Pages

Sabtu, 10 Maret 2012

ORIGAMI ep.8

Sepulangnya dari rumah  sakit, Sadam benar-benar tidak bisa memejamkan matanya. Kenapa tiba-tiba tadi mba Anes datang ke mimpinya lagi? Dan kenapa mba Anes mengajaknya menemani dirinya yang sudah ada di sana? Dan kenapa baru Sadam sadari sekarang?!
Ah, kepala Sadam udah pusing banget. Mumet abis! Belum selesai masalah gimana jelasin besok ke anak-anak yang ngeliat dia kolaps dan bercucuran darah, udah ditambah aja sama masalah mba Anes.
“Hell!”
Sadam berkali-kali berusaha untuk memejamkan matanya, namun ia tak bisa. Ia takut. Ia takut dibawa pergi sama mba Anes. Kemudian, tanpa pernah disangka, Sadam mengeluarkan bungkusan origami yang selama ini ia simpan di dalam laci meja belajarnya. Sesuatu yang dulu sangat ingin dilakukan olehnya, namun seringkali ia urung melakukannya karena banyak sekali yang harus dia lakukan.
Ia kemudian mengeluarkan satu lembar kertas origami bermotif, dan ia mengambil penciltic berwarna biru muda, his favorite color. Sekali lagi, hal yang ngga disangka akan dilakukan oleh seorang Sadam Esa Bharata, ia lakukan. Layaknya seorang anak umur 5 tahun yang bingung mau cerita sama siapa, ia menulis sebuah pesan singkat di kertas origami itu:
Dear sky…
I don’t know why I can write this suck letters. Surely I don’t know. I just can’t tell anybody what I feel right now.
Setelah selesai menulis itu, awalnya Sadam ingin enyahkan saja kertas yang baru saja ia ukir dengan tulisan ala ‘cakar ayam’ nya itu. Namun, ia memutuskan untuk membuat kertas origami itu menjadi bentuk yang indah. Suatu hal yang pernah ia pelajari sewaktu mba Anes masih ada.
Ia lipat kertas itu ke dalam sebuah bentuk berpola. Dan setelah 10 menit bekerja, akibat ada langkah-langkah yang sedikit ia lupakan, akhirnya jadi juga.
 A bird.
An origami bird.




Keesokan harinya……..
Sadam dengan santai melangkahkan kakinya setelah menuruni Porsche kesayangannya yang baru aja bener kemarin sore. Menghirup udara ‘segar’ khas Jakarta di pagi hari lumayan menyegarkan otaknya yang mumet.
Hari ini, Sadam datang terlalu pagi. Bahkan mungkin ialah murid pertama yang datang hari ini. Satpam di depan sekolah pun tadi heran, ketika baru saja ia membuka gerbang sekolah, mobil Porsche yang selalu ia idam-idamkan sudah terparkir manis di depan gerbang yang baru saja satpam itu buka.
“Pagi Pak.” Sapa Sadam dengan senyum formalnya.
Satpam itu, yang mempunyai nama Somad, hanya membalas senyuman lelaki muda itu dengan cengiran seadanya.
Sadam menyusuri koridor dengan santai sembari membawa tas ransel jansport kesayangannya yang udah mulai lusuh karena sudah 2 tahun selalu menemani Sadam ke sekolah. Sekolah sudah mulai ramai sama anak-anak junior yang masih takut buat dateng telat.
What a day, What a day..” gumam Sadam sembari terus berjalan menuju kelasnya. Ketika baru saja ia ingin melangkah masuk ke kelasnya, yang ia kira bakalan masih sepi pengunjung, Sadam agak terkejut.
“Sherryl?” kata Sadam meyakini bahwa cewek yang sedang menunduk dan mengerjakan sesuatu adalah cewek pertukaran pelajar itu. Soalnya, jarang banget cewek di kelasnya yang datang sepagi ini. Apalagi, setau Sadam, anak pertukaran pelajar di kelasnya ini, suka seenak jidatnya dia aja.
Ternyata benar itu Sherryl. Sherryl hanya tersenyum simpul dan melanjutkan pekerjaannya yang baru saja terhenti akibat interupsi dari Sadam barusan. Sadam kemudian melangkahkan kakinya masuk ke dalam kelas yang masih sangat sepi itu. Ia menaruh tasnya di tempat duduknya, kemudian ia menghampiri Sherryl.
“Tumben banget dateng sepagi ini? Ada apa emangnya?” Tanya Sadam sembari menengok ke kanan dan ke kiri, entah maksudnya apa.
Sherryl yang awalnya malas untuk ngobrol pagi-pagi,akhirnya kepancing juga.
“Mm, nothing. Tadi gue bareng kakak gue,dia mau pergi,yaudah sekalian.” Jawabnya masih tetap tidak mengalihkan pandangannya dari buku yang ia baca.
“Oh,gitu. Udah belajar buat test?”
Kata-kata Sadam barusan membuat Sherryl sedikit kaget. Sumpah demi apapun, setau Sherryl, ngga ada guru yang menyebutkan bahwa hari ini ada test,quiz, ataupun semacamnya.
Test? Test apa? Emangnya ada?”
“Ngga tau juga. Tapi denger-denger dari anak kelas sebelah, katanya ada test mtk,fisika,kimia.” Jawab Sadam tanpa nada khawatir sedikitpun.
Sherryl? Jangan ditanya. Ia sudah melongo saking syok nya. What? Semua pelajaran yang ia yakini sebagai pelajaran yang susah ada test semua?
“Lu kenapa?” Tanya Sadam bingung atas respon dari Sherryl mengenai perkataannya barusan.
“Lu serius semua itu test? Lu udah belajar?”
“Yap.”Sadam mengangguk.
“Lu udah belajar belum?” Tanya Sherryl merasa pertanyaannya belum sepenuhnya terjawab.
Sadam menggelengkan kepalanya,”Ngga sempet juga, kemaren gue ngga enak badan, jadi gue tidur.”
“Dan elo masih nyantai aja?” Tanya Sherryl masih sedikit ngga percaya.
Sadam mengangguk mantap,” pasti gampang deh! Percaya sama gue!”
Sherryl menelan ludah sesaat, mungkin ia harus percaya sama Sadam. Toh, emang Sadam ngga ada tampang orang pinter ko. Pasti gampangnya dia bakal gampang buat Sherryl juga.
“Oh,tapi beneran?” Tanya Sherryl lagi, masih agak ragu akan keputusannya mempercayai Sadam.
Sadam mengangguk mantap, kemudian ia mohon izin untuk ke kantin, perutnya ngga bisa ditahan lagi. Dari semalam ia ngga makan cuma karena ngga mood ketemu sama Mas Nesa. That’s it.
Ketika Sadam lagi jalan menuju arah kantin, ia bertemu dengan Mas Nesa. Oke,ini kebetulan banget, batin Sadam. Sumpah, ngga tau kenapa Sadam ngerasa males banget buat ngeliat muka Mas Nesa. Ingin rasanya Sadam buang muka dan jalan menjauh dari arah abangnya itu. Namun telat. Inisiatifnya buat kabur malah ketahan duluan sama seruan Mas Nesa yang lumayan terdengar oleh anak-anak sekitar. Of course, mereka penasaran.
“Sadam.” Kata Mas Nesa dingin.
Sumpah ya, aura dingin Mas Nesa kayaknya melingkupi seluruh koridor yang sekarang ia sedang pijaki. Sadam jadi bergidik ngeri sendiri. Ngga pernah nyangka kalau abangnya bisa se-seram ini. Auranya pun langsung berubah 180 derajat dari biasanya.
Yes,Sir?” jawab Sadam sekenanya sembari menekan rasa takutnya yang kayaknya akan mencuat ke permukaan.
“Ikut saya.” Balas Mas Nesa dingin,mantap,dan ngga ada kata ngga buat jawaban itu.
Terpaksa, daripada makin jadi tontonan publik, Sadam mengikuti kemana abangnya pergi. Yah, Sadam juga sambil berdoa semoga aja dia ngga pingsan kalau nanti ujung-ujungnya diajak main adu jotos sama abangnya ini.
Ngga lama, Mas Nesa berhenti di depan ruang musik. Dan tepat seperti perkiraannya, ruang musik akan selalu sepi di jam-jam pagi gini. Tanpa memperhatikan Sadam, Nesa memasuki ruangan yang lumayan luas itu, tentunya diekori oleh Sadam. Sadam yang emang udah kelaperan banget Cuma bisa megangin perutnya aja.
“Mas..mau ngapain sih?” Tanya Sadam agak kesal dengan abangnya.
Mas Nesa yang tadinya membelakangi Sadam, tiba-tiba membalikkan badannya dan menatap sendu ea rah Sadam. Holy crap! Sadam paling benci tatapan seperti ini. Tatapan mengasihani. Ingin rasanya ia hancurkan mata abangnya agar tidak menatapnya seperti itu.
“Cih.” Desis Sadam sembari membuang muka.
“Lo belum makan kan?” Tanya Mas Nesa dengan nada tidak sedingin tadi. Malah sepertinya, nadanya kini mulai perhatian kembali. Seperti Mas Nesa yang selama ini Sadam kenal.
“Udah tau nanya.” Jawab Sadam sekenanya masih dengan nada yang cuek dan acuh tak acuh.
“Tadi gue bawain roti dari rumah, titipan Bunda. Udah gue taruh di dalem tas lo.”
“Oh.”
Mas Nesa menghela nafas.
Kesal diperlakukan seenak jidat gini sama adeknya yang umurnya lumayan jauh sama dirinya.
“Tujuan lo apa sih Mas ngajak gue ke sini? To the point aja deh.” Kata Sadam akhirnya karena ia sadari makin lama ia makin muak aja sama situasi dan atmosfer di ruangan ini. Toh kalaupun nanti dia berlama-lama di sini pastinya nanti dia bakal telat masuk kelas.
“Lo sakit apa sebenernya? Kenapa bisa sampe masuk rumah sakit kayak kemaren?” Tanya Mas Nesa akhirnya. Kali ini ia murni khawatir. Dari kemarin, ia merasakan hal yang kurang enak tentang adiknya ini. Apalagi Sadam sendiri bilang bahwa Anes mengajaknya pergi.
“Cuma kecapean doang.” Jawab Sadam bohong. Terus aja Dam bohongin orang-orang di sekitar lo, kata Sadam dalam hati. Menertawai nasib yang menimpa hidupnya ini. Toh, dia juga ngga mau share ke siapapun.
Gue gamau Mas lo tau ini semua. Gue gamau orang-orang yang gue sayang nantinya bakal nyia-nyiain hidup hanya karena gue. Manusia penyakitan kayak gue, batin Sadam lagi.
“Serius?” Tanya Mas Nesa lagi masih ngga percaya atas pernyataan adiknya barusan.
Sadam mengangguk pelan, “Iyap. Udah ya Mas, mau sarapan dulu.”
Setelah mengatakan kata-kata terakhirnya, Sadam langsung cabut ke kelas. Lumayan lah bisa makan roti, apalagi rotinya buatan Bunda.
***
Dikelas suasana udah mulai ricuh. Ternyata tadi Sadam lumayan lama juga bersemedi di ruang music bersama abangnya. Baru saja ia melangkahkan kaki memasuki kelasnya, ia sudah disambut teriakan Yosa yang membahana.
“SADAAAAAAAAAM!!!”
Sadam kaget bukan main. Buset! Ini temennya serasa ngga pernah ketemu Sadam selama berabad-abad aja deh, teriaknya sampe sebegitu kencengnya. Bahkan, Toa Masjid aja bisa dikalahin sama suara si Yosa barusan.
“Kampreeeeeet! Lo kira kuping gue apaan lo teriakin sebegitu kencengnya?!” maki Sadam kearah Yosa yang hanya dibalasnya dengan ketawa ringan.
“Heh! Tawa lagi lo,Nyet!” maki Sadam lagi. Sadam masih memikirkan nasib perut dan otaknya yang pastinya sebentar lagi harus diasah buat ngerjain soal-soal test ngga berperikemanusiaan nanti.
“Sori sori Bro. Kaget gue gila! Kenapa lo ngga istirahat dirumah aja dulu? Lo kan masih sakit.” Kata Yosa yang malah menurut Sadam perhatian Yosa barusan membuatnya jijik. Tumben-tumbenan si Yosa baik sama dia.
“Bawel lo kayak emak-emak. Banci banget deh gue Cuma mimisan doang sampe ngga masuk segala. Elo lagi, lebay banget pake bawa-bawa gue ke rumah sakit.” Maki Sadam lagi. Ngga tau kenapa hari ini Sadam lagi mood banget buat maki-maki orang.
“Hehe, itu bukan mau gue Bro. Mau anak-anak. Lagipula, kemaren lo udah kayak mau mati! Sumpah deh!” jawab Yosa meyakinkan Sadam dan berharap ia ngga kena semprotan pedes ala Sadam lagi pagi ini, atau mungkin, hari ini.
“Udah lo,minggir. Gue mau makan dulu.”
***
Bel pulang sekolah telah berbunyi.
Ternyata emang bener, hari ini emang ada test fisika,kimia, sama matematika. Dan Sherryl sama sekali ngga bisa ngerjain satu pun! Gilaa! Itu soal buat olimpiade atau apa? Tapi, Sherryl selalu bingung. Di saat test itu dilaksanakan, Sadam lah yang pastinya selalu mengumpulkan kertas soalnya duluan.
“Tapi kan dia ngga belajar, pasti dia asal isi,pasti.” Gumam Sherryl.
Ketika Sherryl baru saja ingin melangkahkan kakinya keluar dari kelas, tiba-tiba aja gerombolan cowok-cowok yang ia tau betul pasti itu temen-temennya Sadam, masuk ke dalam kelas dan ngebuat ricuh.
Sherryl sih males banget merhatiin keributan itu, makanya itu ia langsung bergegas keluar kelas di saat pintu kelas itu sudah sepi pengunjung.
Sherryl berjalan sendirian di koridor menuju lobby, menunggu supir atau mungkin kakaknya yang menjemput. Ketika ia mengalihkan pandangannya kearah lapangan basket, ia melihat Sadam yang sedang bermain basket sendirian. Tanpa disangka, Sherryl menghentikan kakinya. Melihat permainan basket Sadam, ia merasa terpesona. Pantas saja siswi-siswi disini banyak yang mengidolakannya, abisnya…. Dia keren banget sih.
“Apaan sih Ryl, ngapain mikir begituan!!” maki Sherryl. Walaupun ia sudah memaki dirinya, namun ia tetap tidak bisa mengalihkan pandangannya dari sosok kurus-tinggi itu.
Tiba-tiba, Sadam menghentikan permainannya, kemudian mengalihkan pandangannya ke sekitar lapangan. Dan hanya satu sosok itu yang melihatnya bermain. Mau tak mau, karena dasarnya Sadam juga ngga sombong, ia tersenyum kepada sosok itu. Senyum yang amat sangat manis.
Sherryl yang hanya bisa tersenyum kikuk disenyumin segitu manisnya cuma bisa diam di tempat tak bergerak. Rasanya ia mau meleleh disini!
Lagi-lagi, tanpa Sherryl sadari, Sadam berjalan mendekat ke arahnya sembari membawa bola basket dan tasnya.
“Hey, belum pulang?” Tanya Sadam ke Sherryl yang masih kikuk.
“Eh..eng..belum. nunggu dijemput.” Jawab Sherryl kikuk. Ia mengutuki dirinya sendiri kenapa ia bisa sekikuk ini. Harusnya kan ia stay cool aja. Banyak kali cowok yang lebih ganteng dari Sadam. But still, she can’t!
“Oh, sama yang kemarin?” Tanya Sadam lagi.
Baru aja Sherryl menjawab pertanyaan Sadam, tiba-tiba aja handphone-nya berdering.
“Sebentar ya..” kata Sherryl ke Sadam yang hanya dibalas Sadam dengan anggukan.
Pembicaraan singkat namun bikin kesel setengah mati di telpon tadi ngebuat Sherryl bete. Hari ini dia ngga ada yang jemput. Dan mau ngga mau, ia harus naik taksi.
“Kenapa? Kok jadi bete gitu?”
“Gue ngga ada yang jemput. Yah, mau ngga mau naik taksi. Gue duluan ya, mau nyari taksi juga.” Jawab Sherryl.
“Yuk,bareng gue aja, gue anter.” Kata Sadam diikuti senyum simpelnya.
“serius?” Tanya Sherryl masih tak percaya.
Sadam mengangguk, kemudian berjalan mendahului Sherryl. Sherryl yang udah diajak dan ngga enak buat nolak karena tatapan Sadam tadi (bukan Sherryl murahan ya!) mengikuti Sadam dari belakang. Sesampainya di depan mobil Sadam, Sadam langsung masuk dan menstarter mobilnya. Sherryl pikir Sadam akan membukakan pintu penumpang untuknya, namun ia salah perkiraan. Jadilah siang itu, di kemacetan Jakarta, Sherryl di antar Sadam ke tempat les modellingnya yang ada di sekitar kemayoran.
“Tadi test nya bisa?” Tanya Sherryl membuka percakapan, daripada ia bingung sendiri harus ngapain.
“Yup. Gampang banget ko.” Jawab Sadam singkat sembari masih memperhatikan keruwetan jalan Jakarta, takut-takut Porsche nya lecet.
“ih, itu susah banget tau!” kata Sherryl dengan nada yang agak merajuk.
“Gampang tau. Itukan semuanya udah dipelajarin Sherryl.”
Sherryl menghela nafas, sedipelajarinnya tetep aja susah.
“Katanya lu ngga belajar? Ko tadi bisa ngumpulin duluan? Lu ranking satu ya di kelas?” Tanya Sherryl curious. Tapi… menurutnya Sadam ngga bisa dibilang cowok dengan tampang anak yang biasa ranking satu. Karena biasanya orang yang ranking satu identik dengan kacamata.
“Emang ngga belajar ko. Engga ko. Cuma ranking satu umum,hahaha.”
Mendengar penjelasan Sadam barusan, mau ngga mau Sherryl menganga. Sadam yang melihat ekspresi Sherryl Cuma bisa ketawa aja.
Sisa perjalanan mereka menuju kemayoran hanya diisi dengan lagu-lagu yang mengalun dari radio mobil Sadam.
Tak lama, akhirnya mereka sampai juga di tempat les nya Sherryl. Sherryl kemudian melepas seat belt nya kemudian menatap Sadam sebentar.
“Thanks ya, Einstein! Hahaha” kata Sherryl.
Tangan Sadam gatel banget buat nyubit pipi Sherryl namun ia masih belum berani. Sosok di depannya kali ini, benar-benar membuatnya penasaran setengah mati. Akhirnya Sadam memutuskan menjawab ledekan Sherryl itu dengan elusan lembut di kepala Sherryl.
“Sama-sama ya Ms. Sherryl.” Kata Sadam lembut.
Sherryl tertegun. Ia yakin pipinya sudah memerah. Ia ingin segera keluar dari mobil Sadam secepatnya.
“Gue..turun ya, thanks a lot.” Kata Sherryl.
Sadam tersenyum, kemudian melambaikan tangannya kearah Sherryl. Setelah Sherryl turun, Sadam menjalankan mobilnya menuju rumahnya.


You are the best thing I never had.”




To Be Continued.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar