Semuanya sudah tersusun rapi.
Tinggal melakukan semua
sesuai rencana,
batin Nesa.
Nesa tersenyum devilish
membayangkan apa yang nantinya akan terjadi. Nesa berniat membuat keadaan
sekarang, yang kelihatannya baik-baik saja, dan sempurna, damn! Fuckin’ perfect , menjadi lebih complicated.
“Maaf Dam, gue harus nyakitin lo sedikit aja dulu. Tapi pasti nanti lo yang akan berterima kasih ke
abang lo ini.” Kata Nesa lebih ditujukan kepada dirinya sendiri, bukan Sadam.
Besok Nesa akan memulai semuanya.
Memulai titik balik kehidupannya.
Memulai balas dendamnya.
***
Beautiful Sunday
morning.
Semalam Sadam baru menginjakkan kaki di rumah pukul 4 dini
hari.
Kenapa pukul 4? Ya, semalem Sadam diajak clubbing sama temen-temen ngegilanya di Kemang. Merasa dirinya sehat-sehat
aja, Sadam langsung cabut dari rumahnya pukul 9 malam ditemani BMW nyokapnya.
Mumpung lagi ngga ada Ayah dan Bundanya, makanya Sadam berani kabur.
Mas Nesa? Jangan ditanya. Dia ngga akan peduli sama adiknya
kecuali kalau adiknya udah kenapa-kenapa. Baru deh dia turun tangan.
Dan…. Pas banget, pas Sadam masuk rumah pukul 4 dini hari
itu, ia melihat mas Nesa sedang membuat kopi di pantry . Awalnya, Sadam berniat buat nyapa abangnya, namun ia
urungkan niat itu. Karena pada saat itu Sadam melihat ekspresi muka abangnya
yang menunjukkan kalau ia sedang memikirkan sesuatu. Dan Sadam, of course,
ngga mau ngeganggu apapun yang sedang dibayangkan atau dipikirkan abangnya itu.
Baru aja Sadam mau ngelangkahin kaki kanannya untuk menaiki
tangga, menuju kamarnya, tiba-tiba mas Nesa memanggilnya.
“Baru pulang Dam?” tanya mas Nesa.
Sadam yang jelas-jelas posisinya membelakangi Nesa cuma bisa
berbalik menghadap abangnya kemudian ia tersenyum kikuk.
“Iya mas,hehe” jawab Sadam dengan senyum yang dipaksakan.
Malu juga kepergok sama abangnya pulang subuh begini.
Nesa menyelidik pakaian adiknya dari atas sampai bawah. Sadam
yang diliatin penuh intens sama abangnya hanya bisa menahan napas, sumpah ia
gugup banget!
“Clubbing?” Tanya
mas Nesa setelah puas meneliti gaya berpakaian Sadam itu. Yang at least membuat Sadam agak sedikit
lega. Namun Nesa mencium bau rokok melingkupi tubuh Sadam.
“Eh…eng… iya mas..” jawab Sadam seadanya.
“Ngerokok?” tanya Nesa lagi.
Sadam menggeleng.
“Minum?” tanyanya lagi masih penuh dengan selidik.
Kali ini, Sadam yang ditembak pertanyaan seperti itu kontan
langsung menggelengkan kepalanya cepat, dan sekuat tenanga. Gila aja kalau
Sadam minum. Sadam juga tau diri kalau dia penyakitan, makanya ngapain dia
nyentuh rokok sama minuman disana, it
would be better if I drink mineral water there, batin Sadam.
Dan, crap! Pasti
mas Nesa nanyain rokok karena badannya kini penuh dengan bau rokok, bukan lagi
bau parfum yang ia pakai sebelum berangkat. Sialan temen-temennya itu. Mereka
dengan seenak jidat ngeorokok di sekitar Sadam yang jelas-jelas udah engap
banget. Okay, case closed.
Kopi yang kelihatannya baru saja jadi dari coffee maker yang tadi diotak-atik sama
Nesa terlihat mengepul.
Pasti abang gue mau
begadang, batin
Sadam sok tau.
And now, Sadam bener-bener udah gabisa menahan kantuknya.
Makanya ia langsung bilang ke abangnya kalau dia mau tidur dan cukup capek buat
diajak ngobrol. Bodo deh kalau mas Nesa masih mau nanya macem-macem ntar siang
ketika Sadam sudah sepenuhnya melek, yang penting Sadam bisa meremin matanya
bentar. Dan satu hal yang paling Sadam inginkan adalah cepat-cepat merebahkan
dirinya di kasur empuk kesayangannya!
***
Dan sekarang, ketika Sadam terbangun, jarum jam di kamarnya
sudah menunjukkan pukul 12 tepat.
Untung banget Sadam semalem ngga nyetuh minuman satupun atau
sekalipun, jadi badannya juga ngga berasa remuk. Sadam ngga bisa ngebayangin
Yosa dan yang lainnya gimana keadaannya sekarang. They were totally drunk last night!
Bangun, dan langsung ke kamar mandi untuk mandi dan
menyegarkan badannya yang kerasa lengket banget, sekalian mau ngebuat mata dia
lebih melek.
Setelah selesai mandi dan memakai baju ala kadarnya, Sadam
langsung turun ke bawah. Di bawah, ia melihat mas Nesa sedang duduk di ruang TV
yang posisinya tidak jauh dari tangga , sendirian. TV nyala, tapi mas Nesa
sibuk dengan laptopnya.
Sadam langsung menuju pantry
dan menuangkan segelas orange juice
ke dalam gelas kesayangannya. Setelah dari pantry,
Sadam langsung menuju ruang makan dan memeriksa meja makan untuk memastikan ada
makanan apa yang layak untuk dimakan.
And, there they’re.
pasta!
“Mas, udah makan siang?” Kata Sadam ke mas Nesa agak sedikit
berteriak, takut abangnya ngga denger.
Mas Nesa langsung menghentikan kegiatannya, menaruh laptopnya
di meja, dan langsung berjalan menuju meja makan.
“Sarapan aja belum. Yuk makan.” Jawab Nesa singkat.
“Loh? Kenapa belum makan mas?”
“Gue nungguin lo daritadi, bawel lu. Nih pastanya ambil.”
Jawab Nesa lagi kini sambil mengambil pasta yang cukup banyak. Kelihatannya ia
benar-benar sudah menahan laparnya sejak
pagi.
Sadam tertegun mendengar pernyataan singkat abangnya itu.
Abangnya nungguin dia sampe bangun cuma buat…..makan bareng?
“Tumben banget? Kok tumben mas mau nungguin gue bangun?”
tanya Sadam.
Mas Nesa melihat ke arah Sadam kemudian tersenyum sekilas dan
mengelus kepala adik ‘satu-satu’ nya dia ini. Brotherly.
“Emangnya ngga boleh?” jawab mas Nesa kini dengan nada yang playful, nada suara yang selalu Sadam
kangenin. Sadam mau abangnya terus kayak gini. Setidaknya di akhir perjalanannya.
Sadam cuma bisa tersenyum layaknya anak kecil yang baru
dibelikan permen oleh ibunya.
“Udah makan, abisin. Ntar jam 2 kita berangkat jemput Bunda
di Airport.” Lanjut mas Nesa.
Sadam hanya mengangguk dan duduk untuk menghabiskan makanannya.
Selama makan berlangsung, tidak ada percakapan yang terjadi.
Mereka berdua hanya diam. Berusaha menikmati tiap gigitan dari makanan mereka.
Sadam masih ngeras awkward
sama perilaku abangnya siang ini. Walaupun tanpa Sadam akui kalau memang dia senang
diperlakukan seperti ini lagi oleh abangnya. Tapi tetep aja, Sadam ngga mau
mempertanyakannya.
Setelah mereka selesai makan siang, mereka bedua langsung
memisahkan diri untuk kembali ke kamar masing-masing dan berganti pakaian.
***
15 menit kemudian, Sadam dan Nesa keluar dari kamar mereka
masing-masing.
Sadam dengan plain casual T-shirt dengan jeans selutut dan
sepatu kets Nike kesayangannya terlihat santai. Benar-benar menunjukkan kalau
hari ini hari minggu. Santai dan bebas.
Sedangkan Nesa lebih memilih mengenakan white Polo Shirt
ditambah blue jeans panjang dan sepatu hush puppies yang baru ia beli semalam. He looks so classy and adorable!
Oh ya! Mereka berdua juga sama-sama mengenakan kacamat hitam.
Nesa with Ray Ban and Sadam with Oakley.
Mereka berdua saling berpandangan satu sama lain.
“Naik mobil siapa mas?” tanya Sadam akhirnya.
Nesa, tanpa disadari dari tadi oleh Sadam sudah memegang
kunci Ford Everest miliknya. Ketika Nesa mengacungkan kunci itu ke depan muka
Sadam, Sadam hanya ber ‘oh’ ria, kemudian ia mengikuti arah jalan Nesa.
Where to go? GARAGE!
***
Setelah menempuh perjalanan yang untungnya tidak melelahkan,
mereka berdua sampai di terminal 2 bandara Soekarno-Hatta.
Ford Everest Nesa diparkirkan, dan mereka berdua turun. Nesa
dan Sadam layaknya anak kembar, namun tetep lebih tinggi Nesa, dan tampangnya
dewasaan Nesa.
Semua mata yang ada di terminal 2, saat itu juga, especially for the girls, stare at them.
Siapa juga yang ngga mau dikasih pemandangan dua cowok ganteng,indo,
tinggi pula!
Nesa sih udah ngga peduli sama keadaan sekitar kayak apa. Ia
sudah larut dengan Ipad-nya, doing
something important.
Sedangkan Sadam? Sadam yang bingung mau ngapain cuma bisa
celingukan dan membalas senyuman yang dilancarkan kepadanya.
Dia baru inget kalau selama perjalanan tadi ia memainkan
Nintendo DS lite –nya dia, dan salahnya ia meninggalkan Nintendo itu didalam
mobil.
Sadam melirik ke Nesa sebentar. Ia ingin meminta kunci kepada
abangnya, tapi takut mengganggu keseriusan abangnya.
“Mas….”
“hmm…”
“Minjem kunci mobil, bunda masih lama kan? Gue mau ngambil DS
di mobil…” kata Sadam.
Nesa yang tadinya matanya masih tertuju ke Ipad-nya, kini
langsung tertuju langsung ke manik mata Sadam yang sedari tadi melihatnya.
“Kenapa ngga ambil daritadi?” tanya Nesa agak sedikit kesal.
Sadam menghela nafas, matilah sudah ia kalau nada suara Nesa
sudah mulai meninggi.
“kan…gatau kalo di delay mas….”
Nesa langsung mengeluarkan kunci dari saku celananya dan
memberikannya ke Sadam. Sadam langsung seneng bukan main.
“Thanks mas!” kata
Sadam kemudian ia langsung berlari menuju mobil Nesa yang terparkir tidak jauh.
Sesampainya di depan mobil Nesa, ia langsung membuka kunci
pintu mobil secara otomatis kemudian langsung mengambil DS nya. Setelah proses
pengambilan DS nya selesai, Sadam langsung mengunci lagi mobil abangnya itu,
kemudian ia langsung berlari kembali lagi ke tempat abangnya berada.
Sesampainya di tempat abangnya berada, Sadam celingukan
sendiri nyari tempat duduk.
“Gotcha!”
Sadam menemukan satu bangku yang yah….lumayan tidak terisi
penuh dibanding dengan yang lainnya. Setelah Sadam duduk, ia langsung
menghidupkan DS-nya dan bermain metal
slug, permainan jaman dia SD yang sampe sekarang masih seru aja kalau
dimainin.
Saking serunya mainin DS, Sadam sampe ngga nyadar kalau
sedari tadi ada seorang cewek cantik sedang duduk diam disebelahnya dan
memperhatikan dirinya.
Sadam lucu kalau lagi
larut dalam dunianya,
batin cewek itu, yang ternyata Sherryl.
“Hey Dam, sendirian aja?” tanya Sherryl akhirnya memberanikan
diri setelah selama 10 menit ia memperhatikan Sadam, menunggu supaya Sadam
menyapanya duluan, but its useless.
“Hah?” Sadam langsung mengalihkan pandangannya dari layar
monitor DS ke arah sumber suara yang menyapanya barusan.
Dan ternyata…itu Sherryl.
“Loh? Sherryl? Sejak kapan?” Tanya Sadam kikuk. Sedangkan ia
lupa mem-pause game yang sedang ia mainkan.
Sherryl membalas tatapan bingung Sadam dengan senyum
simpelnya, “ udah lumayan lama sampe lu nyadar kalau ad ague,haha”
Sadam malah garuk-garuk kepalanya karena ia gugup, padahal
kepalanya sama sekali ngga gatel.
“Oh iya! Ngapain disini sendirian, Ryl?” Tanya Sadam akhirnya
untuk menutupi kegugupannya.
Sherryl mengedikkan bahunya, “Yeah, you see….gue lagi mau jemput bokap.”
“Sendiri aja?”
GAME OVER.
Suara dari DS Sadam membuat Sadam tersadar kembali akan
permainan yang ia mainkan sejak tadi, yang by
the way…terhenti karena ada bidadari cantik yang sekarang ada di
sebelahnya.
“Aduh! Ah! Mati kan!” Kata Sadam refleks, dan alhasil, sifat
childishnya keluar juga.
Sherryl yang melihat adegan itu malah tertawa cekikikan. At least, dia bisa ngeliat satu sisi
lain lagi dari Sadam.
Sadam yang nyadar kalau sifat childishnya keluar tiba-tiba,
dan hasilnya dia sekarang di ketawain sama Sherryl kontan aja langsung masang
tampang bete ke Sherryl.
“Kenapaa? Bete yaa?” ejek Sherryl masih dengan tawa
lembutnya.
“Ah Sherryl, udah ah!” balas Sadam.
“Haha,iya iya, maaf. Eh iya, lu kesini sama siapa?” Tanya
Sherryl akhirnya setelah ia selesai menertawakan Sadam.
Sadam tertegun sebentar. Kalau dia bilang, dia kesini sama
Mas Nesa, ketauan dong identitas mas Nesa sebagai kakanya? Tapi… gapapa juga
sih, toh Sherryl udah ngga sekolah di sekolahnya dia lagi mulai besok. Dan
mulai besok juga, guru-guru killer layaknya mas Nesa sudah akan diganti dengan
guru-guru lain yang takut sama anak muridnya sendiri.
“Sadam?”
“Eh?” Sadam tak menyadari karena memikirkan hal itu, ia malah
jadi melamun.
“Gue kesini sama kakak gue Ryl.” Jawab Sadam akhirnya.
“Oh ya? Kakak lu mana?” tanya Sherryl penasaran.
“tuh.” Kata Sadam sambil menunjuk ke arah dimana abangnya
berada.
Sherryl yang clueless
banget cuma bisa menerka-nerka yang mana yang kakaknya Sadam.
“yang pake Polo Shirt bukan?” tanya Sherryl akhirnya.
Sadam mengangguk, kemudian ia larut lagi dalam permainan DS
nya.
Sherryl masih meneliti sosok kakak Sadam tersebut. Rasanya,
ia pernah melihat orang ini. Rasanya, orang ini begitu familiar untuknya.
Tapi, rasa penasaran Sherryl tidak terjawab. Karena figur
kakanya Sadam tertutupi oleh kacamata hitam yang ada di wajahnya, dan juga, ia
sedang menunduk, makin ngga jelas aja.
Tak lama kemudian, pengumuman pesawat yang ditumpangi oleh
bundanya Sadam terdengar sudah mendarat. Sadam tidak peduli, ia ingin menyelesaikan
permainan ini dulu. Lagipula, ia yakin, bundanya pasti membeli banyak belanjaan
jadi pastinya bundanya menunggu bagasi dulu. Dan itu memakan waktu yang lumayan
lama.
Sadam melihat abangnya, abangnya juga masih tidak bergeming,
abangnya juga masih memperhatikan layar ipad-nya tanpa mempedulikan keadaan
sekitar.
Sadam akhirnya memutuskan untuk melanjutkan permainannya, dan
membiarkan Sherryl duduk disebelahnya.
Tanpa sadar, ternyata Sadam sudah menghabiskan waktu sekitar
20 menit, dan…….bundanya sudah ada didepan abangnya sekarang.
Sadam langsung kabur ke abang dan bundanya berada.
“Kamu darimana Sadam?” tanya Bunda.
Sadam hanya nyengir, “Bunda udah lama?”
“Ngga ko, yaudah yuk pulang. Mas Nesa, yuk. Jangan kerjaan
terus ah.” Kata Bundanya.
Nesa yang emang lagi asik sama ipad-nya, Cuma bisa melirik ke
arah bundanya dan tersenyum manis.
Ketika mereka bertiga berjalan menuju mobil, Sadam merasa
dirinya dipanggil.
“SADAM!!!”
Sadam kontan aja nengok, begitu juga Nesa dan Bundanya.
Sherryl dari kejauhan sedang melambaikan tangannya sambil
membawa bawaan ayahnya.
“Udah mau pulang?” tanya Sherryl ketika ia sudah berada di
depan Sadam.
Sadam mengangguk, “iya nih. Oh iya, Sherryl, kenalin, ini
Bundaku tersayang….”
Sherryl tersenyum ke arah Bundanya Sadam lembut dan dibalas
Bundanya Sadam dengan senyuman lembutnya.
“Dan kenalin, ini abang gue……”
Ketika Sherryl menghadap ke arah cowok yang Sadam bilang
sebagai abangnya, Sherryl terperangah.
Lelaki itu mengangkat wajahnya, kemudian melepas kacamata
yang sedari tadi menutupi sebagian wajahnya. Kemudian, lelaki itu tersenyum.
Senyum yang menyimpan sejuta rahasia.
“Pak Nesa….?”
“Hai, Sherryl.” Jawab Nesa tenang.
To Be Continued.