Pages

Senin, 16 Januari 2012

LOGOS

hey, gue salah satu writer aktif di blog ini. hari ini dan kemaren gue ngebuat kayak semacam apa ya namanya, gambar buat ceritanya, maybe-_- gue bingung yang bagus yang mana. ada 3 gambar, dan itu hasil editan maksud, gajelas, dan amatiran abis. wanna see? i give it to you! ini gue buat, buat jadi kayak gambar buat cerbung kita yang "ORIGAMI". ngga tau yang bagus yang mana, yang pasti menurut gue 3 ini udah bagus-_- haha. kalian yang nilai. kalau emang ada salah satu yang kalian suka, just comment this posting ya! we'll wait that! see ya!




ORIGAMI ep.7

Yosa kaget bukan main! Sadam ambruk!
Sadam yang biasanya selalu kuat nopang badannya walaupun capeknya udah over limit, sekarang ambruk di depannya!
“Sadam!” seru Yosa. Dan tanpa Yosa sadari, ternyata teriakannya itu terdengar sampai lapangan.
“Sadam! Woy!”
Sumpah demi apapun, Yosa kaget banget ngeliat sadam rubuh.
Sadam yang biasanya sehat.
Sadam yang biasanya jalan bareng dia.
Sadam sahabatnya dari bocah.
Sekarang rubuh di depan dia, dan Yosa gatau ia rubuh karena apa!
Yosa dengan tergesa-gesa berlalri menghampiri Sadam yang posisinya ngga jauh dari tempat ia terpaku beberapa saat tadi.
“Daam! Banguuun!” kata Yosa sembari mengguncang-guncangkan tubuh Sadam yang terkulai lemas.
Sadam is totally collapse! Dia udah benar-benar ngga sadarkan diri lagi. Yang Sadam rasakan saat ini adalah badannya amat sangat lemas dan sakit!
Jujur, Sadam awalnya ragu buat ikut main basket sama anak-anak yang lain di lapangan sepulang sekolah tadi. Soalnya tadi pas istirahat aja badannya udah gak bisa diajak kompromi. But,then.. pas Sadam ngeliat anak-anak pada on fire banget mainnya, rasa sakit yang Sadam rasakan rasanya hilang seketika tergantikan dengan semangat buat main yang tiba-tiba aja nongol di badannya.
And now… alhasil Sadam hanya bisa terkulai lemas tak sadarkan diri dan ini semua ngebuat Yosa panic banget!
“woooi! Bantuin gue!!” Teriak Yosa akhirnya ke arah teman-teman se timnya.
Ramon, Agni, Yudha, Fasa, Joshua, sama Genda sedang asik ngobrolin anak-anak SMA SANTIKA yang sedang melakukan pertukaran pelajar di sekolahnya ketika teriakan Yosa terdengar di kuping mereka. Mereka tau tabiat Yosa yang isengnya setengah mati, jadi mendengar teriakan Yosa itu, mereka jadi males buat beranjak dan malah ngelanjutin ngegosip mereka dan stay di lapangan.
“Wooi kunyuk! Bantuin gue!!! Sadam pingsan!!” Teriak Yosa sekali lagi dengan nada yang menyiratkan kalau ia benar-benar khawatir dan ngga tau harus ngapain lagi.
Mendengar kata-kata ‘Sadam pingsan’ semuanya langsung terkesiap. Mereka bangkit berdiri dan langsung berlari ke arah lobby, tempat dimana Yosa sedang teriak layaknya orang kesetanan!
Anak-anak tadi sih sempet ngomongin kalau Sadam emang abis istirahat kedua ‘katanya’ sempet masuk uks lantaran ngga enak badan. Dan kini, mereka makin yakin aja kalau yang Yosa kali ini bilang ngga ada yang namanya kata BERCANDA.
Bener aja, ketika Ramon dan yang lainnya sampe di lobby mereka ngeliat Sadam yang udah kayak mayat, totally pale!  Ada darah segar yang tetap mengucur dari hidungnya pula!
“Sadam!” teriak mereka ber-enam hampir di waktu yang bersamaan.
Yosa yang saat itu panik ngga ketulungan malah akhirnya nyemprot manusia berdosa yang karena ngegosip baru datang sekarang.
“Bego lo semua! Ngapain aja lo baru pada dateng?! Hah?! Gak liat temen lo udah kayak gini?! Lucu kali!”
Jujur aja, kata-kata Yosa barusan jleb banget buat mereka. Dan kata-kata itu juga sempat membuat mereka ber-enam gondok setengah mati. Tapi ya…. Gimana ya? Emang mereka ber-enam yang salah, dari awal gak mau dengerin dan gak mau percaya apa yang Yosa omongin.
“Yaudah. Maafin kita deh Yos.” Kata Yudha akhirnya. Yosa yang masih syok bingung harus ngapain.
“Kita bawa ke Rumah Sakit aja deh.” Kata Ramon tiba-tiba memecah keheningan yang sejenak melingkupi mereka semua karena mereka semua sedang berpikir apa yang harus mereka lakukan.
Yosa langsung mengelak, jelas aja ia menentang keras saran Ramon. Dulu…. Waktu awal-awal Yosa kenal sama Sadam, Yosa sempet ngeliat Sadam kayak demam gitu. Dan saat itu, Sadam di ajak ke Rumah Sakit sama Wali Kelas mereka dikarenakan kalau cuma dibawa ke UKS, Sadam malah makin parah karena infrastruktur dan obat-obatan yang kurang memadai. Namun saat itu pula, Sadam menolak ajakan Wali Kelasnya mentah-mentah dan ia malah bilang lebih baik dia di rumah, istirahat yang cukup daripada harus ke Rumah Sakit.

Suatu siang….
Sadam sama Yosa sedang asik mengunyah somay yang mereka beli di kantin barusan. Mereka duduk di tempat favorit mereka, di taman sekolah, di bawah pohon rindang yang umurnya melebihi umur mereka sendiri.
“Dam, kenapa sih waktu 2 hari yang lalu, pas badan lu panas itu loh, lu gamau ke Rumah Sakit aja sama Bu Endah?” Tanya Yosa dengan polosnya sambil tetap mengunyah somay yang amat sangat lezat itu!
Sadam yang juga lagi keasikan makan somay langsung menyudahi kenikmatan yang sedari tadi ia rasakan dan menjawab pertanyaan Yosa sekenanya aja.
“Mm.. males aja Yos.”
Yosa mengernyitkan keningnya, bingung. Namun, baru saja ia ingin menanyakan lagi kenapa Sadam males ke Rumah Sakit, seakan bisa membaca pikiran Yosa, Sadam bercuap lagi.
“Pasti mau nanya kenapa deh. Serem tau di Rumah Sakit. Itu kan tempatnya orang meninggal.”
Yosa yang mendengar penjelasan nan simple itu hanya diam dan berpikir keras. Berpikir hingga akhirnya ia menyetujui pendapat Sadam itu.

Yosa terbangun dari lamunannya ketika tangan Ramon siap untuk mengangkat Sadam dan membawanya ke Rumah Sakit terdekat dari sekolah mereka.
“Jangan.” Kata Yosa datar.
Dan, ucapan singkat itu, ucapan yang barusan Yosa katakana itu, terdengar oleh telinga Ramon. Ramon menunjukkan wajah yang penuh dengan tanda tanya. Baru saja Ramon ingin menimpali kata-kata Yosa barusan dengan makiannya, Yosa malah sudah nyerocos duluan, melanjutkan kata-katanya yang sempat terhenti tadi.
“Sadam gak suka Rumah Sakit. Kita bawa dia ke rumahnya aja.” Tandas Yosa.
Yudha yang sedari tadi hanya diam kini emosinya ikut terpancing juga, “Mending kita bawa ke Rumah Sakit lah Yos! Disana dia kan bisa ditangani sama dokter.” Kilah Yudha.
Temen udah mau mati di bawa kerumahnya jam segini? Bakal kejebak macet lah! Ada juga ntar Sadam mati di jalan! Gila kali! Batin Yudha.
“Jangan, Sadam gak suka.” Balas Yosa lagi dengan suaranya yang kian parau.
“Yos! Mau lu apaan sih? Sadam butuh bantuan secepetnya! Dia lebih baik kita bawa ke Rumah Sakit! Lo gila apa ya? Sekarang rush hours, jalanan macet. Pikir pake otak lo, nyet!” Kata Joshua yang akhirnya angkat bicara juga setelah sebelumnya ia bungkam seribu bahasa berdiri di belakang Ramon.
Yosa menatapnya dengan tatapan penuh emosi, “ SADAM GAK SUKA KE RUMAH SAKIT WOY!!!”
Dan setelah itu, kepanikan Yosa membuahkan air mata yang menetes di pipinya sedikit demi sedikit. Ramon dan yang lainnya sontak aja kaget. Yosa yang biasa pecicilan ternyata bisa juga nangis bombay. Mereka semua tertegun.
***
Sadam merasa asing dengan tempat ini. Tempat apa ini? Batinnya.
Di sekelilingnya ada taman, namun ngga ada yang datang ke tempat itu. Namun tak lama, ia melihat siluet tubuh yang amat sangat ia kenali itu.
“Mba anes?!” Tanya Sadam curious banget.
Benar aja itu kakanya, Mba Anes. Mba Anes hanya tersenyum, dan duduk di salah satu bangku taman bercat putih yang banyak bertebaran di sekeliling taman indah itu.
Mau ngga mau, saking senangnya, Sadam menghampiri Mba-nya itu.
“Mba Anes, aku kangen sama mba!” kata Sadam sembari memeluk Mba Anes.
“Mba juga sayang. Mm.. Mas Nesa udah balik ke rumah ya?” Tanya Mba Anes sembari membelai lembut kepala Sadam. Jujur, ia kangen sekali memanjakan Sadam seperti ini.
Andai saja waktu itu tidak seperti apa yang terjadi……
Tiba-tiba lamunan Anes barusan terbuyarkan oleh jawaban Sadam dengan suara childish Sadam.
“Iya Mba. Katanya Mas Nesa kangen banget tuh sama Mba Anes!”
“Oh ya? Wah, Mba juga kangen banget sama Mas Nesa!”
“Mba, ko aku bisa disini?” Tanya Sadam heran dan baru sempat menyadarinya.
Mba Anes tertegun sebentar, “ Mba kangen sama kamu. Kamu temenin Mba disini aja yuk?”
Sadam kaget. Mba Anes ngajak dia buat nemenin Mba Anes disini? Jujur aja sih, Sadam mau aja, tapi Sadam belum siap. Sadam masih belum punya banyak kenangan dengan temen-temen ngegilanya.
“Sadam mau Mba, tapi Sadam belum siap…” jawab Sadam.
Mba Anes hanya tersenyum mengerti, dan ia sudah tau pasti, suatu saat dan ngga akan lama lagi, adik bungsunya ini akan menemani ia disini.
“Yaudah, kalau ada apa-apa kamu inget Mba aja ya, Mba selalu ada di samping kamu ko.”
Sadam mengangguk, tanda ia mengerti, tapi masih ada satu hal yang ia ingin sekali tanyakan.
“Mba, Mba Anes kenapa ninggalin Sadam waktu itu? Sadam kan masih mau main sama Mba Anes. Kasih tau alesannya ke Sadam sekarang Mba…” Pinta Sadam dengan matanya yang mulai berkaca-kaca.
Jujur aja, Anes ngga tega ngeliat adiknya menangis di depannya, namun saat ini Sadam belum bisa tau alasannya apa. Karena, ngga akan lama lagi, ia pasti akan tau dengan sendirinya.
Mba Anes menggeleng, “Nanti kamu juga tau ko sayang. Time is up! Chop chop! Ayo aku harus balik lagi nih, kamu juga harus balik ya, bilang ke Ayah,Bunda, sama Mas Nesa, aku kangeeeen banget sama mereka.”
“Tapi mba…. Mba anes tunggu!”
Putih……
Semuanya jadi putih dan kini Sadam sudah tidak bisa melihat apa-apa lagi.
***
Setelah berdebat cukup lama dengan Yosa, akhirnya Yosa menyetujui kalau Sadam di bawa ke Rumah Sakit aja. Dan sebagai teman yang bertanggung jawab, Yosa sudah menelepon orang tua Sadam, tepatnya Bundanya Sadam mengabarkan bahwa Sadam masuk Rumah Sakit.
Semuanya masih terpaku memandangi tubuh Sadam yang terkulai lemas di atas ranjang pasien Rumah Sakit Mahatma. Walaupun Sadam sudah ditangani dengan baik dengan dokter-dokter disini, namun tetep aja, mereka masih ngga tega buat ninggalin Sadam, padahal saat ini sudah menunjukkan pukul 8 malam.
Bundanya Sadam datang tepat pukul 20.10. Ia amat sangat kagum atas loyalnya sahabat Sadam  yang sampai saat ini masih setia menunggui anak bungsunya.
“Nak..” kata Bunda Sadam.
Mereka bertujuh kontan aja kaget, namun rasa kaget itu tak ditunjukkan ke permukaan. Mereka bertujuh langsung salim ke Bundanya Sadam.
“Makasih ya udah mau jagain Sadam selama Bunda ngga disini. Kalian pulang aja gih, pasti kalian capek.” Kata Bundanya Sadam.
“Iya Tante, aku sama Joshua mau pamit duluan ya.” Kata Agni yang emang udah ditelponin nyokapnya sejak satu jam yang lalu.
“Iya, makasih ya Agni. Kalian semua juga mau pamit?” Tanya Bundanya Sadam ke arah yang lain. Semuanya mengangguk kecuali Yosa. Akhirnya, mereka semua berpamitan kepada Bundanya Sadam, dan tinggallah disana hanya Bundanya Sadam dengan Yosa.
“Yosa, kamu pulang aja ya, istirahat.”
“Engga Bunda. Aku mau disini aja, nemenin Sadam.”
Bunda merasa kasihan sama Yosa, kelihatannya Yosa desperate banget baru ngeliat Sadam pingsan seperti itu. Bagaimana kamu bisa menerima kenyataannya Yos?  Batin Bundanya Sadam.
“Bunda ngga maksud mau ngusir kamu Yosa. Tapi tadi Ibu kamu sudah telpon Bunda.”
“Ibu? Hm..”
“Kamu pulang ya sekarang, kamu capek banget.” Kata Bunda sekali lagi menyuruh Yosa pulang.
Kali ini Yosa tidak ingin membantah lagi. Badannya seakan remuk luar dalam. Setelah berpamitan dengan Bundanya Sadam, Yosa akhirnya meninggalkan Rumah Sakit.
Bunda Sadam menunggui anaknya yang masih tertidur pulas di ranjang pasien itu, saat tiba-tiba aja ada tangan yang menyentuh pundaknya, kontan aja Bunda kaget.
“Ini aku Bunda, Nesa.”
Bunda tersenyum kepada anak sulungnya itu, dan mencium pipi anak sulungnya itu.
“Sadam ngga kenapa-kenapa kan?” Tanya Nesa pure khawatir.
Bunda menggeleng, “ Nggak ko. Kamu baru pulang kantor? Abis ada meeting di kantor ya?”
Nesa mengangguk, “Iya Bunda, tapi tadi aku udah sempet makan malem ko. Bunda udah makan?”
“Udah sayang. Kamu istirahat gih di rumah, besok masih ada kerjaan kan?”
Baru saja Bunda menyelesaikan pertanyaan yang ia lontarkan ke Nesa, Sadam tiba-tiba saja menggerakkan telunjuknya dan perlahan ia siuman.
Bunda senang bukan main. Bunda langsung mencium kening Sadam dan berterima kasih kepada Tuhan karena telah menyelamatkan anak bungsunya ini.
“Bunda, aku mau pulang.” Kata Sadam setelah ia mampu menguasai dirinya.
Bunda mau ngga mau menuruti permintaan anaknya itu.
“Yaudah, Bunda selesaikan semua urusan administrasinya dulu ya.”
Bunda pamit keluar duluan kepada kedua putranya. Sebelum Bunda keluar tadi, Mas Nesa sudah dipesan untuk membantu Sadam membereskan segala barang-barang Sadam.
“Mas…” kata Sadam.
Mas Nesa hanya menggumam tanda ia menanggapi perkataan Sadam.
“Tadi aku diajak pergi…” tambah Sadam.
“Di ajak pergi? Sama siapa? Dari tadi sore bukannya kamu pingsan?” Tanya Mas Nesa bingung. Setau Nesa, dari cerita yang ia dengar dari Bunda beberapa menit sebelum Sadam siuman, Sadam pingsan dan setelah itu tidak sadarkan diri lagi.
“iya Mas.”
Mas Nesa makin bingung dan makin penasaran, jelas aja Mas Nesa kali ini membalas pertanyaan jawaban Sadam barusan.
“Sama siapa?”
“Mba Anes, aku disuruh nemenin dia…” kata Sadam singkat dan setelah itu ia meninggalkan Mas Nesa yang masih terdiam dalam posisinya.
Syok. Anes ngajak Sadam pergi?
“Nes..please, let Sadam by my side.”


To Be Continued….   

Minggu, 08 Januari 2012

ORIGAMI ep.6

3 hari yang lalu…..
Robby bingung.
Frustasi.
Ia menyusuri rambutnya dengan jari jemarinya. Rambutnya yang ia biarkan memanjang hingga menutupi telinganya terlihat keren untuk penampilannya. Selama perjalanan kembali ke rumah, Robby ngerasa gelisah banget.
“Sial!!” makinya pada dirinya sendiri.
Sumpah demi apapun, Robby ngga nyangka semuanya akan jadi seruwet ini!! Dia harus milih apa? Pendidikan yang harus ia lanjutkan atau malah nyawa adiknya yang terancam?!
“Ah, bangsat!” lagi-lagi Robby memaki pada atmosfer di sekelilingnya.
Tanpa pikir panjang, Robby memutar balik laju mobilnya menuju tempat dimana ia kehilangan salah seorang cewek yang amat ia sayangi saat itu. Jujur, bagi Robby, pergi ke tempat itu lagi, membuat dadanya kian sesak. Dengan susah payah di dalam mobil, Robby menahan tangisnya yang hampir menyeruak ke permukaan.
“Nes…maafin aku..” gumam Robby.
Dan saat itu juga, Robby memutuskan untuk meninggalkan kuliahnya demi adiknya tercinta. Demi Sherryl. Dan, tanpa ia sadari, setetes air mata mulai membasahi pipi tirus Robby.
***
Sherryl kesal bukan main! Apa-apaan sih Cuma gara-gara main hp doang dia jadi dihukum?!
“Dasar guru freak! Maksud!” maki Sherryl ketika ia sedang berkumpul bersama teman-temannya dari SMA SANTIKA. Ciara, salah seorang ‘teman’ satu sekolah Sherryl hanya bisa melengos pelan. Ia paling males kalau Sherryl sudah mulai ngeluh ini-itu.
“Yaudah sih, Ryl. Salah lo juga kali.” Kata Ciara saking gondoknya.
Sherryl mengernyitkan keningnya, bingung. Kenapa Ciara malah balas menyalahinya dan bukan membelanya? Jelas aja Sherryl makin gondok!
“Gue gak salah lagi Ra! Gue Cuma mau bales sms dari agency gue doang, apa itu salah? Gue punya hak dong!” balas Sherryl keukeuh gak mau kalah dari Ciara.
Ciara melengos kencang, membuat Sherryl menatapnya dengan tatapan jijik! Gak suka!
“Whatever.” Tandas Ciara mengakhiri pembicaraannya dan langsung ngeloyor pergi berhubung bel tanda masuk sebentar lagi akan segera berdering.
Sherryl melengos malas. Ciara bikin ia makin naik pitam saja hari ini! Nyebelin! Rasanya Sherryl ingin cepat-cepat pulang aja! Worst day ever!

Di sudut lain kantin, Sadam sedang menikmati mie ayam yang baru saja ia pesan ketika tiba-tiba saja, tanpa pernah ia undang ataupun ia harapkan kedatangannya, Yosa datang mengangetkan Sadam dengan cara menepuk pundaknya. Jelas aja Sadam langsung tersedak mie ayam yang sedang ia kunyah dengan nikmatnya itu!
“Kucing! Ngapain sih lo?!” Maki Sadam sewot ke arah Yosa setelah ia meminum minumannya dan terlepas dari keseleknya yang menyiksa beberapa detik yang lalu.
Yosa membalas makian Sadam itu dengan cengiran boyish-nya. Merasa dirinya suci. Merasa dirinya ngga pernah punya salah.
“Hehe, maaf bos! Eh, tadi..tuh guru mtk yang baru, kece banget ye? Mukanya 11:12 sama lo Dam.” Kata Yosa dengan polosnya.
Sadam hanya melirik sedikit ke arah Yosa dan dengan acuh ia memalingkan mukanya, melanjutkan suapannya yang tertunda. Sadam enggan memberi tau yang sebenarnya ke Yosa bahwa guru mtk itu, guru yang kece itu, atau apalah yang anak cewek selalu elu-elukan tentang guru mtk ganteng itu yang bernama ‘NESA’ itu adalah abangnya. Ya, abang kandungnya Sadam.
“Ah, mata lo jereng mirip gue, atuh cakepan gue lah!” elak Sadam dengan suara khasnya, suara yang dengan bangganya mempromosikan dirinya sebagai yang terganteng.
Yosa kontan aja langsung mengejek perkataan Sadam itu diikuti gerakan meninju lengan Sadam. Yosa merasa aneh, ko Sadam kurusan? Batinnya dalam hati.
“Bro, lo kurusan ya? Makin hari makin cungkring. Muka lo, asli! Pucet abis!” Kata Yosa polos tanpa menyadari perubahan air muka Sadam yang tiba-tiba menjadi tegang.
Sadam tertegun, am I that pale? Batin Sadam dalam hati. Tapi… bagi Sadam rahasia ini ngga boleh kebongkar. Apalagi kalo kebongkarnya sama Yosa, no!
“Yos…Yos… sakit mata ya lo? Dari dulu gue segini-gini aja dibilang kurusan. Duileeeh, sweet banget sih lo merhatiin gue sampe segitunya,haha.” Balas Sadam berusaha menormalkan suaranya agar tidak terdengar weird di telinga Yosa.
Yosa yang emang yakin betul kalau Sadam kurusan Cuma bisa melengos pasrah. Percuma juga medebat Sadam, toh tetep aja nanti Yosa yang kalah. Toh, kali ini Yosa lagi males debat sama siapapun, especially Sadam. Soalnya, stamina Yosa buat debat sama orang sudah terkuras habis untuk berdebat dengan guru pengganti yang well…cantik, tapi galaknyaaaaaaaaaa…..amit-amit!
“Tau lah. Kelas yuk! Udah mau bel nih.” Ajak Yosa akhirnya.
Sadam yang ngerasa mubazir kalau ninggalin mie ayam yang baru saja ia makan setengahnya dan masih bersisa banyak berinisiatif untuk membaginya dengan Yosa. Yosa kelihatannya laper banget saat itu, namun, ia lagi ngirit, katanya sih buat beli mobil baru.
“Mau? Berdua nih, mubazir kalo ditinggalin.” Kata Sadam sembari menawarkan ke Yosa.
Yosa yang ditawarin mie ayam gratis ga nolak. Jelas aja, makan mie ayam berdua lumayan membantu dia ngurangin rasa laparnya.
Dengan lahap Yosa dan Sadam bergantian memakan mie ayam itu. Tepat saat bel berbunyi, mereka berdua selesai menyantap ludes mie ayam itu.
“Ah~ kenyang~” kata Yosa sambil memegangi perutnya.
Sadam Cuma bisa tertawa melihat tingkah sahabatnya itu. Setelah menyudahi prosesi makan, mereka berdua kembali ke kelas untuk melanjutkan belajar mereka.
Sadam melihat jam tangan yang ia kenakan. Pukul 01.30. Waktunya untuk minum obat. Sebenarnya sih udah telat, tapi ya mau gimana? Sadam udah keburu lupa sama obatnya sejak di kantin tadi. Ditambah lagi kedatangan Yosa yang makin membuat dirinya malas mengeluarkan obatnya.
Tiba-tiba….
Tes…
Setetes darah menetes dari hidungnya.
“My god..” desis Sadam.
Sadam asli, panik banget! Biasanya kalau ia sudah keluar darah gini, ia langsung rubuh. Untung ia membawa sapu tangan yang selalu available di saku celananya.
“lumayan.” Desisnya lagi.
Berhubung udah ngga ada waktu lagi, dengan air mineral yang ia tenteng, ia berlari menuju toilet tanpa memberi tau Yosa terlebih dahulu. Toh Yosa sudah berjalan jauh di depannya, buat apa lagi Sadam teriak-teriak manggilin Yosa?
 Sadam terburu-buru berlari ke arah Toilet. Ketika ia sampai di toilet dan mengetahui bahwa toilet sepi, ia melengos lega. Dengan cepat ia meminum obat yang biasa ia minum. Seketika, ia bugar kembali, walaupun kali ini rasanya ia mual bukan main. Tapi ia harus tahan agar makanan yang ia lahap bisa tetap menjadi tenaga untuknya. Setelah 5 menit berada di kamar mandi, Sadam berjalan dengan santai melewati koridor menuju kelasnya.


Di kelas….
Ternyata suasana di kelas hening sekali. Sadam yang baru saja menginjakkan kakinya di kelas merasa jadi orang asing sendiri diantara manusia bisu di kelasnya. Ia perhatikan guru wanita pengganti yang cantik namun sangar itu.
“Siang bu.. maaf saya telat.” Kata Sadam sopan.
Guru Fisika itu tidak terima kalau ada satu anak murid yang telat masuk bila itu pelajarannya. Jadilah dengan berapi-api guru itu bertanya sinis kepada sadam.
“Dari mana kamu? Memang disini sekolah kamu yang punya dengan seenaknya kamu telat masuk kelas saya? Hah?!”
Sadam hanya menanggapi guru itu dengan kalem, stay cool.
“Maaf bu, tapi tadi saya dari klinik sekolah.”
Guru itu masih ngga percaya, masih dengan nada sinisnya ia mencecar habis Sadam.
“kamu habis dari klinik sekolah? Mana buktinya? Toh kamu segar bugar saja!”
Sadam akhirnya mengeluarkan trik ampuhnya. Lumayan lah, buat bukti ke guru ini. Akhirnya, Sadam mengeluarkan sapu tangan yang berlumuran darah dari saku celananya, dan guru itu langsung terperanjat kaget.
“ini buktinya,Bu. Tadi saya mimisan makanya daripada saya pingsan, saya ke klinik sekolah.”
Guru itu sudah mulai percaya, dan akhirnya mempersilahkan Sadam untuk duduk.
“Yasudah, sana kamu duduk. Kamu kerjakan tugas seperti teman-teman kamu, tapi untuk kamu, 30 menit sebelum bel pulang harus sudah dikumpulkan.”
Sadam tersenyum simpul, tanda ia mengerti. Lalu tanpa pikir panjang ia duduk di tempatnya, dan langsung mengeluarkan buku fisikanya.
Yosa yang heran melihat Sadam hanya bisa menatapnya, ia tidak berani mengeluarkan suaranya sedikitpun. Sadam tau itu. Kentara sekali di wajah Yosa akan kekhawatirannya kepada sohibnya satu itu. Sadam tersenyum menenangkan Yosa, sembari berkata, “I’m alright dude.”

Bel pulang sekolah sudah berbunyi beberapa menit yang lalu, namun masih banyak anak-anak yang betah duduk-duduk di dalam kelasnya. Ada juga anak-anak yang bersiap untuk kumpul ekskulnya. Memang, sekolah MAHATMA ngga pernah ada matinya kalau hari-hari sekolah seperti ini. Bayangkan saja, OSIS aja biasanya pulang jam 9 malam! Cinta sekali mereka pada sekolahnya ini!
“Bro, tadi lo kenapa?” Tanya Yosa ketika Sadam sedang membereskan barang-barangnya.
Sadam nyengir,ngebuat Yosa sedikit lega. “gapapa. Tadi mimisan doang. Lagi panas dalem gue,hahaha.”
“Oh.. eh, anak-anak nungguin kita di lapangan basket, katanya mau pada main. Join gak?” ajak Yosa akhirnya mengingat ajakan Yudha tadi sebelum guru killer fisika itu nongol di kelasnya.
“Yo, duluan aja, masih mau beberes dulu.” Jawab Sadam.
Yosa akhirnya pergi ke lapangan duluan tanpa Sadam. Sadam melihat siluet cewek yang ia kagumi masih duduk di bangku lobby saat ia hendak menaruh beberapa perlengkapannya di mobil. Namun…. Ketika pandangan mereka bertemu, Sadam malah salting! Dan bodohnya, ia baru ingat kalau hari ini ia nggak bawa mobil!
“Shit!” gumamnya.
Sherryl yang mendengar gumaman Sadam hanya bisa mengernyitkan keningnya. Bingung. Mau apa lagi nih orang? Mau ngerusak lagi hari gue? Batinnya.
Sadam melihat Sherryl sedang menatapnya dengan tatapan aneh, “Kenapa?” Tanya Sadam.
Sherryl dengan kikuknya menggelengkan kepalanya dan langsung gelagapan. Malu dong kalau kita lagi ngeliatin orang eh malah kepergok!
“ng…gak! Gapapa kok!”
“Lo belom pulang? Apa belom dijemput?” Tanya Sadam lagi.
Sejujurnya, Sherryl lagi malas bebasa-basi, tapi lumayanlah buat hiburan, daripada ia bete ngga ada kerjaan.
“Belum dijemput.” Jawab Sherryl singkat.
“Emang mau kemana? Yuk, kalau mau gue anterin.” Ajak Sadam dengan polosnya tanpa ada niatan buat flirting ke Sherryl.
Namun Sherryl salah tangkap apa maksud sebenarnya dengan ajakan Sadam yang secara spontan itu. Jelas aja Sherryl langsung berancang-ancang untuk menyemprot Sadam, tapi ia malah keduluan ngomong sama lawan bicaranya satu ini.
“Jangan pikir gue mau flirting. Gue tulus nawarinnya.” Tegas Sadam.
“ng…gausah gapapa ko. Sebentar lagi juga dijemput.” Balas Sherryl dengan rasa malu yang ia tutup-tutupi.
Sadam tiba-tiba saja duduk di sebelah Sherryl dan membuat Sherryl sedikit kaget, tapi Sadam tidak menyadari itu.
“Yaudah, gue tungguin sampe lo dijemput.”
Dan beneran aja, Sadam nungguin Sherryl sampai ia benar-benar dijemput.
15 menit kemudian, mobil jemputan Sherryl datang. Awalnya, Sherryl ragu apakah ia harus mengucapkan terima kasih ke Sadam? Tapi… kan ia tidak meminta Sadam untuk menemaninya.
“Jemputan lo?” Tanya Sadam akhirnya setelah daritadi ia bungkam.
Sherryl mengangguk. Dan detik itu juga Sherryl mutusin buat bilang terima kasih ke Sadam.
“Thanks banget ya udah mau nemenin gue.”
Sadam hanya tersenyum simple, “No prob. Have a safe ride ya.”
Sherryl balas tersenyum kemudian ia melambaikan tangannya ke Sadam. Sadam membalas lambaian tangan itu. Ketika mobil jemputan Sherryl sudah keluar dari parkiran SMA MAHATMA, Sadam bergegas menuju lapangan.

“Woi Dam!” kata Yosa meneriaki Sadam yang baru aja kelihatan setelah kira-kira 20 menit ia menunggu.
“Hoy!”
“Lama amat lo, ngapain dulu?” Tanya Yosa curious.
Dengan malas-malasan Sadam menjawab pertanyaan Yosa, yang jawabannya itu malah ngebuat Yosa bete karena jawabannya Sadam tidak sesuai dengan harapannya.
“Tadi ada perlu bentar.”
Setelah menjawab pertanyaan Yosa, Sadam langsung berlari ke lapangan menggantikan Ramon yang kayaknya udah kecapekan banget. Yosa pun jadi ikut-ikutan masuk dan ia menggantikan posisi Yudha di game itu.
Permainan basket itu berjalan dengan amat seru. Sadam bermain full game sampai mereka semua selesai bermain tepat pukul 5 sore. Sadam yang jelas-jelas lagi ngga bawa kendaraan saat itu, mau ngga mau harus nebeng salah satu temennya biar dia bisa pulang.
“Yos, gue nebeng ya? Ga bawa Porsche nih.”
“Lah? Bukannya kata elu si item udah bener? Kenapa kaga lu bawa?”
“Udeh, jangan banyak Tanya. Nebeng ye?”
“Yaudeh. Yuk balik!” ajak Yosa, dan Sadam pun langsung mengiyakan.
Sadam baru merasakan tubuhnya berat banget ketika ia dan Yosa sudah jalan agak jauh dari lapangan, tempat dimana teman-temannya masih bersenda gurau dan entah kapan mereka pulang. Sadam lupa akan larangan dokternya yang melarangnya agar tidak terlalu cape.
Tadi Sadam terlalu semangat. Mukanya pucat banget, namun Yosa tidak menyadarinya karena ia sudah jalan mendahului Sadam. Dan lagi-lagi Sadam lupa minum obatnya.
Tes…
Tes…
Tes…
Darah mulai bercucuran dari hidung Sadam. Yosa tidak sekalipun menengok ke belakang untuk melihat kondisi sohibnya satu ini. Ia terus bercerita tentang serunya bermain basket tadi. Yosa terus-terusan bercerita kalau tadi seru banget! Kalau tadi semuanya lagi on fire banget, ngga kayak biasanya.
Sadam yang udah mulai lemas tidak bisa mendengar dan menanggapi lagi apa yang Yosa katakan. Sedetik kemudian Sadam merasa badannya berat sekali namun ia tidak bisa menopang tubuhnya. Sadam mulai tidak sadar. Dan detik berikutnya, semuanya menjadi gelap bagi Sadam.
Baru saja Yosa membalikkan badannya untuk menghadap ke arah Sadam, tiba-tiba saja tubuh sahabatnya jatuh membentur lantai lobby sekolahnya.
BRUK!
Yosa kaget. Darah segar mengalir dari hidung Sadam….
“SADAM!”

To Be Continued….

Selasa, 03 Januari 2012

ORIGAMI ep.5

Sadam lagi berdiri di depan ruang kelasnya. Satu pemandangan yang ga biasa, pagi ini dia udah dateng ke sekolah satu jam lebih awal. Pastinya, ada alasan khusus yang bisa ngebuat anak macam Sadam berbuat kayak gini. FYI, abangnya Sadam, yaitu Kak Nesa, tiba-tiba bilang ke Sadam kalau dia bakal ngajar di sekolah Sadam, SMA Mahatma. Waktu pertama kali denger hal ini dari mulut kakaknya sendiri, Sadam kaget bukan main.
“ Kak, lo ga bercanda kan???” tanya Sadam histeris tadi malam.
“Yee, emangnya lu kira gue boong apa? Udah jelas kan tuh surat panggilan buat ngajar yang gue dapet dari temen gue. Bener kan itu sekolah lu, SMA Mahatma?” kata kak Nesa sambil ngelirik sepucuk surat yang ada di atas meja.
“Hmm, iya, bener sih. Tapi kok lu mau sih kak? Buat apa jadi guru kalo lu sendiri aja kepala cabang perusahaan papah? Apa untungnya? ”
Pertanyaan adik bungsunya yang satu ini langsung ngebuat Nesa tersudut. Emang bener, kalo dia nerima tawaran ngajar dari SMA Mahatma itu dari temen lamanya. Tapi, aneh kalo dia mau nerima tawaran itu kalo cuma ngarep buat dapet upah sebagai guru honorer yang pastinya jumlahnya ngga lebih besar dari gajinya di perusahaan papahnya. Tapi, sesungguhnya ada alasan lain yang ngebuat dia ngambil keputusan buat ngajar disana. Alasan yang dia simpan erat-erat buat dirinya sendiri.
“Terserah gue,dong. Gue yang mau ngajar kok lu yang repot dek?”
“Au, ah!!! Gue ngga pernah ngerti jalan pikiran lu,kak. Terserah lu aja deh.” ucap Sadam.
Sadam emang ngerasa kalo kakaknya ini berubah semenjak kak Anes meninggal dulu. Entah kenapa, kak Nesa ngga pernah mau berbagi kesedihannya ke anggota keluarga yang lain. Mungkin, sampai saat ini kak Nesa masih mau ngebales dendamnya ke orang yang pernah ngebunuh kakak kedua Sadam, yang ga lain adalah Kak Anes, meninggal karena kecelakaan mobil.
“ Kak, lu kangen ga sama Kak Anes?” tanya Sadam sebelum masuk ke kamarnya tadi malam.
“Banget,dek. Banget!”
Seandainya aja lu tau,dek….
                Sadam sekarang masih sibuk sama laptopnya ngerjain makalah yang bakal dia kirim buat lomba. Daripada nungguin temen-temennya yang ga jelas kontribusinya itu, dia ngga peduli. Dia Cuma mau ngebuktiin ke Kak Nesa kalo dia bukan anak bocah yang bego lagi.
                Ga lama kemudian, pintu kelas pun dibuka. Awalnya, Sadam acuh tak acuh aja sama orang itu, dia masih mandang layar LCD laptopnya dan terus memainkan jarinya di keyboard. Apa yang dia lakuin itu ngebuat orang yang baru datang tadi penasaran dan ngedeketin dia.
“ hai!!!” salam seorang cewek yang dikenali dari suaranya.
“Hai!!!” jawab Sadam sambil masih berkutat dengan laptopnya.
“Eh, nengok napa kalo diajak ngomong?”
“Kenapa sih? Gue sibuk tau!!! Ga ada kerjaan lain apa selain gangguin orang?”
“Kalo ga ada gimana???”
Tiba-tiba, orang itu mendorong layar laptop Sadam sampai layarnya menyentuh keyboard.
“Hehhh………..”
Baru aja Sadam pingin nyembur cewek tersebut, tapi rasanya dia ngga bakal ngelakuin itu karena cewek itu……………
“ Sherryl?”
“Eh, kok lu tau nama gue sih?”
Sadam berasa kayak kehabisan napas sekarang. Bukan kayak orang yang asmanya kambuh atau orang yang tiba-tiba ayannya kumat, sesak yang kali ini Sadam rasain bukan lain karena cewek yang lagi dia taksir tiba-tiba ada di depan mata dia!
“ kan waktu itu…………”
Belum selesai Sadam ngomong, Sherryl tiba-tiba nyerobot aja.
“Oooh iya… gue inget!!! Lu cowok yang kenalan sama gue waktu itu,kan? Yang bisa bahasa Jerman itu???”
“Hahaha tuh lu inget!!! By the way, ngapain lu disini???”
Sebenernya, Sherryl juga bingung ngapain dia disini. Tapi yang dia tau, dia kesini karena dia dimasukkin dalam daftar Pertukaran Pelajar antara SMA Mahatma dan SMA Santika. Bukannya ngejawab pertanyaan Sadam barusan, dia malah mikir sendiri.
“Weh? Lama banget mikirnya?” keluh Sadam
“Bentar deh…….. jangan bilang kalo lu dateng kesini dalam rangka pertukaran pelajar itu?” Lanjut sadam.
Sadam kontan membuat pertanyaan itu karena gosip terakhir yang dia denger adalah anak- anak yang meraih peringkat pertama di setiap kelas akan dikirim ke SMA Santika buat program pertukaran pelajar. Kalo di kelasnya, Edwin yang dikirim. Cowok cupu yang tiap hari dateng paling duluan dan pulang paling terakhir. Dia selalu aja ngabisin waktu istirahat di perpus, jauh banget dari kesan yang melekat pada Sadam.
“Pantes aja dia belum dateng…..” gumam Sadam
                Sementara itu, Sherryl masih sibuk dengan iphone nya. Entah apa yang lagi dilakuin sama cewek itu. Tapi, untung juga ya…. Anak cupu kelas ini malah dituker sama anak sekolah lain yang ternyata adalah top model terkenal secantik Sherryl.
                Lama-kelamaan kelas Sadam mulai dipenuhin sama murid-murid kelas lain. Sherryl dengan mudahnya akrab sama setiap anak yang baru dateng. Jujur aja, kelakuan manis cewek itu makin ngebuat Sadam terpikat.
                Yosa, temennya Sadam berlagak rajin ngerjain proyek makalahnya bareng Sadam alih-alih modus sama Sherryl yang duduk sendirian di meja paling belakang, di belakang tempat duduknya Sadam persis. Sadam Cuma bisa nyeletukkin Yosa kalau kalau dia mulai beraksi modusin Sherryl. Alhasil, satu kelas itu malah gaduh nyorakkin Yosa. Akhirnya, Yosa pun nyerah dan balik ke tempat duduknya semula. Berhubung sebentar lagi guru pelajaran pertama bakal masuk.
                Kabarnya, SMA Mahatma ngelakuin reshuffle seluruh staff gurunya. Guru-guru yang baru yang semuanya lulusan universitas terkenal akan ngajar murid-murid disana.
“katanya, killer semua lho,dam!” bisik Yosa di telinganya Sadam.
“killer??? Pembunuh maksud lo??? Hahahaha lawak lu, yos!!!” ledek Sadam
Yosa cuma bisa bersungut-sungut kalo temennya itu ngebuat dia mati kutu.
                Guru pertama pun masuk, seorang lelaki yang kira kira berusia twenty-something dengan kacamata bingkai tebal dan celana yang menurut Sadam terlalu tinggi dipakai di perut, memulai pelajaran dengan perkenalan terlebih dahulu. Namanya pak Andi, lulusan IPB,ngajar biologi di kesempatan kali ini. murid-murid langsung pasang wajah anteng adem ayem yang padahal palsu semua. Ternyata, kesan killer ngga nampak sama sekali di guru biologi ini.
“mane ler??? Beler iya,yos! Wakaka ”
Jam pelajarannya pun habis setelah bel berbunyi.
“Baiklah,semuanya kerjakan buku paket kalian bab IV halaman 123-135. Besok taruh di meja saya paling lambat jam 12 siang. Saya tidak akan mentolerir keterlambatan satu menit pun! Jelas?”
Satu kelas itu pun terdengar gaduh penuh dengan keluhan akan banyaknya tugas yang harus mereka kerjakan, bayangin aja, 100 soal biologi tentang Gen harus mereka kerjain dalam satu hari!
“makan tuh beler, dam!” ejek Yosa dengan bangga karena ia berhasil membalikkan kata-kata temen sebangkunya itu.
Sewaktu Sadam nengok ke belakang, Sherryl malah sibuk mainin iphonenya diatas meja. Menurutnya, cewek itu imut banget waktu dia menaruh dagunya di atas meja dengan mata bulatnya yang hitam legam tertuju ke gadget itu.
“ Kamu….. yang duduk paling belakang! Berdiri di depan!” ucap seseorang yang ngebuat Sadam kaget.
                Seseorang yang sangat dikenal Sadam berdiri di depan meja guru menatap Sherryl dengan tatapan dinginnya, membuat seisi kelas terdiam. Sementara itu, Sherryl yang dipanggil masih tidak menyadari bahwa dirinya dipanggil ke depan.
“Sherryl, lu dipanggil tuh!” kata Yosa.
“Hah? Apaan?”
Sesadarnya Sherryl dari kesibukannya itu, dia langsung ke depan tanpa rasa bersalah. Dia cuma berdiri di depan orang itu dengan dirajami oleh tatapan dingi dari orang tersebut. Kak Nesa, orang yang Sadam liat di depan kelasnya mampu membawa suasana tegang ke kelas Sadam.
“kamu sadar apa kesalahan kamu?” ujar Kak Nesa
“hmm, apa? Ngga ada deh kayaknya,pak.”
“jawabannya Cuma antara IYA dan TIDAK!!! Ngga usah pake embel-embel KAYAKNYA!” gertak kak Nesa.
Dahi Sadam mengkerut saat ngeliat perlakuan kakaknya itu ke Sherryl. Ngga biasanya kakaknya segalak itu sama seorang cewek.
“ada yang bisa kasih tau apa kesalahan dia?” Tanya guru super killer itu. Tapi, ngga ada satu orang pun yang mau ngejawab.
“kalau ngga ada yang bisa, saya suruh dia keluar dari kelas ini aja ya karena dia ngga tau kesalahan yang udah dia buat.”
Dengan berani, Sadam maju ke depan. Sepintas, ia melihat kearah Sherryl yang keliatannya ketakutan karena dimarahin kayak gitu. Lalu, ia beralih ke Kak Nesa.
“Saya bisa,pak!” ucap Sadam dengan lantang.
“kalau begitu,jawab pertanyaan saya barusan.” Ujar Kak Nesa sambil melipat kedua tangannya di dada.
“Dia sibuk mainin gadgetnya di atas meja tanpa menghiraukan ucapan bapak.” Jawab sadam.
Kak Nesa langsung melewati Sadam dan beralih ke Sherryl lagi. Dia menyuruh Sherryl buat ngulangin kata-kata Sadam barusan. Sesudahnya, mereka berdua diperbolehkan duduk lagi. Menurut Sadam, walaupun Kak Nesa emang tipe orang yang tegas, tapi ada yang ganjil dalam tingkahnya kali ini.
” kalian tenang aja, kenalan dulu, saya guru matematika kalian yang baru. Panggil aja saya, Kak Nesa karena berhubung saya juga masih muda,kan?” canda Kak Nesa.
Berbeda seratus delapan puluh derajat penuh dari sebelumnya, Kak Nesa malah mencoba mencairkan suasana. Murid-murid pun bingung mau ketawa atau ngga. Tapi, karena sepanjang pelajaran Kak Nesa ngajar matematikanya santai dan sering bercanda, akhirnya kebekuan yang sempet terasa di kelas itu pun mulai mencair.
Apalagi dengan didukung wajah tampannya, ngga heran kalo hampir seluruh murid cewek di kelas itu langsung naksir sama dia. Alesannya pingin minta diajarin kalo ada soal yang ga ngerti, murid-murid cewek langsung nimbrung ke meja guru. Itu semua terlihat menjijikan bagi anak laki-laki.
“ tuh guru enak banget,ya? Baru ngajar aja fansnya langsung bejibun!” cibir Yosa
“abisnya, siapa suruh tuh guru ganteng? Pinter pula! Hahaha “ agak aneh sadam rasa waktu muji kakaknya sendiri yang sekarang jadi guru matematikanya di depan temennya.
Selesai pelajaran matematika, kebetulan abis itu jam istirahat. Tapi, Sadam sempet nguping kata-kata kak Nesa ke Sherryl setelah semua murid keluar kelas.
“ sebagai hukuman kesalahan kamu yang tadi, kamu harus menghadiri 16 kali pertemuan dengan saya setiap harinya. Jelas?”
“Jelas,pak. Eh, kak.” Jawab Sherryl pasrah.
Jauh di dalam hatinya, Sadam ngarep Kak Nesa bakal ngasih pertemuan tambahan itu di rumah mereka, jadi Sadam bisa sering ketemu Sherryl. Namun, sepertinya, Sadam ngga pernah terpikir apa yang sesungguhnya bakal Kak Nesa lakuin ke Sherryl.

To Be Continued.

Minggu, 01 Januari 2012

Stardust #2

Beberapa tahun yang lalu, ketika mereka sekeluarga sedang berlibur di lombok. Malam itu, Bunda dan Ara sedang duduk menatap laut dihadapan mereka. Menikmati desiran ombak dan belaian angin malam dipinggir pantai yang tak jauh dari cottage mereka. Bunda pernah berkata,

“Kalau suatu saat Bunda gabisa nemenin kamu lagi, terus kamu kangen sama Bunda, coba deh kamu keluar malem-malem trus liatin taburan bintang dilangit, Bunda pasti salah satu bintang itu,”
“Kenapa Bunda ngomongnya gitu? Bunda mau pergi ninggalin Ara sama Ka Redi?” tanya Ara bingung yang saat itu masih berumur 8 tahun.
Bunda yang melihat Ara kecil bingung hanya tersenyum sambil menarik Ara ke pelukannya.

Ara terbangun dari tidurnya.

Mimpi itu lagi....

Selalu mimpi yang sama, kala ia kangen berat dengan Bundanya. Kemudian terdengar suara pertengkaran di ruang tamu. Ara melihat jam di dinding kamarnya,

Jam 12, kenapa masih ada yang bangun? Tanyanya penasaran.

Tak ingin lebih penasaran, Ara langsung keluar kamarnya menuju ruang tamu.
“Dari mana aja kamu?! Gatau ini udah tengah malem?! Berkeliaran kaya gak punya rumah!” bentak papa ke arah Ka Redi yang sepertinya baru sampai rumah.
“Aku abis ngurusin event pa, Redi punya Event Organizer sama temen-temen Redi....” jawabnya kalem, walaupun ia sendiri takut melihat reaksi yang akan diberikan papa-nya.
“BUAT APA KAMU IKUT-IKUTAN  KEGIATAN GA GUNA KAYA GITU?! BUANG-BUANG WAKTU AJA! KAMU KAYA ORANG SUSAH TAU!” bentak papa sambil menahan emosi yang siap keluar kapan saja.
“Aku cuma ga pengen ngerepotin papa. Aku juga pengen nunjukin ke papa kalo aku bisa mandiri dan ngehasilin uang di luar tangan papa.”
“KAMU PIKIR PAPA GABISA PENUHIN KEBUTUHAN KAMU SAMA ADIKMU APA?! UANG DARI PAPA KURANG?! UANG YANG TIAP BULAN PAPA TRANSFER KE REKENING KALIAN MASIH KURANG?! HA?!”
“BUKAN ITU PA! AKU SAMA ARA GA BUTUH MATERI BERLIMPAH DARI PAPA! KAMI CUMA INGIN PERHATIAN DARI PAPA! JANGAN MENTANG-MENTANG PAPA UDAH TRANSFER UANG ITU, PAPA JADI LUPA SAMA KAMI DAN CUMA NGURUSIN PEKERJAAN PAPA! KAMI INI MASIH ANAK PAPA!” Ka Redi menjawab papa dengan suara tinggi sampai membuat Ara tercengang mendengarnya.

Baru kali ini ngeliat Ka Redi marah, ke Papa lagi! Batinnya.

Papa yang melihat reaksi anak sulungnya itu kaget. Wajah Papa memerah menahan emosi. Namun, kali ini emosi Papa sudah di ambang batas. Tangan Papa melayang menuju wajah Ka Redi. Ingin menamparnya. Ara langsung berlari menuju Papa ingin mencegah tangannya, alhasil, dia lah yang terkena tamparan Papa.

Plak....

“Ara!!!” teriak Ka Redi yang kaget dengan kedatangan Ara yang tiba-tiba.
“Udah, gapapa ka.” Ucapnya pada Ka Redi yang masih menahan emosi.
“Pa, kami minta maaf ‘key? Maaf kalo selama ini kami selalu buat papa marah.” Jelasnya sambil menahan air mata “Ara janji bakal ikutin aturan papa, tapi jangan pukul Ka Redi please?” pinta Ara memelas.

Papa yang sedaritadi diam, hanya melihat kedua anaknya bergantian. Kemudian berjalan ke kamarnya tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

“Ra! Kamu apaan sih?!”
“Ssssttt.... gapapa ka, udah yuk ah, udah malem ka,” ucap Ara sambil menuju kamarnya, diikuti Ka Redi.
“Maaf jadi kamu yang kena.... sakit yah?” Redi mengelus pipi adiknya yang memerah.
“Sakit dikit doang ko, gapapa ka.” Jawabnya sambil tersenyum, walau sebenarnya ia menahan air mata yang hampir menetes.
“Harusnya aku yang ngelindungin kamu, bukan sebaliknya.” Redi memeluk adiknya, Ara yang diperlakukan seperti itu tidak sanggup lagi membendung air matanya.
“Udah ah, ko kaka jadi tiba-tiba dangdut sih? Haha” ucap Ara sambil tertawa jail meskipun matanya basah karena airmatanya,
“Hahaha bisa aja kamu. Yaudah kamu tidur sana, besok kaka anter lagi ya?”
“Gausah ka, kaka pasti masih capek kan? Aku dianter Pak Asep aja.”
“Yaudah terserah kamu aja, tidur yaa. Sleep tight dear,” ucapnya sambil membelai lembut rambut Ara.

***

Di ruangan lain, Papa masih berdiri diam sambil memandangi foto keluarga mereka yang diambil beberapa tahun dilam. Di foto itu, terpancar kebahagiaan murni yang saat itu mereka rasakan.

Bukan ini yang Papa mau, asal kalian tahu. Papa masih belum rela ditinggalkan oleh Bunda kalian. Batin Papa sambil terus memandangi foto bahagia itu.

***
“Ra lo sakit?” tanya Dinka saat jam pelajaran berlangsung.
“Ngga ko, gue ga sakit....” jawabnya sambil tersenyum.
“Yakin?” tanya Dinka yang masih ragu akan jawaban Ara.
“Iyaa Dinka.... don’t worry me,”

Tapi Dinka masih ragu akan jawaban Ara. Ditambah lagi wajah Ara yang makin pucat semenjak ia muncul didepan pintu kelas dengan tampang kusut.
Sepulang sekolah, Ara ingat ia ada latihan basket. Berhubung sepertinya ia agak tidak sehat, ia meminta izin kepada pelatihnya untuk tidak absen latihan.

“Kalo bukan alasan penting-penting banget, tolong jangan tinggalkan latihan walau Cuma sekali. Kamu kan salah satu MVP di tim ini. Ingat beberapa bulan lagi kita ada turnamen.” Ucap pelatihnya tegas.
“Hmm, iya Pak saya latihan aja.” Akhirnya ia memutuskan untuk latihan. Semoga aja  fisiknya bisa diajak kompromi kali ini.

***

“Kata Dinka lo sakit, kenapa latihan?” tanya Rama saat mereka sedang bersiap-siap dipinggir lapangan.
“Gue ga sakit ko. Lagi tadi juga gue udah minta ijin sama Pak Santoso, tapi ga diijinin.” Jelasnya sambil mengikat rambutnya asal.
“Sadis tu guru, ck. Tapi serius lo gapapa?”
“Iyaa tenang aja. Khawatiran banget lo sama gue.”

Rama yang mendengar perkataan Ara tadi hanya mengusap tengkuknya. Bingung harus menjawab apa akan ucapan Ara tadi. Ara segera berlari memasuki lapangan, karena Pak Santoso memanggilnya.
Saat latihan, pelatih mereka -Pak santoso- memberi full game. Gak kaya biasanya, Ara bener-bener ga bisa fokus, mungkin karena fisiknya yang udah terlalu lelah. Bahkan Pak Santoso pun berkali-kali menegur Ara, salah satu pemain terbaiknya, karena ia selalu membuat fault.
Dua jam kemudian latihannya selesai. Teman-teman basketnya langsung berhambur mengambil barang mereka dan langsung keluar sekolah. Disekolah kini tinggal ia, Rama, dan beberapa anak fotografi yang sedang mempersiapkan pameran bulan depan, di lantai dua.
Ara yang masih sangat lelah, membungkuk memegangi lututnya sambil mengatur nafas. Tiba-tiba....

Tes....

Darah menetes ke sepatunya. Ara yang melihat itu langsung refleks memegangi hidungnya.

“Shit! Kenapa sekarang sih?!” ia memaki dirinya sendiri

Ara pun berlari menuju tasnya, mencari benda yang selalu ada di tasnya. Tisu.

“Aaaahh! Mana sih?! Ko ga ada!” makinya sambil terus merogoh isi tasnya.
“Cari apa?” suara itu menyahut. Terasa familiar bagi Ara. Ia pun menengok ke sumber suara.
“Hmm.... tisu,” jawab Ara sambil masih dengan menutupi hidungnya walaupun tangannya sudah tertutup darah.
“Kamu kenapa?!” tanya kakak kelas itu kaget “tunggu disini!” kakak kelas itu langsung berlari menuju lantai dua.

Ara yang masih terbengong-bengong melihat tindakan kakak kelas tadi, langsung dikagetkan oleh Rama.

“Woy! Hahaha....” Rama menepuk punggung Ara yang membuat Ara refleks menengok ke arahnya “Eh lo kenapa?!” tanyanya panik.
“Ng.... gapapa, biasa kambuh.” Jawab Ara singkat.

“Ini tisunya,” kakak kelas itu tiba-tiba datang dan menyodorkan benda yang sedaritadi Ara butuhkan.
“Makasih ka,” ucapnya sopan sambil mengambil tisu itu.
“Sini!” kakak kelas itu menarik wajah Ara mendekat.
“Eh ka, gausah saya bisa sendiri. Thanks”
“Sssstt.... jangan bawel deh!” kakak kelas itu menghiraukan Ara dan langsung membersihkan wajah Ara yang terkena darah. Dengan posisi berhadap-hadapan seperti ini, Ara bisa melihat bet nama kakak itu, Firaz Putra S.

Setelah selesai membersihkan wajah Ara, Firaz langsung pergi dengan menitipkan Ara pada Rama. Ternyata Firaz dan Rama sudah saling kenal.

“Lo kenal Firaz?” tanya Rama yang sedaritadi diam melihat tindakan Firaz terhadap Ara.

Ara yang masih dengan tampang bingungnya hanya menggeleng pelan dan itu membuat beribu pertanyaan di kepala Rama.

“Pulang sama siapa?” tanya Rama yang sedikit khawatir sambil membereskan barang-barangnya,
“Sendiri, naik bus.”
“Gue anter deh, nanti lo pingsan tengah jalan lagi.”
“Ga us....”
“Sssstt bawel deh, ayo ah!” rama langsung menarik pergelangan tangan Ara dan berjalan menuju parkiran.
Ara mendengus kesal, dan tak disangka tiba-tiba mulutnya bergerak.
“Gue kesel sama lo! Kenapa sih lo selalu ngelakuin hal sesuai kehendak lo sendiri?! Ga mikirin perasaan orang yang lo giniin!” maki Ara ke arah Rama

Rama kaget saat mendengar pernyataan yang dilontarkan Ara. Namun kali ini, entah ada angin apa, Rama sedang tidak ingin berdebat dengan Ara. Yang dia inginkan hanya mengantarkan Ara pulang, tanpa terjadi sesuatu dengan cewek di sampingnya ini.

“Udah, ayo jalan aja. Gue lagi males debat sama lo.”

Ara mendengus, pasrah aja. Kali ini dia hanya bisa meng-iya-kan ajakan Rama. Fisiknya sudah terlalu lelah kalau harus jalan ke halte dulu, bisa-bisa ia pingsan tengah jalan!

Di sisi lain gedung sekolah, Firaz tengah memperhatikan dua siluet yang berjalan melenggang melewati parkiran. Firaz menghela nafas lega. Setidaknya, adik kelas yang tadi ia bantu, walaupun dia hanya membersihkan wajah adik kelas yang namanya ia sendiri tidak tahu, nggak pulang sendirian.

“Siapa sih nama dia?” gumam Firaz.

Firaz yang sedang asik melamun, dikagetkan oleh temannya, salah satu anggota fotografi, Rafly.

“Belom pulang Raz?”
“Eh, elo Raf. Iya ntaran deh, lo duluan aja.”
“Oke duluan bos!”
“Yo!”

Ketika Rafly berjalan menjauh, dia baru teringat akan gumaman Firaz tadi.

Tadi si Firaz kaya gumamin sesuatu gitu, ah besok harus gue tanyain!

***

20 menit kemudian, mereka sampai didepan rumah Ara. Selama perjalanan Ara menyenderkan kepalanya dipunggung Rama, dan tertidur beberapa menit setelah ninja hitam itu melaju membelah jalanan. Rama yang selama perjalanan memegangi tangan Ara agar cewek itu tidak jatuh, kini menengok kebelakang karena Ara tak kunjung bangun. Tangannya membelai kepala Ara dan merasakan panas yang menyelimuti tubuh gadis itu. Tak ingin membangunkannya, Rama men-dial nomor Redi, kakak Ara.

“Mas, gue didepan rumah lo nih. Ara ketiduran, kecapekan kayanya. Keluar dong, gue ga tega bangunin adek lo nih,” ucapnya pada Redi sesaat setelah Redi menangkat handphone-nya.
“Ooh oke gue keluar sekarang, jagain dia dulu,”
“Sipp!”

Tak lama kemudian, Redi keluar. Ia segera memapah Ara menuju kamarnya. Rama juga ikut turun membantu membawakan tas Ara. Setelah meletakkan Ara ditempat tidurnya, Redi keluar kamar Ara diikuti Rama. Setelah memberitahu bahwa tadi darah rendah Ara kambuh, ia pamit pulang dan Redi mengucapkan terima kasih karena telah mengantar Ara pulang.
Malamnya suhu badan Ara semakin tinggi. Alhasil Redi tidur dikamar Ara, sambil sesekali terbangun, mengganti kompres Ara yang telah mendingin. Redi memandangi wajah tidur Ara yang tenang, dan mengecup lama kening adik satu-satunya itu.

Get well soon dear,” ucapnya sambil membelai lembut kepala Ara.

***

“Ara mana Din?” tanya Rama ketika mereka memesan minuman saat istirahat.
“Gamasuk, sakit.”
“Oohh....” ucapnya tenang.
“Kamu kok kayanya ga kaget Ara sakit?” tanya Dinka penasaran.
“Hmm.... itu soalnya kemaren abis latihan basket penyakitnya Ara kambuh, trus aku anterin dia pulang,”

Deg.... hati Dinka menegang mendengar penjelasan Rama.

“Ng.... gapapa kan Din?”
“Eh, hmm.... iya gapapa Ara kan sahabat aku juga,”
“Haaahh.... bagus deh. Aku pikir kamu bakal marah,”
“Enggalah haha, eh makan yuk?” ucap Dinka sambil menggandeng tangan Rama memesan makanan.

Firaz yang sedaritadi menyimak pembicaraan Rama dan Dinka, hanya mengangguk paham dan menggumam,

Oh, namanya Ara. Pantes daritadi gue cariin gaada. Gamasuk ternyata anaknya.

“Eh kenapa lo ngangguk-ngannguk sendiri?” tanya Rafly yang tiba-tiba datang dari sampingnya.
“Eh? Gapapa, yuk duduk!”

Setelah mendapatkan tempat duduk, Firaz hanya mengaduk minumannya tanpa meminumnya sedikit pun. Rafly yang melihat ‘bos’-nya itu hanya bingung, karena gabiasanya Firaz diam seperti itu.

“Oh ya bos! Kemaren pas pulang ekskul lo kayanya gumamin tentang seseorang gitu yah?” tanya Rafly tiba-tiba. Firaz yang ditanya tiba-tiba itu hanya terkesiap, ternyata Rafly mendengar gumamannya.

Apa gue minta Rafly bantuin nyari tau tentang cewek itu ya? Tanyanya dalam hati.

“Oohh itu, bukan apa-apa. Eh ya raf, lo masih aktif basket ga?”
“Masih lah, bentar lagi kan ada turnamen. Emang kenapa? Tumben lo nanyain gue” tanyanya menyelidik.
“Hmm.... mau bantuin gue gak?” tanya Firaz sedikit ragu.
“Yaelah santai aja sih sama gue bos, bantuin apa sih? Hahaha”
“Ng.... cari tau info tentang anak basket yang namanya Ara yah?”
“Woow men, udah move on nih? Keysha dikemanain bos? Hahaha”

Firaz terdiam. Rafly yang menyadari dirinya telah salah ngomong, langsung buru-buru meralat ucapannya itu.

“Eh sori gue ga bermaksud....”
“Udah santai aja sih Raf, lagian juga emang bener gue mau move on. Gue mau coba lupain Keysha,” ucapnya lirih.
“Tenang aja bos, gue pasti bakal bantu lo ko! Nanti gue tanyain Diga deh, dia pasti punya data anak-anak basket lengkap.”
Thanks banget sob,” mereka kemudian melakukan high five, dan melanjutkan makan siang mereka. Kini Firaz tengah memikirkan rencana untuk mengenal cewek yang bernama Ara ini lebih jauh.

***

To be continued....