Pages

Minggu, 29 Juli 2012

ORIGAMI ep.13


Tadi pagi Yosa mau ngomong apa? Sebelum dia nanyain tentang, well, gue sakit?  Batin Sadam dalam hati.

Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak 15 menit yang lalu. Namun Sadam masih terdiam di tempat duduknya. Actually, dia cuma mau nungguin Yosa doang. Mau minta penjelasan tentang kata-kata Yosa yang kepotong tadi pagi.
Well, sialnya, Yosa sok jagoan sih, pake mau nemenin si Sherryl segala. Jadi deh dia dihukum sampe 30 menit setelah jam pulang sekolah selesai. Dan, Shit! Sadam lupa kalo abangnya yang well emang ngasih hukuman secara sengaja itu ke Sherryl dan gak sengaja Yosa kebawa-bawa gak akan pernah ngebiarin orang yang lancang ke dia kabur begitu aja.
“Haaaah, Kampreeeeeet.”
Akhirnya Sadam langsung pergi gitu aja dari kelas berhubung dia juga baru inget dia ada janji buat… ah nevermind.
Baru aja Sadam mau ngelangkahin kakinya keluar dari kelas tercinta itu, ternyata nasibnya kurang baik. Ia langsung di tubruk sama Yosa yang kelihatannya lagi buru-buru banget.
“Aduuuh! Awas kek ah!” maki Yosa tanpa melihat siapa gerangan yang ia tabrak barusan.
Sadam hanya mengatupkan giginya rapat-rapat. Kesel, iya. Gondok banget, iya.
“Bukannya minta maaf malah diem aja, gak punya mu­­—“
Kata-kata Yosa terhenti ketika akhirnya ia menyadari siapa yang ia tabrak. Dan siapa yang sedari tadi ia omeli.
Sadam.
Sadam yang mukanya udah murka banget sama Yosa.
Yosa hanya bisa nyengir canggung sambil berancang-ancang untuk kabur dari ‘medan pertempuran’.
Tapi… terlambat.
“Bisa gak mulut lo gak usah kayak cewek lagi dapet, hah?!!” maki Sadam.
Yosa hanya bisa menundukkan kepalanya dalam-dalam.
“Ngapain lo nunduk? Yang nabrak siapa gua tanya? Siapa, Yos?!!”
Yosa makin dalam menundukkan kepalanya, seperti anak kecil yang ketakutan diomeli ibunya sendiri. 
Sadam menghirup udara agar masuk ke paru-parunya. Mencoba menenangkan amarahnya yang sempat meluap barusan.
“Tadi pagi lu mau ngomong apa?” tanya Sadam akhirnya. Namun kini nada suaranya sudah normal seperti biasanya. Like, there’s nothing among them.
Yosa langsung mengangkat kepalanya, dan mencoba untuk berani menatap mata Sadam.
“Ng…itu anak-anak nyuruh lu jadi kapten…” kata Yosa agak sedikit nggak yakin dengan perkataannya.
Kenapa nggak yakin? Well, Yosa awalnya nyantai aja dan malah bersemangat banget buat ngajak Sadam tanding basket satu jam setelah pulang sekolah. Tapi, semangat itu tiba-tiba hilang ketika dia ngeliat Sadam dengan muka pucatnya. Nggak tau kenapa tapi hati kecil Yosa bilang kalau Sadam nggak sehat. Nggak sehat banget malah. Maka dari itu ia langsung mengalihkan pembicaraan tadi pagi dengan nanyain keadaan Sadam.
“Kapten?” Tanya Sadam lagi, “Kapan main?”
“30 menit lagi main, Dam. Janjiannya sih kita sejam abis pulang sekolah.”
Sadam melihat jam tangan yang tepat berada di tangan kirinya. Nggak akan sempet, batinnya.
Yosa udah mulai ragu saat Sadam mulai melihat jam tangannya. Kebiasaan Sadam banget kalau emang ada sesuatu yang penting tapi juga nggak mau ngecewain permintaan temennya. Dalam kasus ini, Sadam ngga mau ngecewain Yosa, yang notabene sahabatnya sendiri. Sahabat sehidup…tapi nggak semati.
“Hm, kayaknya gue gak bisa deh…” kata Sadam akhirnya. Terdengar oleh Yosa sebersit nada penyesalan dalam setiap kata yang barusan aja dilontarkan oleh Sadam.
Yosa hanya tersenyum kalem, “ ya.. udah Dam. It’s alright ko. Next time bisa lah… lagipula ada si jangkung juga, nyantai ajaa.”
Sadam balik tersenyum, kemudian mengangguk.
Sorry banget Bro. ada acara nih soalnya.”
“Yo, gapapaa.”
Setelah itu, Sadam langsung pamit pulang duluan. Ninggalin Yosa yang masih mau siap-siap buat pertandingan yang akan ia jalani sebentar lagi.
***
Sadam melenggang santai melewati lapangan yang kelihatannya sudah rame dengan anak-anak yang siap buat tanding.
Oh ya, ngomong-ngomong Sherryl mana ya? Batinnya dalam hati.
Jelas aja dia nyariin keadaan Sherryl sekarang dimana. Soalnya pas tadi Yosa balik, dia nggak balik bareng Sherryl, jadi mungkin aja kan terjadi apa-apa sama Sherryl? Who knows, right?
Ketika Sadam ingin mengambil kunci mobilnya yang ia letakkan selalu di dalam tas, ia baru menyadari kalau sedari tadi tasnya terbuka. Nggak lebar sih, tapi lumayan bisa ngelolosin benda-benda kecil macem kunci mobilnya. Tapi untungnya aja kunci mobilnya masih diam di tempat terakhir kali Sadam letakkan.
“Woooi, bule!” teriak seseorang dari arah lapangan.
Ya, kadang-kadang Sadam dipanggil ‘bule’ sama temen-temennya karena perawakannya yang putih dan susah buat jadi gosong. Mau sepanas apapun, tetep aja jadinya paling merah doang mukanya kayak kepiting rebus.
Sadam mencari siapa gerangan yang memanggilnya. Gotcha! Fasa yang manggil.
Mau nggak mau Sadam nyamperin Fasa yang posisinya ada di dalem lapangan. Anak-anak lebih suka main di lapangan outdoor daripada lapangan indoor. Kata mereka kalau main di lapangan indoor nggak puas. Agak sedikit aneh sih.
“Yo, Wassup?” kata Sadam akhirnya setelah ia mencapai lapangan. Kini wajah pucatnya sedikit tersamarkan oleh rona merah yang mulai timbul di pipinya. Kebiasaan Sadam kalau udah kena matahari sedikit aja.
“Main yuk. 2 game aja. Gantiin si Ramon dulu Dam. Tadi dia pulang dan malah suruh jagain rumah dulu sama nyokapnya.” Kata Fasa singkat padat dan jelas.
Makin ngerasa nggak enak aja Sadam kalau dia kabur. Sebenernya mah kaburnya buat hal penting. Tapi kalau udah nyangkut masalah temen sama basket…..
“Yaudah. Tapi 2 game aja? Deal?” Sadam mengulurkan tangannya ke Fasa.
“Iye,” Fasa menyambut uluran tangan Sadam, “kapan sih gue bohong sama lu, Le?”
Sadam hanya nyengir dan langsung membuka seragamnya, mengganti dengan kaos yang selalu ia bawa di dalam tas sebagai kaos cadangan kalau terjadi hal terduga seperti diajak main basket tiba-tiba kayak gini.
Nggak lama, Yosa dateng.
Agak kaget juga Yosa ngeliat Sadam udah siap tempur gini. Padahal tadi kan Sadam udah minta maaf ke Yosa karena gak bisa ikut main.
“Bule! Lu jadi ikutan main?” teriak Yosa ke Sadam yang sedang pemanasan, mencoba memasukkan bola ke ring dengan lay up.
Sadam memandang ke arah sumber suara, kemudian nyengir boyish, “iya Yos, 2 game doang tapi. Gantiin si Ramon.” Kepalang nanggung lah, janjinya batalin aja udah, batin Sadam dalam hati.
“Oh, okee.” Balas Yosa mengiyakan.
Nggak lama setelah Yosa masuk buat pemanasan, tim lawan dateng. SMA GEMILANG. Sadam cuma bisa nyengir iblis.
Too easy man..” bisik Sadam ke Fasa.
We’ll see” balas Fasa.
Then,
GAME START!
***
Sherryl tadi ke kantin dulu untuk beli minum. Jelas banget dia haus setengah mati. Nggak sempet makan siang pula!
Gila juga ya itu guru, minta dimatiin kali! Batin Sherryl.
Sesampainya di kelas, ia langsung membereskan semua barang-barangnya. Ia teringat akan telpon dari kakaknya ketika ia sedang di kantin, bahwa nanti kakaknya yang akan menjemputnya. Mungkin, kakaknya sudah menunggu dari tadi.
Baru aja Sherryl ingin melangkahkan kakinya masuk ke dalam kelas sehabis dari kantin, tiba-tiba ia menemukan botol kapsul yang berisi obat. Sejenis obat yang emang buat orang yang… punya penyakit parah?
Di ambil lah kapsul obat itu sama Sherryl. Ia bingung itu obat apa. Lagipula sepinter apa sih Sherryl sampe mau nyari tau banget itu obat apa? Tapi ia terkejut ketika melihat siapa gerangan yang punya obat itu.
“Sadam?”
Tadi Sherryl sih ngeliat Sadam lagi main basket sama temen-temennya. Kelihatan semangat… tapi ada sesuatu yang ngebuat semangat Sadam seperti sedang menahan sakit. Dan bodohnya, temen-temennya pada ngga tau itu.
Langsung aja Sherryl men-dial nomer kakaknya.
“Halo?”
“Mas Robby, udah nyampe?” tanya Sherryl.
“Udah dari tadi, Mas ada di parkiran. Kenapa?”
“Mau nunggu sebentar? Aku ada urusan sama temen aku dulu nih…”
“Ng.. lama ngga?”
“Nggak ko.”
“Yaudah cepetan ya.”
Klik.
Dan saat itu juga Sherryl langsung bergegas menuju lapangan sekolah.
***
Tepat setelah game ke-2 berakhir, Ramon dateng.
Sadam bener-bener udah nggak kuat banget, tapi dia berusaha buat nggak tumbang di depan temen-temennya. Maka dari itu dia banyak banget menenggak air putih, lumayan lah buat ngilangin rasa sakitnya, sedikit.
Ngomong-ngomong masalah sakit, Sadam lupa meminum obatnya lagi. Langsung aja dia nyari obatnya tanpa sabar. Dia mengobrak-abrik tas nya, dan benda kecil itu, kapsul kecil itu nggak ada!
“sial.” Maki Sadam lebih ke dirinya sendiri.
Ia teringat akan tas nya yang terbuka tadi. Berarti kemungkinan yang amat sangat besar adalah kapsul obatnya terjatuh saat ia tadi bertubrukan dengan Yosa di depan kelas. What a great!
Ia langsung berlari melewati anak-anak yang lain, yang sedang siap-siap buat game ke-3.
Ketika ia sedang berlari menuju kelasnya melewati koridor anak senior, tiba-tiba perutnya terasa sakit banget. Sakit yang amat sangat luar biasa.
“Aaaargh!”
Tanpa Sadam sadari ia merintih kesakitan. Sadam sudah jatuh terduduk namun jalan menuju kelasnya masih lumayan jauh. Sadam yakin banget dia udah ngga bisa bangun lagi. Tidak tanpa obat itu.
oh, please God..” rintih Sadam yang kali ini mungkin hanya dirinya seorang yang bisa mendengar.
Tiba-tiba, seseorang datang dan menyodorkan sebotol air mineral dan juga obatnya yang ia cari. Ya obat yang hilang terjatuh tadi!
Tanpa melihat siapa yang memberikan obat itu ke dirinya, dan ia memang yakin itu obatnya, Sadam langsung mengambil botol kapsul obat itu, mengeluarkan 1 kapsul dan meminumnya dengan air mineral botol yang dibawakan juga oleh si ‘penyelamat hidup’ nya Sadam itu.
10 menit….
Akhirnya Sadam merasa kalau rasa sakit yang menyiksa itu hilang. Raut mukanya pun kini mulai terlihat normal kembali.
Masih tidak bisa melihat jernih siapa gerangan yang mengembalikan obatnya itu, ia langsung mengucapkan sesuatu dengan suara yang parau.
“mmh, thanks banget ya.”
Sherryl yang masih yakin kalau Sadam belum bener-bener sadar, cuma bisa menungguinya.
Dan Sherryl langsung mengirimkan sms ke Mas Robby untuk pulang duluan yang langsung dibalas 1 menit setelah ia kirim smsnya.
“Kalau emang lagi nggak sehat, kenapa ikut main basket sih, Dam?” kata Sherryl akhirnya yang murni khawatir atas kejadian yang menimpa Sadam ini.
Sadam yang udah mulai agak sadar mulai mengetahui siapa gerangan yang menyelamatinya tadi.
Sherryl.
Sekarang Sadam udah mulai pulih, dan cuma bisa nyengir boyish aja.
“walaupun gue gak tau lu sakit apa, dan mungkin gue gak berhak tau, harusnya lu bisa jaga diri lu.” Lanjut Sherryl masih dengan omelan khawatirnya.
Sadam cuma bisa tersenyum kalem. Dan hal itu membuat Sherryl ngerasa deg-degan.
Kenapa gue deg-degan? Batin Sherryl seraya menenangkan degup jantungnya yang bekerja 50 kali lebih cepat dari biasanya ini.
“Ko cuma senyum doang? Iih, udah ah gue mau pulang!” kata Sherryl akhirnya. Dan emang Sherryl udah bete kalau dia sudah ngasih perhatian ke orang itu, tapi malah nggak ditanggepin.
“Ngambek? Jangan ngambek gitu ah.” Kata Sadam akhirnya setelah ia bisa berdiri lagi.
Sherryl yang tadi posisinya udah membelakangi Sadam, kembali memutar balik badannya, untuk berpandangan dengan Sadam.
“Siapa juga yang ngambek.” Balas Sherryl ketus.
Sadam terkekeh, “ iya deh iyaaa.”
Dan tanpa pernah Sherryl sangka, Sadam tiba-tiba mengacak rambutnya. Gerakan halus yang selalu Sherryl suka dari seorang cowok, dibanding dengan kiss ataupun semacamnya.
Dan saat itu juga Sherryl frigid.
“Pulang sama siapa, Ryl?”
Kata-kata itu menyentak Sherryl kembali ke alam nyata. Ia mencoba menormalkan detak jantungnya, kemudian menjawab  pertanyaan Sadam.
“Taksi. Tadi udah ditinggal.” Balas Sherryl masih dengan nada betenya.
Sadam tersenyum, “yaudah, pasti ditinggal gara-gara gue. Bareng aja yuk pulangnya.”
“Ih pede banget. Gak mau ah, naik taksi aja.”
“Udah gapapa. Tunggu di parkiran ya, gue mau ambil tas dulu.”
“Dam! Gue naik tak—“
Percuma, kata-kata Sherryl nggak akan kedengeran sama Sadam karena Sadam udah berlari menuju lapangan.
“Yaudah deh.” Kata Sherryl akhirnya menyetujui, walaupun itu telat banget.
***
Sherryl berjalan sendirian menuju tempat parkir. Sebenarnya sih, ia lebih milih buat naik taksi aja, tapi tadi kata-kata Sadam seperti sesuatu yang emang nggak bisa buat dilanggar.
“Belum pulang, Sherryl?”
Sherryl kaget banget. Suara khas itu. Bau parfum khas itu. Bau dia!
Pak Nesa.
Mau apa sih dia? Batin Sherryl kesal.
“Iya Pak.” Jawab Sherryl, sambil mencoba menahan agar nada suaranya tidak terdengar emosi.
“Pulang sama siapa?” Tanya Pak Nesa lagi masih dengan nada yang sama, datar.
“Sadam.” Ups! Sherryl keceplosan. Saking kesalnya dia, dia sampe lupa kalau orang yang disebelahnya ini adalah kakak kandung Sadam!
Nesa yang mendengar itu agak terkejut. Iya agak terkejut kenapa adiknya bisa mengajak cewek ini pulang bareng dan kenapa adiknya belum pulang sampe jam segini? Tapi, Nesa menutupi keterkejutannya dengan sangat apik. Ia tidak mengeluarkan suara yang menandakan ia terkejut. Cukup batinnya saja yang terkejut.
“Oh ya? Kalian ada affair?
Sherryl yang emang daritadi posisinya mendahului guru sementaranya ini, hanya bisa berbalik ke arah guru itu, dan melongo terkejut.
What? Affair? Nggak lah.” Balasnya ketus.
Nesa hanya bisa tersenyum simpel namun sinis. Cukup menyeramkan.
Last day di sekolah Mahatma, well, see ya.
Tanpa terasa ternyata mengobrol dengan guru sementara super nyebelin kayak Pak Nesa membantunya lebih cepat mencapai parkiran tanpa harus sendirian.
Dan sampai Pak Nesa meninggalkan lapangan parkir SMA Mahatma dengan Nissan GTR-nya, Sadam belum nyampe juga.
“Sadam mana sih….”
5 menit kemudian, setelah lumayan lama menunggu dan kayaknya cukup puas buat menggerutu, tiba-tiba ada seseorang yang mengusap lembut rambutnya. Dan refleks, Sherryl mendongak ke atas. Melihat siapa gerangan yang berani mengusap kepalanya.
Sadam.
Untung sekarang sudah menginjak pukul setengah enam sore, rona wajah Sherryl yang bersemu merah terbiaskan oleh cahaya matahari terbenam. Jadi kecil kemungkinan Sadam bisa menyadari kalau Sherryl blushing. Dan kecil kemungkinan juga Sadam menyadari kalau Sherryl lagi deg-degan nggak jelas.
“Maaf ya lama. Tadi di ajak ngobrol dulu sih.” Kata Sadam membuka percakapan yang sedikit membuat Sherryl lega.
Sherryl Cuma bisa mengangguk. Ia masih speechless.
  “Lu tunggu sini, sebentaaar aja ya. Gue ambil mobil dulu.”
“umm, oke.” Hanya satu kata itu yang bisa keluar dari mulut Sherryl.
Dan sekali lagi, Sherryl ditinggal.
***
Alunan lagu simple plan berkumandang di seluruh mobil Sadam. Di antara mereka berdua, tidak ada yang mulai percakapan.
Sherryl yang bingung mau ngomongin apaan dan Sadam terlalu serius nyetir di kemacetan Jakarta hari ini.
“Ng…”
Sherryl merasa bersyukur, karena lagi-lagi Sadam akhirnya membuka mulutnya.
Thanks banget ya buat tadi.” Kata Sadam sambil terus menatap ke jalanan di depannya. Takut-takut Porsche 911 turbo-nya lecet. Kan males.
“Buat apa?” Tanya Sherryl clueless.
“Obat. You just save my life.
Oh.. no worries.” Balas Sherryl.
Kemudian hening menyelimuti mereka lagi. Namun, 10 menit  kemudian, Sherryl mencoba mengajak bicara Sadam.
“Emm, kalau boleh tau, emang lu sakit apa Dam?”
Sadam agak terkejut mendengar pertanyaan yang dilontarkan Sherryl. Namun keterkejutannya itu hanya ia ekspresikan dengan menaikkan sebelah alisnya saja. Sesuatu yang ngga disadari Sherryl sama sekali.
“Ngga apa-apa ko. Cuma kalau telat makan ya jadinya kayak tadi,hehe” balas Sadam dengan sedikit tawa khasnya. Tawa renyahnya.
“Oh iya,” Sadam tiba-tiba mengalihkan pembicaraannya, “hari ini hari terakhir lu ya di Mahatma? Wah, pasti besok Yosa sedih banget tuh!”
Sherryl mengernyitkan keningnya, “sedih kenapa?”
“Iya, belum sempet modus sama lu, udah ditinggal pergi,hahahaha.”
Sherryl memutar bolah matanya, “ ya.. ya.. terserah lu aja deh.”
“Jangan ngambeeeek ah, jelek tau!” Balas Sadam diikuti gerakan tangannya mencoba mencubit hidung Sherryl.
Lagi-lagi, sebuah perlakuan kecil yang dilakukan Sadam membuat Sherryl bungkam.
“Ih Sadaam, apaan sih?” Sherryl membalas perlakuan Sadam dengan memukul bahu kiri Sadam. Namun, sebelum sempat menarik tangannya lagi, Sadam sudah mengenggam tangan kecilnya.
“Just…stay like this. I’ll be fine if we always like this.”
Sherryl tertegun akan perkataan Sadam. Maksudnya apa? Mereka baru kenal 2 minggu. Itupun mereka nggak deket. Cuma beberapa kali Sherryl ketemu,ngobrol,bahkan dianter pulang pun baru 2 kali. Tapi Sadam ko?
“Dam….” Sherryl berusaha melepaskan tangannya dari genggaman tangan Sadam, namun ia tidak bisa. Genggaman tangan Sadam terlalu kuat.
Sadam yang menyadari ketidaknyamanan Sherryl, serta merta melepas tangan Sherryl.
“Sorry.”
“umm… it’s okay.”
Kemudian hening lagi.
“Ryl, gue mau jujur nih sama lu.”
Sherryl mulai deg-degan lagi, tadi aja jantungnya serasa udah mau copot, gimana sekarang?!
“a—apa?” balas Sherryl terbata.
“Gue udah tertarik sama lu dari sebelum lu ke Mahatma. Yaa.. lu inget lah kasus awalnya gue ngajak kenalan? Yosa yang ngasih tau gue tentang lu. Agak temen makan temen juga sih gue, sedikit.”
Sherryl berdeham, “and then?”
“Then.. the more I spend my time with you. The more I like you.” Papar Sadam lugas. Untung ini udah malem, bisa-bisa Sherryl ngetawain dia kalau tau sekarang muka Sadam bener-bener kayak kepiting rebus!
Sherryl shock.
Kemudian sekali lagi ia berdeham, “hahaha. Gombal banget siih Dam!”
“Hey I’m serious!” balas Sadam nggak mau di bilang kalau dia lagi ngegombal.
“Ng…okaaay.”
“Jadi…lo mau nggak ngejalanin sama gue?” akhirnya kata itu terucapkan juga dari mulut Sadam.
“Maksudnya?” tanya Sherryl pura-pura nggak mengerti maksud Sadam.
“Ya… mau nggak ngejalanin sama gue? Saling mengenal satu sama lain lebih deket?” Jelas Sadam.
Sherryl bingung menjawab ini semua. Ia belum yakin dengan perasaannya. Tapi cuma Sadam yang bisa bikin dia merasa terbang.
“Gue….gatau Dam…”
“Just give me the answer, Ryl. You want it or…not?” agak sedikit memaksa emang, tapi mau gimana?
I’ll try.

To Be Continued.

Senin, 16 Juli 2012

ORIGAMI ep.12


Pagi-pagi, seperti biasa, tuan-ranking satu umum- udah sampe di kelasnya, siapa lagi kalau bukan Sadam. Sherryl yang jadi kebiasa sama pemandangan itu berusaha cuek ngeliat dia. Tapi, Sadam pun ngangkat kepalanya dan natap Sherryl sebentar, ninggalin buku catatan yang lagi dia baca.
“Pagi, “ sapanya singkat.
Sherryl pun mau gak mau ngelirik juga ke arahnya. Sebuah senyum simpul Sadam tampilkan buat Sherryl, tulus. Sherryl malah berbalik salah tingkah. Dia Cuma bisa narik satu sisi bibirnya ke samping. Dia buru-buru ngeloyor ke bangku biasa dia duduk sendirian, dibelakang bangku Sadam dan sohib karibnya, Yosa. Untuk beberapa menit, kelas itu dirundung sepi. Gak ada yang mau buka percakapan lagi, baik Sherryl ataupun Sadam.
Tapi, keadaan itu gak bertahan lama, Yosa dan gengnya, yang juga merupakan temen main nya Sadam, datang dengan rusuhnya. Sherryl Cuma bisa muter bola matanya 360 derajat. Dan, seperti biasanya juga, dia teriak antusias ke arah Sherryl yang bikin Sherryl nutup kupingnya dengan headset yang disambung ke handphone nya,berusaha terlihat acuh tak acuh.
“Good Morning, Princess. Tadi udah senyum belom?” goda Yosa yang langsung ngelempar tasnya di bangku sebelah Sadam.
Diam-diam, Sadam nyengir geli denger Yosa ngolok-ngolok Sherryl kayak biasanya. Yosa emang gerah sama sikap Sherryl yang cuek.
“Nih orang gak bisa apa manfaatin mukanya yang kiyut itu? Masih bagus dikasih muka imut.” Cibirnya.
Sherryl denger itu, tapi pura-pura gak denger aja. Kupingnya udah kebal sama ocehan cowok yang satu itu. Gagal dapet perhatian dari cewek yang ditaksir dia itu, Yosa balik ke tempat duduknya.
“Dam, ntar lo jadi kap…”
Kata-katanya itu terhenti saat ngeliat sesuatu yang beda dari muka sahabat karibnya itu.ia sampai merendahkan kepalanya sedikit, berusaha ngintip muka yang tersembunyi karena Sadam masih serius baca. Dan dia yakin banget kalo sohibnya itu pucet pasi seputih susu, walaupun emang dia emang udah putih dari sananya.
“lo sakit,dam?”
“eh? Apa? Pucet apaan? Gue ga kenapa-napa kok.”
Sadam lekas membasahi bibirnya dan menggigitnya sedikit biar keliatan lebih merah.
“yaa..pucet aja gitu.”tukas Yosa. Ia berusaha menganggap Sadam baik-baik saja seperti yang Sadam bilang. Kemudian, satu ide jahil terlintas di pikirannya. Apalagi kalau bukan buat modusin Sherryl.
“dam, gue duduk sama Sherryl ya.”pinta Yosa sambil menaik-naikkan alisnya beberapa kali. Sadam hampir aja ketawa sampe muncrat ngeliatnya.
“yaudah sono lu. Dasar genit lu, yos!”
Yosa pun langsung mindahin tasnya ke meja belakang mereka. Sherryl yang lagi asik twitteran lekas menoleh ke sampingnya dan menolak mentah-mentah Yosa.
Tapi terlambat…..
Pak Nesa keburu dateng dan seluruh kelas langsung tutup mulut. Kalau Sherryl masih aja berdebat sama Yosa, nanti pasti guru killer itu nyari gara-gara lagi sama dia. Sherryl nyadar banget nih guru gasuka kayaknya sama dia, entah kenapa.
“yak…seperti biasa. Pre test.” Ucap guru baru yang jadi idaman satu sekolah, gak murid-muridnya, gak guru-gurunya.
“yaaaaaah,pak. Gak bosen apa,pak pre test melulu.” celoteh Yosa.
“enggak dong, mau pinter kan? Kamu yang harusnya nelen soal-soal itu, bukannya soal itu yang nelen kamu. Ya kan, Sadam? Sherryl?”
Mereka berdua langsung natap terpaku ke arah guru itu.
Apa sih? Mau ngebandingin gue sama Sadam gitu ceritanya
Tak ada satu pun dari mereka berdua yang ngejawab pertanyaan guru itu, toh guru itu juga gak ngarep jawaban kayaknya. Selesai ngebagiin soal ke 26 murid di kelas itu, Nesa langsung memasang stopwatch di handphone nya.
“15 menit dari sekarang ya, adek-adek.” Perintahnya
lima menit pertama, sunyi. Semua murid masih sibuk ngebaca soalnya. Ada yang mulai dari nomor lima ada yang dari nomor pertama. Sherryl milih yang paling terakhir, dia kira bakal lebih gampang daripada yang awal-awal tapi, kayaknya sama aja. Dia aja gak ngerti maksud soalnya. Waktu ngelirik ke samping, diliatnya Yosa udah mulai nyoret-nyoret aja. Sok serius lagi. Geregetan banget gitu kayaknya ngerjainnya. Berbanding sama Sadam, yang anteng-anteng aja ngerjainnya.
sepuluh menit berlalu….
Sherryl baru berhasil ngerjain tiga soal, itu juga yang satu gak selesai karena angkanya gak bagus, banyak komanya. Sherryl udah keburu males duluan ngeliatnya. Yang satu lebih parah. Dia cuma nulis ulang soalnya dengan kalimat matematika dan caranya doang. Sementara itu, Sadam tiba-tiba berdiri dan ngumpulin.
Beberapa siswa cowok yang juga temennya Sadam langsung berdeham gak jelas. Tiba-tiba Yosa udah ngoper selembar kertas ke barisan sebelahnya. Entah kertas itu darimana.
“ryl, nih cepetan salin aja. Gue dapet dari Sadam kok.”bisiknya sambil nyodor-nyodorin kertasnya ke Sherryl.”
“apaan sih?” keluh Sherryl
“udah, cepetan nih liat. Bentar lagi.” Paksa Yosa sekali lagi.
“apaan sih, ganggu aja lu. Udah tau gue pusing.”kata Sherryl gak lebih dari sekedar bisikan.
Tapi, ternyata Pak Nesa udah di belakang mereka aja, secara meja itu yang paling belakang di barisannya.
“hayoloh! Ketauan kan!” kejutnya
Yosa langsung mati kutu saat itu juga sambil ngelus-ngelus dadanya karena saking kagetnya. Sama juga sama Sherryl yang nepok jidatnya. Rusuh emang nih cowok satu ini. Dalem hati, Sherryl udah ngutuk Yosa abis-abisan.
“Udah sini,kumpulin semuanya. Gue korting satu menit gara-gara dua temen kalian ini.” umumnya.
Sambil nyikut Yosa, Sherryl dengan berat hati ngumpulin pre test yang ga terselesaikannya, lagi.
“kamu, langsung ke lapangan aja. Tau kan tiang bendera dimana? Atau kertas kamu mau saya robek? Atau dibakar? Saya bawa korek nih”
Yosa dan Sherryl saling pandang.
“saya?” tanya mereka bersamaan.
“iya kamu,,,,, “kata Pak Nesa sambil nerima kertas-kertas dari murid lainnya.
“kamu, Sherryl Pevita Hardiningtyas.” Tegasnya.
Mata sherryl langsung berubah jadi lebih belo dua kali lipat. Harusnya kan Yosa yang dihukum, kenapa sih dia lagi yang kena? Dendam amat nih guru sama dia. Yosa pun bingung. Dia nyoba yakinin guru yang kepalanya sekeras batu yang satu ini kalau seharusnya dia yang dihukum.
“tapi,pak… saya yang salah. Kenapa dia yang dihukum?”
“ya terserah saya dong, kan saya gurunya. Kamu mau jadi gurunya, nih periksa semuanya, kerjain tugas-tugas saya semuanya.” Ucap Nesa cuek.
Sherryl pun langsung berbalik, ga berhenti sekalipun dia nabrak pundak Yosa.
“Yosa Mahendra, liat aja lo nanti!” geramnya tertahan.
Tentu aja pemandangan jarang kayak gini, ga mungkin dilewatin sama seluruh penghuni SMA Mahatma. Sherryl terpaksa hormat bendera dan ngejatuhin harga dirinya sebagai model, siswa pindahan yang lolos tes seleksi pertukaran pelajar, demi kesalahan cowok rese yang bernama Yosa itu.
Tiba-tiba, Yosa dateng dan ikut hormat di sebelahnya. Walaupn dia tahu, hari ini tim basket SMA Mahatma ada pertandingan babak penyisihan lomba basket se-Jabodetabek, dan tebak… hari ini harusnya dia yang jadi kaptennya. Tapi, dia ngehibahin jabatan itu ke Sadam. Tanpa tahu, kalau sebenernya Sadam lagi kesakitan.
“gausah sok baik. Pergi lo sana! Bikin gue sial aja lo!”
“emang gue disini buat ngebela lu? Gue Cuma mau bertanggung jawab atas kesalahan gue doang kok. Salah?”
“salah! Selama lo masih deket-deket gue, lo salah!”
Satu detik kemudian, terdengar suara tepuk tangan dari lantai dua. Mereka berdua dan beberapa orang lain mendongak ke atas.
“mana hormat kalian sama bendera merah putih? Masih bisa ngobrol sambil ngangkat tangan, hormat gabener gitu. Sudut 45 derajat! Sampai jam 5 ya!” teriak guru killer itu, untung ganteng.
Sherryl pun menggeram sendiri lagi, bener kan? dia sial lagi gara-gara nih cowo. Ditambah lagi, dia bakal telat masuk kelas bahasa Jermannya yang harusnya dimulai jam empat.
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
Jam lima teng!
Sherryl buru-buru ngeloyor pergi tanpa ngindahin kata-kata Yosa lagi. Ga lagi-lagi deh.
Tiba-tiba ponsel Sherryl berdering…
“Halo.”
“Sherryl, Mas Robby yang jemput kamu. Kamu udah selesai kan dihukumnya? Bentar lagi Mas nyampe. Tunggu depan gerbang ya?”
Suara lembut kakak laki-lakinya mengalir sampai ke telinga Sherryl. Cukup, buat ngilangin bete nya sepanjang hari ini.
“Sip.” Jawabnya singkat mengakhiri percakapan itu.
Sebenernya, jantung Robby berpacu sangat cepat, mengkhawatirkan nasib adiknya. Adiknya gatau kalau bahaya ada di dekatnya dan punya kuasa untuk menyakitinya.


To be Continued.