. Kontan aja ia langsung lari tunggang langgang sambil melepas seragamnya dan menggantinya dengan kostum basket kebanggaannya.

“Duluan raz!” ucapnya di sela larinya.
“Yo!” Firaz hanya membalas Rafly singkat. Ia masih terlalu resah memikirkan Keysha (lagi). Entah mengapa ia selalu merasa kehilangan setiap kali mengingat Keysha. Padahal ini sudah tahun ke-2 nya tanpa Keysha.

***

Hari ini papa pulang dari business tripnya ke New York beberapa hari lalu. Bukannya merasa senang, Ara malah merasa malas pulang ke rumah. Ia sedang tidak ingin menghadapi papanya yang kadang tempramen itu. Alhasil sampe sekarang ia masih betah disekolah, mendribble bola basketnya sendiri setelah latihan usai 1 jam yang lalu.

“Hei! Belum pulang? Sendirian aja,” tiba-tiba ada suara menyahut dibelakangnya. Ara menoleh, ternyata Firaz.
“Ng.... iya ka, kaka sendiri?” tanyanya sedikit formal mengingat Firaz adalah kakak kelasnya.
“Eh iya, gue baru selesai ngurusin persiapan pameran fotografi bulan depan.”
“Oohh....” Ara hanya ber-ooh-ria kemudian hening menyelimuti mereka berdua.
“Ga pulang? Bareng yuk, rumah lo di daerah menteng kan?”

Loh? Ko dia bisa tau? Perasaan gue ga pernah ngomongin alamat deh,

“Ng....” Ara bingung, akan menerima atau menolak ajakan Firaz, yang notabene baru dikenalnya.
“Udah gue bukan cowok jahat ko,” ucapnya meyakinkan.
“Hmm oke deh.” Akhirnya Ara mengiyakan ajakan Firaz tersebut, lumayan darpada ia harus naik kendaraan umum malem-malem begini.

Selama perjalanan keduanya hanya diam. Sibuk dan bingung dengan pikiran masing-masing. Terlebih lagi Ara, ia masih penasaran darimana Firaz tau alamat rumahnya, berhubung Ara ga suka mengumbar alamat rumahnya ke sembarang orang.
Melihat Ara yang tampaknya bingung darimana ia mengetahui alamat cewek ini, Firaz memutuskan angkat bicara untuk mencairkan suasana juga.

“Gue tau rumah lo dari Rafly, anak basket juga.”
“Rafly? Ka Rafly Damian Pratama?” tanya Ara menekankan.
“Iya, dia temen gue. Sori gue jadi kayak stalker nanyain alamat orang.”
“Eh, gapapa ko ka, hehe” jawab Ara kaku.
“Oh iya turnamen tinggal beberapa minggu lagi ya? Pertandingan pertama lawan mana?” tanya Firaz rileks, yang membuat Ara juga merasa rileks, ngga kaku lagi.
“Hmm, kalo gak salah Ganesha High School,”

Itu kan sekolahnya Kiran, semoga aja tuh cewek ga cari masalah sama Ara kali ini. Firaz terdiam selama beberapa menit setelah ucapan Ara tadi, ia masih sibuk memikirkan kemungkinan Ara akan bertemu Kiran di pertandingan nanti.

Namun, keheningan tersebut ga berlangsung lama karena Firaz langsung mengalihkan pembicaraan ke hal-hal lain yang lebih santai. Perjalanan dari sekolah ke rumah Ara pun terasa sangat menyenangkan bagi Ara dan membuat kesan pertama Firaz di mata Ara menjadi baik. Sangat baik malah.

Ford Fiesta Firaz pun sampai didepan pagar rumah Ara setengah jam kemudian. Ara turun dari mobil Firaz dengan senyum dan mengucapkan terimakasih karena sudah repot-repot mengantarnya.

“Ga repot ko, gue seneng ngobrol sama lo. Lain kali jangan sungkan kalo ketemu gue.” Ucap Firaz sambil memerkan semumnya yang ia yakini bisa membuat semua cewek disekolahnya iri!
"Eh iya ka. Thanks ya dan sori udah buat kaka jadi pulang telat,”
Yeah, not a big deal ko. Masuk gih, gue balik dulu. See ya tomorrow.”

Ford hitam itu pun melaju meninggalkan rumah Ara. Ara kini berjalan pelan menuju rumahnya, sekilas ia melihat mobil papa terparkir digarasinya menandakan beliau sudah pulang dari kantornya,

***

Ara masih berdiam ditempat tidurnya. Belum bisa memejamkan matanya, walupun jam tepat menunjukan pukul setengah 1 pagi. Ia masih teringat perdebatan kecilnya dengan papa tadi.

“Dari mana aja kamu?! Keluyuran sampe malem terus! Anak perempuan itu ga pantes pulang malem! Sendirian lagi! Baru berumur 16 tahun aja udah sok-sok-an pulang malem, mau jadi apa kamu?!” papa langsung memulai pembicaraan ‘panas’ tersebut sesaat setelah Ara menutup pintu ruang tamu.
“Aku baru selesai latihan basket pa, beberapa minggu lagi ada turnamen, jadi latihan lebih intensif dari biasanya.” Ara sedikit berbohong menjawab alasan sebenarnya ia pulang malam.
“Basket, basket, basket. Basket aja terus jadiin alasan! Memangnya kamu pikir basket bisa bikin kamu sukses hah?!! Nilai kamu jadi bagus gara-gara basket?! Yang ada Cuma ngalangin peluang kamu jadi sukses! Papa ga suka kamu ikut ekskul liar itu lagi! Mending kamu ngambil language course aja. Spanish atau France terserah! Papa gak mau denger kamu masih ikut useless thing itu!”
“Tapi pa-“
“Jangan bantah papa!” ucap papa dengan mata berkilat marah dan langsung berjalan ke ruang kerjanya.

So here she is, lying silently with thousand things in her head. Ia masih memikirkan kata-kata papa yang menyuruhnya hengkang dari basket. Padahal seingatnya dulu papa yang mengajarkannya dan Redi bermain basket. Mereka bertiga sering menghabiskan waktu di pagi hari sambil bermain basket di lapangan komplek yang luas sembari menunggu bunda menyiapkan sarapan. Sejak saat itu, basket menjadi bagian dari dirinya. Ia tak pernah bosan bermain basket. Bahkan ketika bundanya tiada, Ara semakin mengukuhkan niatnya untuk menjadi pemain basket walau gak selamanya. Karena itu kenangan manis yang tersisa dari mereka ber-4.

Too tired karena serius memikirkan hal-hal itu sampai membuatnya sedikit sakit kepala, Ara jatuh tertidur juga, dan bangun 4 jam kemudian karena harus bersiap sekolah.

***

To be continued....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar