Pages

Jumat, 30 Maret 2012

ORIGAMI ep.10

Yosa dan Sherryl.

Semua adegan yang baru beberapa menit lalu di lihat oleh Sadam masih membekas di ingatannya. Apa yang dilakukan Yosa ya? Nawarin Sherryl buat pulang bareng? But for what? Apa….Yosa juga suka sama Sherryl?

Sadam tau kejadian itu semua karena ia melihat dengan matanya sendiri. Berawal dari keisengan dia mampir ke rumah Yosa, yang ternyata ngga membuahkan hasil. Yap, Sadam baru inget kalo Yosa tiap hari Kamis selalu ada les gitar klasik. Alhasil, karena bingung mau kemana, iseng-iseng dia ke tempat les modeling Sherryl.

Sadam teringat bahwa tadi siang, saat Sherryl diantar olehnya ke tempat les-nya, Sherryl berkata bahwa ia biasanya pulang sekitar pukul 8 malam, dan tentunya malam ini ia ngga akan dijemput. Sadam berangkat dari rumah Yosa kira-kira pukul setengah 7. Tapi ngga disangka, ternyata jalan menuju tempat  les Sherryl akan macet. Shoot! He forgot!

Its Rush Hours baby, Damn ya. “ Gumam Sadam.

Daripada semakin bete, Sadam mencoba menenangkan hatinya dengan menyetel lagu Depapepe di CD player-nya. Gara-gara macet, Sadam baru nyampe di tempat les Sherryl pukul 9 malam. Sadam enggan turun, jadi ia memutuskan untuk diam di dalam mobil dan berharap Sherryl keluar. Namun sepertinya usahanya menunggu ‘bidadari’ nya sia-sia belaka.

Ia melihat seseorang berpakaian rapi ala supir pribadi melangkah keluar dengan raut cemas. Dan baru ia sadari kalau itu adalah supir Sherryl. Dari mana Sadam tau? Ya karena Sadam pernah melihat mobil persis seperti yang terparkir di depan mobilnya ini sewaktu ia pulang sekolah. And it’s true, ini mobil Sherryl. Soalnya plat nomer di mobil ini sama dengan plat nomer yang ia selalu ingat. Untuk yang satu ini, jangan tanya kenapa dan tau dari mana. 

Mengetahui kenyataan bahwa ia ngga akan bertemu dengan Sherryl, akhirnya Sadam mulai menghidupkan mesin mobilnya dan melajukan mobilnya menuju arah rumahnya. Tepat ketika ia sedang melajukan mobilnya, ia melihat sosok yang ia tunggu sedari tadi.

Sendirian berjalan di trotoar, Sadam memutuskan untuk langsung menghampirinya dan mengajaknya pulang bareng. Namun baru saja ia ingin menghampiri Sherryl, Sadam kecolongan start oleh seorang cowok yang menaiki sepeda motor. Dan Sadam hapal betul siapa pemilik sepeda motor seperti itu.

Sherryl dan pemilik sepeda motor itu tampak sedang berargumen namun kelihatannya tampak akrab. Sampai pada puncaknya ketika Sherryl duduk di belakang pengemudi motor tersebut, kemudian mereka pergi dan hilang dari pandangan Sadam.

Sadam tersenyum, kemudian menghela nafas.

“Is it real, Yos? You kidding me, right? Haha.”

Setelah melihat kejadian barusan, Sadam langsung menggas mobilnya menuju rumahnya yang memang terletak tidak jauh dari tempat kejadian barusan.

***

Keesokan harinya Sadam datang seperti biasanya. Tidak seperti kemarin. Dan ia berniat untuk tidak bertanya apapun tentang semalam kepada Yosa sebelum ia berniat menceritakan sendiri kepada Sadam.

Sadam berniat untuk poker face hari ini. Walau terdengar agak jahat, tapi ia tak mau Yosa mencurigainya.
Sesampainya di kelas, Sadam langsung menaruh pandangannya pada tempat duduk yang selama ini ia tempati. Kursi sebelahnya sudah terisi, berarti kunyuk yang satu itu udah dateng, batinnya. Sadam melangkah santai menuju bangkunya sembari mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kelas. Dan tatapan ia beradu dengan tatapan Sherryl. Sadam melihat Sherryl sedang tersenyum ke arahnya, dan Sadam membalas senyuman manis itu.

Baru saja Sadam meletakkan tas-nya, bel tanda masuk pun berbunyi. Ia urungkan niatannya untuk ke kantin membeli cemilan karena jam pertama adalah jam kakak-nya. Oh ya, guru-guru muda nan kece-kece masih mengajar sampai minggu depan.

5 menit setelah bel, Yosa masuk ke dalam kelas bersamaan dengan Yudha.

“Weh bos! Kapan dateng?” sapa Yosa ke Sadam.

Sadam hanya menganggukan kepalanya singkat kemudian menjawab pertanyaan Yosa seadanya.

“Belom lama Yos.”

Pas banget setelah Sadam menjawab pertanyaan Yosa, guru MTK killer itu masuk.

Sang ketua kelas di kelas Sadam menyiapkan anak-anak sekelas agar tertib. Baru saja anak-anak selesai berdoa supaya tidak ada sesuatu yang membuat syok hari ini, tiba-tiba Pak Nesa memberikan surprise yang amat sangat luar biasa.

“Ada kertas ulangan?” kata Pak Nesa.

Semuanya bingung sejadi-jadinya. Mau apa ini guru?

Rayan, sebagai yang bertanggung jawab atas semua keperluan kelas menjawab seadanya, “ Ada Pak, ada di lemari.”

Pak Nesa langsung berjalan kea rah lemari tanpa banyak bicara seperti biasanya. Tanpa banyak nyap-nyap seperti biasanya. Anak-anak sudah menyiapkan keperluan yang dibutuhkan untuk pelajaran ini, namun tiba-tiba, bagaikan sambaran petir di siang bolong, dengan entengnya Pak Nesa mengatakan sesuatu yang bisa membunuh anak-anak satu kelas.

“Bagikan kertas ulangannya.” Katanya tanpa bisa dibantah.

Rayan menurut saja daripada ia kena omel sama guru yang satu ini. Guru yang ia akui sebagai guru terkece sepanjang ia belajar di sekolah ini memang ngga bisa berhenti untuk mengeluarkan kata-kata yang cukup bikin nyesek hati orang kalau lagi ngajar. Di luar jam belajar? Jangan tanya! Bahkan guru ini mau aja diajak curhat!
Semua orang sudah mendapat jatah kertas ulangan. Mereka kira cuma kuis tentang pelajaran sebelumnya, namun mereka salah besar!

Tiba-tiba saja, guru kece itu mengeluarkan kertas-kertas yang dibagi menjadi 4 bagian. Anak-anak makin bingung apa maksudnya.

“Kalian ada 32 siswa kan? Masuk semua hari ini?” tanyanya masih mengitung jumlah kertas yang ia bawa.

“Masuk Pak.” Jawab Ryan, sang ketua kelas.

“Oke. Absen kalian menentukan soal yang akan kalian ambil. Absen 1 mengambil soal A, 2 soal B, 3 soal C, dan 4 soal D. begitu juga seterusnya.”

Mereka semua menuruti perintah Pak Nesa tanpa banyak omong. Ketika mereka sudah mengambil semua lembaran soal sesuai perintah, mereka amat sangat syok. 50 soal berbeda di tiap lembaran soal dan parahnya  soalnya adalah soal-soal pelajaran 3 bab yang baru mereka pelajari.

“Saya tau kalian pintar-pintar, jadi kerjakan semuanya dalam waktu kurang dari 1 jam.”

Sekelas hening…. Jujur aja, dalam hati mereka ingin meneriakkan “WOOOOOI ANJRIT TUH GURU, LO PIKIR OTAK KITA OTAK EINSTEIN?!” tapi jelas aja mereka ngga berani. Kalau mereka berani ngomong kayak gitu, bisa mati di caci maki sama guru yang satu ini.

“Pak, ini soal kan banyak, 1 jam emang cukup? We have plenty of time.”

Suara itu memecah keheningan kelas. Dan itu suara Sadam. Orang yang pastinya ngga akan pernah protes kalau dikasih soal sebanyak apapun.

Pak Nesa langsung menatapnya sengit, kemudian mulai angkat bicara, namun nadanya tidak ada siratan ejekan atau apapun, just casual.

“Bukannya kamu pinter? Harusnya kamu bisa mengerjakannya bukan?”

“Ini bukan masalah saya pinter atau apa. Tapi orang sepinter apapun ngga akan bisa menyelesaikan 50 soal dalam 1 jam sedangkan cara juga harus di tulis.” Balas Sadam sengit membuat temen-temennya menahan nafas karena mereka memprediksi akan adanya perang di kelas ini.

Tatapan Pak Nesa yang tadinya sinis berubah menjadi normal, “ Ya sudah, do as you want.”
Semuanya tanpa sadar langsung menghela nafas lega, kemudian mulai mengerjakan soal-soal laknat bin biadab tersebut.

***

Bel istirahat sudah berbunyi sekitar 5 menit yang lalu, namun belum ada satu orangpun yang keluar dari kelas. Mereka semua masih syok dengan ulangan MTK. Padahal pelajaran itu sudah terlewati dan yang baru saja dipelajari oleh mereka sebelum istirahat adalah pelajaran Biologi. Tapi tetep aja. Mereka masih nyesek. Rata-rata anak sekelas cuma bisa mengerjakan maksimal 30 soal, dan kalau itu betul semua, tetep aja mereka remed.

“Haah, guru gila.” Gumam Yosa.

Sadam yang sedari tadi santai sambil memainkan gitar punya siapa dia juga ngga tau, hanya menengok sekilas 
ke arah Yosa kemudian lanjut memainkan melod di gitar yang ia pegang.

“Dam, tadi lo keisi berapa? Lo dapet soal apa?” tanya Yosa.

Sadam yang lagi memainkan melod lagu DEPAPEPE yang judulnya ‘Ready! Go!’ menghentikan permainan musiknya kemudian menjawab pertanyaan Yosa.

“Lo berapa? Gue soal D.”

Yosa menghela nafas, panjang, “38 meeen, untung gue soal C, kaga susah-susah amat. Serius lo soal D? itukan mantep banget angkanya.”

“Emang, laknat tuh soal. Nyesek banget gue keisi 49 soal. Padahal satu soal lagi tuh.” Kata Sadam santai.

“Dasar emang lo Einstein.” Decak Yosa.

“Gak, gue biasa aja.” Balas Sadam,singkat.

“Ntar sore basket gak Dam? Anak-anak ngajakin tuh!” kata Yosa akhirnya baru teringat yang ia obrolkan di kantin tadi pagi bersama teman-teman ngegilanya.

Sadam menatap Yosa, kemudian ia mengernyitkan keningnya, “ Basket? Sampe jam berapa? Gue ada les saxo nih.”

Yosa mengedikkan bahunya, “ don’t know. Udah main 1 game aja abis itu balik.”

“Yaudah.” Jawab Sadam datar, kemudian ia larut lagi dalam permainan gitarnya.

***
Oke, hari ini panasnya nyengat abis, batin Sadam.

Semuanya sudah berkumpul di lapangan. Ramon dan Andhika sedang kabur ke kantin buat beli minum, disuruh anak-anak pastinya.

As usual, karena kurangnya orang, mereka main 3 on 3. Dan seperti yang Yosa katakana tadi pas istirahat di kelas kepada Sadam, Sadam hanya main 1 game. Jadilah game yang baru saja dimulai ini diawali dengan masuknya Sadam ke lapangan.

Di pinggir lapangan? Jangan ditanya. Cewek-cewek udah pada ngantri buat ngeliatin aksi mereka semua. Buat yang senior ikutan main juga, makanya makin rame.

First Game Start.

Awalnya tim senior benar-benar bermain agresif, dan ofensif, tapi lama kelamaan mereka jadi main defensive. Jelas aja, kalau ada Sadam, semuanya akan beda. Tim middle class mendapat poin lebih tinggi dari anak senior karena Sadam selalu dapet kesempatan yang ngga pernah ia sia-siakan. Mau itu Dunk, lay up, ataupun Three point.

Pukul 4 pas, game pertama selesai, yang menandakan Sadam harus cepet-cepet ke tempat les saxophone-nya. Sadam izin balik ke yang lainnya dan ia langsung cabut.

Ketika ia sedang jalan melewati lobby sambil memainkan kunci mobilnya, ia melihat Sherryl sedang duduk di kursi di depan lobby. Sadam yang merasa udah kenal sama Sherryl berinisiatif untuk bertanya.

“Hey.”

Sapaan Sadam kontan membuat Sherryl agak terlonjak sedikit karena kaget.

“Oh, hey.”

“Belum balik?” tanya Sadam casual.

You see? Gue masih disini berarti gue belum pulang.” Balas Sherryl singkat.

Lagi dan lagi, Sadam mengagetkan Sherryl dengan duduk disebelahnya. Dan tanpa Sadar tangan mereka bersentuhan.

Dan tentu saja, sentuhan kecil itu membuat Sherryl merasakan kupu-kupu sedang menari di perutnya.

“Dijemput siapa?”

“Kakak gue,Dam.”

“Lo di sini tinggal seminggu lagi ya?” tanya Sadam kini menatap mata indah Sherryl.

Sherryl mengangguk,”akhirnya penderitaan gue selesai juga.”

Sadam mengernyitkan dahinya, tanda ia bingung, “ maksudnya apa deh? Agak ngga ngerti gue sama perumpamaan lu barusan Ryl,hehe.”

Sherryl menghela nafas, “ iya… akhrinya penderitaan gue berhenti sampai minggu depan. Anak-anak disini unexpected banget. Semuanya pinter-pinter dan berbakat semua, gue jadi minder,haha.”

“Really? Emangnya di sekolah lu engga?” tanya Sadam curious akan perkataan Sherryl barusan.

“Di sekolah gue sih gitu juga, tapi ya kalau emang lu ngga bisa apa-apa, emang bener-bener ngga bisa apa-apa. Beda sama disini.”

Sadam mengangguk, walaupun agak susah dicerna maksud perkataan Sherryl barusan, tapi Sadam mengerti maksud Sherryl.

“Cita-cita lu mau jadi apa Dam?” Tanya Sherryl memecah keheningan yang terjadi beberapa detik diantara mereka itu.

Sadam mengalihkan pandangannya dari lapangan basket ke wajah Sherryl yang kontan aja membuat Sherryl blushing karena Sadam lagi ganteng banget.

“Gue? Ngga tau. Gue mau jadi pebisnis handal kayak bokap, tapi gatau deh.” Jawab Sadam diikuti senyuman kecut.

Sherryl melihat keputusasaan di wajah Sadam itu, tapi ia tidak bisa mengartikan apa maksud dari semua itu.

“Kenapa ngga tau? Secara lu kan pinter dan berbakat. You can get what you want.”

“Pinter dan berbakat bukan segalanya. Semua yang udah gue dapet sekarang bakal useless. Cuma waktu yang gue butuhin sekarang. Waktu yang lebih lama.”

Setelah menyelesaikan kalimat itu, tiba-tiba muka Sadam langsung terlihat murung. Sherryl melihat jelas sekali kepedihan di wajah itu. Namun Sherryl tidak berani bertanya, who’s she?

Tiba-tiba aja, Mas Nesa keluar melewati lobby. Dan ia kaget akan pemandangan yang ia lihat. Adiknya sedang duduk termenung disebelah cewek cantik. Iya, cewek cantik dari cowok pembunuh.

“Dam, ngga pulang?” kata Mas Nesa yang membuat Sadam kembali ke kenyataan.

“Eh, ngga,Pak.” Jawab Sadam sekenanya.

Mas Nesa memutar bola matanya, “Udah pulang sekolah, panggil Mas aja.”

Sherryl bingung bukan main akan kedua sosok ini. Maksudnya Pak Nesa apa dengan menyuruh Sadam memanggilnya dengan Mas?

Baru saja Sherryl ingin bertanya apa yang terjadi antara kedua orang ini, tiba-tiba saja kakaknya masuk sambil tergesa-gesa.

“Ryl, maaf, tadi macet banget.” Kata Robby.

Robby tidak menyadari ada sepasang mata yang menatapnya penuh dengan tatapan membunuh.

“Iya kak, gapapa. Dam, kenalin, kakak gue.” Kata Sherryl memperkenalkan kakanya ke Sadam.

“Sadam.”

“Robby.” Balas Robby. Namun ketika ia melihat siapa gerangan yang ada di sebelah Sadam, bulu kuduk Robby langsung bergidik ngeri.

Dengan wajah polosnya, Mas Nesa mohon pamit ke semuanya.

“Yuk balik.” Ajak Robby namun tidak seriang ketika ia datang.

Sherryl mengangguk menurut, “Yuk Dam, balik ya.”

“Yo.”

Setelah Sherryl pergi meninggalkan Sadam bersama kakaknya yang bernama Robby, Sadam juga langsung berlari ke arah mobilnya yang terletak di parkiran sekolah.

“Mati. Telat gue.” Kata Sadam mengumpat.
***
Nesa geram sekali melihat kehadiran Robby tadi. Ingin rasanya ia menonjok Robby saat itu juga kalau tidak ada Sadam dan Sherryl disana.

Oh right, semuanya jadi ribet.

Kalau aksi balas dendamnya ingin benar-benar dilanjutkan, ia akan menyakiti hati adik kandungnya yang amat sangat ia sayangi, Sadam tentunya.

Well, it’s because he likes Sherryl! Damn ya!

“Kenapa juga Sadam suka sama adeknya bajingan?!” maki Nesa berkali-kali dalam perjalanan menuju kantor ayahnya di Sudirman.

Namun semuanya sudah terlambat. Kalau ingin dihentikan sekarang juga pertama.

Semuanya sudah siap. Rencananya pun sudah rapi terbuat di otaknya. Walaupun harus menyakiti hati adiknya sendiri, Nesa tidak peduli. Rasa kehilangan yang selama ini ia rasakan tidak sebanding dengan cinta roman picisan yang adiknya kini rasakan. Persetan dengan roman picisan.

Show must go on.” Kata Nesa dengan senyum devilish yang mulai terpatri di wajahnya.

Yeah, the show is started. It’s started now.


To Be Continued.

Selasa, 27 Maret 2012

Stardust #3

“Nama lengkapnya Arallya Sheira Kaira. Kelas 10-A. Dia salah satu MVP di tim basket sekolah kita. Anaknya asik, cuek, dan ga snob walaupun bokapnya orang penting di salah satu international company di Indonesia. Oh ya, dan satu lagi, ini yang penting....” Rafly jeda sejenak, “dia masih single bos.” Rafli mengakhiri ‘laporan’nya dengan senyum puas. Firaz yang mendengar itu hanya mengangguk sambil mengaduk minumannya.

Orang yang sedang mereka bicarakan, melewati meja mereka sambil tertawa bersama teman ceweknya dan Rama. Firaz menduga teman ceweknya itu adalah pacar Rama, karena Firaz sempat melihat Rama mengelus kepala cewek itu mesra.

Huuh.... gue kira kemaren Ara pacar Rama.

Bertemu Rama kemarin, mengingatkannya akan Keysha. Cewek yang sanggup menggetarkan hatinya beberapa tahun silam. Sifat Ara sangat mirip dengan Keysha. Cuek, berisik, dan sorot indah matanya ingin Firaz miliki. Mungkin itulah mengapa Ara sanggup membuat Firaz menaruh perhatian padanya. Padahal, sudah sekitar dua tahun Firaz menutup mata terhadap cewek yang ingin dekat dengannya. Dua tahun itu, ia masih merasa belum ingin melepaskan Keysha dari hatinya. Namun, kali ini Firaz ingin membuka lembaran hatinya yang baru, terhadap seorang cewek  yang sangat mencuri perhatiannya itu.

Saat Ara melewati kakak kelas yang saat itu sempat menolongnya, Ara sempet menengok sebentar kemudian ia langsung mengalihkan pandangannya. Kakak kelas itupun sempat tersenyum simple ke arahnya, namun Ara tidak sempat membalasnya karena perutnya sudah berbunyi tanda minta diisi!

“Din, ayo yuk, pesen makan, gue lapeeerr!” ajak Ara yang malah disambut ejekan dari Rama.
“Dasar perut karet! Perasaan tadi lo udah nyolong roti gue deh....”
Ara merengut bete, “yaudah sih, perut gue ini! Kenapa lo yang repot?!”

Melihat raut wajah Ara yang bete, niat usil Rama muncul. Rama melepaskan rangkulan tangannya yang sedari tadi berada di bahunya Dinka. Dengan cepat, Rama pun menjawil hidung Ara gemas, sampai hidung Ara memerah. Sangat merah!

“Aaaw! Rama gila! Sakit tau!” keluh Ara marah, bersiap ingin menyubit balik cowok itu.

Rama yang melihat akan datangnya balasan Ara itu, langsung siap-siap kabur. Ara pun sama gesitnya kala ia melihat Rama ingin kabur. Langsung saja ia berlari ke arah Rama. Tapi, bukannya berlari mengejar Rama, Ara malah menabrak seorang cowok yang tiba-tiba lewat di depannya.

Gubrakk!

“Aduuhh!” keluh Ara kesakitan ketika ia jatuh terduduk di lantai kantin.
“Eh sori, lo gapapa?” tanya cowok yang menabraknya itu sambil mengulurkan tangannya membantu Ara berdiri.

Apanya yang gapapa?! Sakit gini juga! Gerutu Ara kesal dalam hati.

Ketika Ara ingin memaki orang yang menabraknya itu, Ara menoleh ke atas, dan menemukan wajah yang sempat menolongnya, Firaz.

Ara masih diam diposisinya dan memikirkan apa yang harus dia lakukan sebagai seorang cewek yang telah disodorin tangan oleh kaka kelas. Ganteng pula!
Akhirnya setelah melalui perdebatan singkat dihatinya, Ara memilih menyambut tangan itu. Toh badannya udah cukup sakit akibat benturan tadi.

Hup! Setelah membantu Ara berdiri, Firaz menyodorkan tangannya kembali. Kali ini bermaksud untuk berkenalan.

“Gue Firaz, sori udah buat lo jatoh tadi.” Ucapnya dengan suara yang ehem...sukses bikin semua cewek di kantin termasuk Ara terpukau.
“Ara.... Iya gapapa ka, lagipula tadi salah saya. Thanks  juga kemaren udah nolongin saya.” Balas Ara sambil menjabat tangan itu hangat.
“Ooh, it’s fine ko. Eh duluan yaa, masih ada urusan.” Ucap Firaz sambil menunjukan ekspresi tulusnya.

Dinka yang melihat ‘adegan sinetron’ barusan hanya bisa bengong untuk sepersekian detik akibat efek senyuman yang diberikan Firaz (yang katanya termasuk most wanted boy di BHS) kepada Ara.
Sedangkan Rafly yang berjalan disamping Firaz hanya tersenyum menahan tawa melihat cara pdkt Firaz yang ‘bukan Firaz banget’ barusan.

Sementara itu, tertutup oleh pilar kantin yang menghalanginya, Rama menyesali perbuatannya tadi.

Kenapa juga Firaz harus kenalan sama Ara. Pikirnya kesal dalam hati.

***

“Jadi itu yang namanya Ara?” tanya Rafly ketika mereka hanya berdua di taman samping sekolah.
“Hmm...mm..” yang ditanya hanya menggumam sabil sibuk mengutak-atik lensa kameranya.
“Cantik juga, ga kalah sama cewek-cewek kurang kerjaan yang deketin lo.”

Firaz yang mendengar argumen Rafly langsung menatap Rafly tajam, setengah megancam.

“Eitt, tapi tenang aja sob, gue gabakal embat tuh cewe juga kali. Malah gue bakal bantu lo deketin tuh cewe,” ucapnya sambil nyengir dan membuat huruf V dengan jarinya.

Setelah mendengar ucapan Rafly tadi Firaz hanya tersenyum dan kembali sibuk dengan kameranya. Jujur hatinya langsung terasa lega begitu mendengar penjelasan sobatnya itu -yang menurutnya ga pernah bisa diem liat cewek cantik- memilih membantunya mendekati Ara.
Firaz memang terlihat lebih banyak dian daripada bertingkah. Mungkin ia menganut prinsip “Less Talk, More Act”. Padahal dulu sebelum ia kehilangan Keysha, tingkahnya ga jauh beda dari Rafly, over banget. Itu juga yang menjadikan dia sebagai most wanted boy sampai sekarang, walau sekarang sikapnya lebih dingin ke 
cewek manapun.

“Oh ya minggu depan, 2 tahunannya Keysha kan?” tanya Rafly memecah keheningan setelah keduanya selesai mensetting kamera masing-masing.
“Iyaa....” jawab Firaz lirih. Sejujurnya sampai sekarang ia masih gampang resah kalau ada yang membahas masalah Keysha.
“Mau nemuin dia Raz? Perlu gue temenin?” Rafly bertanya sangat hati-hati, takut-takut Firaz akan ngamuk padanya.
“Hmm.... gausah, gue sendiri aja. Thanks by the way.” Ucapnya sambil tersenyum samar, bertolak belakang sama hatinya. “yuk ah, bukannya lu masih ada latihan basket?” tanyanya mengalihkan pembicaraan.
Shoot! Gue lupa! Ah mampus gue, ada pak Santoso lagi! Wah abis gue.” Rafly tersentak setelah mendengar ucapan Firaz. Kontan aja ia langsung lari tunggang langgang sambil melepas seragamnya dan menggantinya dengan kostum basket kebanggaannya.

“Duluan raz!” ucapnya di sela larinya.
“Yo!” Firaz hanya membalas Rafly singkat. Ia masih terlalu resah memikirkan Keysha (lagi). Entah mengapa ia selalu merasa kehilangan setiap kali mengingat Keysha. Padahal ini sudah tahun ke-2 nya tanpa Keysha.

***

Hari ini papa pulang dari business tripnya ke New York beberapa hari lalu. Bukannya merasa senang, Ara malah merasa malas pulang ke rumah. Ia sedang tidak ingin menghadapi papanya yang kadang tempramen itu. Alhasil sampe sekarang ia masih betah disekolah, mendribble bola basketnya sendiri setelah latihan usai 1 jam yang lalu.

“Hei! Belum pulang? Sendirian aja,” tiba-tiba ada suara menyahut dibelakangnya. Ara menoleh, ternyata Firaz.
“Ng.... iya ka, kaka sendiri?” tanyanya sedikit formal mengingat Firaz adalah kakak kelasnya.
“Eh iya, gue baru selesai ngurusin persiapan pameran fotografi bulan depan.”
“Oohh....” Ara hanya ber-ooh-ria kemudian hening menyelimuti mereka berdua.
“Ga pulang? Bareng yuk, rumah lo di daerah menteng kan?”

Loh? Ko dia bisa tau? Perasaan gue ga pernah ngomongin alamat deh,

“Ng....” Ara bingung, akan menerima atau menolak ajakan Firaz, yang notabene baru dikenalnya.
“Udah gue bukan cowok jahat ko,” ucapnya meyakinkan.
“Hmm oke deh.” Akhirnya Ara mengiyakan ajakan Firaz tersebut, lumayan darpada ia harus naik kendaraan umum malem-malem begini.

Selama perjalanan keduanya hanya diam. Sibuk dan bingung dengan pikiran masing-masing. Terlebih lagi Ara, ia masih penasaran darimana Firaz tau alamat rumahnya, berhubung Ara ga suka mengumbar alamat rumahnya ke sembarang orang.
Melihat Ara yang tampaknya bingung darimana ia mengetahui alamat cewek ini, Firaz memutuskan angkat bicara untuk mencairkan suasana juga.

“Gue tau rumah lo dari Rafly, anak basket juga.”
“Rafly? Ka Rafly Damian Pratama?” tanya Ara menekankan.
“Iya, dia temen gue. Sori gue jadi kayak stalker nanyain alamat orang.”
“Eh, gapapa ko ka, hehe” jawab Ara kaku.
“Oh iya turnamen tinggal beberapa minggu lagi ya? Pertandingan pertama lawan mana?” tanya Firaz rileks, yang membuat Ara juga merasa rileks, ngga kaku lagi.
“Hmm, kalo gak salah Ganesha High School,”

Itu kan sekolahnya Kiran, semoga aja tuh cewek ga cari masalah sama Ara kali ini. Firaz terdiam selama beberapa menit setelah ucapan Ara tadi, ia masih sibuk memikirkan kemungkinan Ara akan bertemu Kiran di pertandingan nanti.

Namun, keheningan tersebut ga berlangsung lama karena Firaz langsung mengalihkan pembicaraan ke hal-hal lain yang lebih santai. Perjalanan dari sekolah ke rumah Ara pun terasa sangat menyenangkan bagi Ara dan membuat kesan pertama Firaz di mata Ara menjadi baik. Sangat baik malah.

Ford Fiesta Firaz pun sampai didepan pagar rumah Ara setengah jam kemudian. Ara turun dari mobil Firaz dengan senyum dan mengucapkan terimakasih karena sudah repot-repot mengantarnya.

“Ga repot ko, gue seneng ngobrol sama lo. Lain kali jangan sungkan kalo ketemu gue.” Ucap Firaz sambil memerkan semumnya yang ia yakini bisa membuat semua cewek disekolahnya iri!
"Eh iya ka. Thanks ya dan sori udah buat kaka jadi pulang telat,”
Yeah, not a big deal ko. Masuk gih, gue balik dulu. See ya tomorrow.”

Ford hitam itu pun melaju meninggalkan rumah Ara. Ara kini berjalan pelan menuju rumahnya, sekilas ia melihat mobil papa terparkir digarasinya menandakan beliau sudah pulang dari kantornya,

***

Ara masih berdiam ditempat tidurnya. Belum bisa memejamkan matanya, walupun jam tepat menunjukan pukul setengah 1 pagi. Ia masih teringat perdebatan kecilnya dengan papa tadi.

“Dari mana aja kamu?! Keluyuran sampe malem terus! Anak perempuan itu ga pantes pulang malem! Sendirian lagi! Baru berumur 16 tahun aja udah sok-sok-an pulang malem, mau jadi apa kamu?!” papa langsung memulai pembicaraan ‘panas’ tersebut sesaat setelah Ara menutup pintu ruang tamu.
“Aku baru selesai latihan basket pa, beberapa minggu lagi ada turnamen, jadi latihan lebih intensif dari biasanya.” Ara sedikit berbohong menjawab alasan sebenarnya ia pulang malam.
“Basket, basket, basket. Basket aja terus jadiin alasan! Memangnya kamu pikir basket bisa bikin kamu sukses hah?!! Nilai kamu jadi bagus gara-gara basket?! Yang ada Cuma ngalangin peluang kamu jadi sukses! Papa ga suka kamu ikut ekskul liar itu lagi! Mending kamu ngambil language course aja. Spanish atau France terserah! Papa gak mau denger kamu masih ikut useless thing itu!”
“Tapi pa-“
“Jangan bantah papa!” ucap papa dengan mata berkilat marah dan langsung berjalan ke ruang kerjanya.

So here she is, lying silently with thousand things in her head. Ia masih memikirkan kata-kata papa yang menyuruhnya hengkang dari basket. Padahal seingatnya dulu papa yang mengajarkannya dan Redi bermain basket. Mereka bertiga sering menghabiskan waktu di pagi hari sambil bermain basket di lapangan komplek yang luas sembari menunggu bunda menyiapkan sarapan. Sejak saat itu, basket menjadi bagian dari dirinya. Ia tak pernah bosan bermain basket. Bahkan ketika bundanya tiada, Ara semakin mengukuhkan niatnya untuk menjadi pemain basket walau gak selamanya. Karena itu kenangan manis yang tersisa dari mereka ber-4.

Too tired karena serius memikirkan hal-hal itu sampai membuatnya sedikit sakit kepala, Ara jatuh tertidur juga, dan bangun 4 jam kemudian karena harus bersiap sekolah.

***

To be continued....

Sabtu, 24 Maret 2012

ORIGAMI ep.9

Sherryl masih mengatur nafasnya yang terlampau cepat. 
Terang aja, dia emosi karena menurut dia hari ini hari tersial bagi dia.
Pertama, sopir, maupun ayahnya gabisa jemput dia. Jadinya dia harus ngerepotin Sadam buat nganter dia. Belum lagi, waktu les modelling tadi dia sempet jatuh dan bikin kakinya terkilir. Dan yang baru aja terjadi, taksi yang dia naikin mogok gitu aja. Terpaksa Sherryl nunggu taksi lain yang lewat. Tapi… udah satu jam nunggu, usahanya sia-sia. Jadilah dia jalan kaki tersaruk-saruk ngerasain kakinya yang sakit.
pokoknya hari ini bete banget! Sampe rumah langsung mandi air panas terus tidur!” batinnya.
Dia udah ga peduli lagi sama tugas matematika dari gurunya yang ganteng tapi killer itu. Yang dia tahu, badannya udah ga bisa diajak kompromi lagi. Begitu juga otaknya.
Gak lama, seseorang yang naik motor ngeberhentiin motornya ga jauh dari trotoar tempat Sherryl berjalan.
palingan motornya mogok juga kayak taksi yang tadi.” Duga Sherryl dalam hati sambil berlalu.
Tapi, tiba-tiba seseorang itu memanggilnya. Sherryl sempet bingung kenapa orang itu bisa tau namanya. Sherryl ga ada niat buat nengok ke belakang. Mungkin aja orang itu mau berbuat jahat sama dia. Apapun bisa terjadi kan? Secara, sekarang udah jam 10 malam, dan jalanan juga terlihat lengang. Kadang-kadang aja mobil melintas, itu juga ngebut.
“Ryl, tunggu! Lo Sherryl,kan?” Tanya orang itu dari belakang.
lari,Ryl. Lu bisa diapa-apain!” perintah Sherryl dalem hati.
Saat itu juga, sebisanya Sherryl lari walaupun kaki kanannya terasa nyeri.
“weh! Lo kira gue siapa? Gue Yosa! Temen sekelas lo! “ teriak orang yang mengaku bernama Yosa itu.
Sherryl memiringkan kepalanya sedikit. Apa tadi dia ga salah denger? Yosa? Tapi ngapain dia disini?
“Lo ga inget muka gue?” Tanya Yosa yang agak gak seneng sama reaksi Sherryl. Dia langsung nampakkin mukanya yang tadinya ditutup helm ke Sherryl. Sherryl sampe mundur selangkah karena kaget ngeliat Yosa kayak gitu.
“Iya, iya! Gue inget! Tadinya, gue kira lo orang yang mau jahatin gue,tau! Makanya gue buru-buru kabur.” Ujar Sherryl dengan nada betenya.
Akhirnya, muka ganyante Yosa itu berubah sedikit demi sedikit. Dia berpikir sebentar.
“Lagian, ngapain lo jalan sendirian malem-malem gini? Darimana? Kok ga dianter-jemput? Kenapa ga naek taksi? Tumben amat.”
“eh, kalo nanya gausah keroyokan gitu dong. Satu-satu!” protes Sherryl.
“ehehehe sori. Yaudah lah gapenting. Lo mau pulang ga? Tenang aja, buat cewe cantik kayak lo tumpangannya gratis deh.” Canda Yosa.
Baru aja, Sherryl narik nafas buat ngejawab pertanyaan dia tapi dia udah jalan balik ke motornya.
 Sherryl sampe gemes sendiri nahan emosinya.
Kemudian, Yosa nyalain motornya dan berhenti disisi trotoar dimana Sherryl berdiri.
“mau ikut ga?” tawarnya.
Sherryl menilik motor itu dari ujung ke ujung. Cuma motor biasa yang ga keren. Beda banget sama mobil yang dia naikkin tiap harinya. Lagipula, Sherryl juga udah lupa kapan terakhir kali dia naik motor. Pasti udah bertahun-tahun yang lalu.
“mau ga? Gausah galau gitu dong. Gue juga mau pulang.” Kata Yosa sambil nutup helmnya lagi dan membuat suaranya jadi teredam.
“Hmm, yaudah deh daripada gue terlantar disini.” Jawab Sherryl.
“Yes!” seru Yosa saking senengnya. Dia pun menyodorkan satu helm lainnya ke Sherryl. Sherryl dengan bingungnya ga ngerti cara ngepasin helm itu. Ngeliat lucunya tingkah Sherryl, Yosa dengan inisiatifnya masangin helm itu.
“eh! Jangan cari-cari kesempatan yah!” Sherryl mengingatkan.
Dari balik Helm, Yosa mencibir Sherryl abis-abisan. Toh, Sherryl juga ga bakal bisa liat ekspreksinya kan.
“yaudah, naik!” perintah Yosa.
Baru aja Sherryl duduk dan masih berusaha nyari posisi yang nyaman untuk duduk, Yosa langsung nancap gas. Sherryl yang bingung mau pegangan sama apa, akhirnya mencengkram bahu Yosa erat-erat.
“Nyante,sa! Nyante! Gue belum mau mati!” teriak Sherryl.
Yosa tersenyum nakal. Dia emang sengaja kok. Sayang, Sherryl ga meluk perut dia dari belakang. Padahal itu yang dia harapin. Tapi gapapa lah, untuk berada sedeket ini sama cewe yang bikin dia kesemsem udah cukup untuk jadi alasan kenapa dia harus bersyukur sama Tuhan.
“hah? Apa,Ryl? Gue ga denger!” ucapnya bohong.
Sherryl cuma bisa memutar bola matanya. Yaudah lah, terserah orang ini aja, yang penting dia bisa pulang ke rumah. Semoga aja…..
***

Sementara itu, di rumahnya, ayah sama ibunya Sherryl udah kebingungan nunggu anak bungsu mereka yang belum pulang sampe sekarang. Padahal, sopirnya udah disuruh jemput dia ke tempat les modeling-nya.
Hand phone nya masih ga aktif.” Ucap ayah Sherryl.
“Yaudah, kita tunggu aja sampe dia pulang. Paling bentar lagi.” Balas Ibunya.
Tiba-tiba, mereka mendengar suara pintu ditutup.
“nah, itu dia!”
Mereka berdua langsung jalan tergesa-gesa ke pintu depan. Dan yang muncul hanyalah sopir pribadi keluarga mereka.
“Pak, Bu, saya ga ketemu sama Non Sherryl. Kata satpam di tempat les nya, dia udah pulang naik taksi dari jam 9.”
Ayah Sherryl pun melirik jam yang melingkar di tangan kirinya. Dia ga bisa nahan rasa cemasnya. Begitupun, istrinya.
Tanpa sepengetahuan mereka, sebenernya Sherryl udah hampir sampai. Itulah alasan kenapa Sherryl bisa lebih tenang. Karena di perumahan tempat dia tinggal, kecepatan kendaraan yang diperbolehkan maksimal 20 km/jam. Terbalik sama apa yang Yosa rasain dalem hati.
Tapi, akalnya ga berhenti sampe situ.
Yosa malah sengaja ngejalanin motornya dengan kecepatan dibawah 10 km/jam. Dengan sengaja. Semakin lama semakin bagus,kan?
“Lo labil banget,sih? Tadi ngebut gila-gilaan. Sekarang, malah lemot gini. Gue lari bisa lebih kenceng dari ini,kali!”
“Iya, nenek cerewet! Udah gratis, masih protes. Kalo masih sanggup jalan, yaudah. Terserah.”
Tanpa Sherryl duga, Yosa bener-bener ngeberhentiin motornya. Sherryl ga habis pikir, kenapa ada cowok yang berani berbuat hal kayak gini ke dia. Selama ini, yang dia selalu dapetin selalu perlakuan manis. Tapi ini apa? Namun, kali ini Sherryl dibuat tertegun sama seorang Yosa yang seharusnya cuma seorang cowok biasa seperti yang terlihat di matanya selama ini.
Sherryl akhirnya berusaha turun dari motornya, tapi kakinya udah sakit duluan. Dan hal itu ngebuat dia meringis tertahan. Yosa malah ketawa ngakak.
“Makanya, jangan sok kuat! Udah, hargain aja niat baik gue.” Kata Yosa.
Sherryl pun cuma bisa diam. Jadi, maksudnya, Sherryl ga ngehargain niat baik Yosa gitu? Berani banget cowok ini! Salah-salah omongannya bakal dibalikkin lagi sama cowok rese ini kalau Sherryl masih nekat buat buka mulut.
“yaudah! Sori!” ucap Sherryl gak tulus.
15 menit kemudian, mereka sampai di depan sebuah rumah mewah bergaya klasik dengan pagar besi setinggi 3 meter di bagian depannya. Yosa terpana sebentar memandangi bangunan itu. Sebuah taman kecil yang terawat dan bersih dengan air mancur di bagian tengahnya semakin membuat rumah itu terlihat nyaman. Tapi, gausah berharap cewek judes kayak Sherryl mau ngajak dia masuk ke dalem sana.
Tak lama, dia ngebuka helm nya. Di belakangnya, Sherryl juga ngelakuin hal yang sama terlebih dahulu. Dan saat Yosa ngebuka helmnya, ada aroma mint yang menguar dari rambutnya. Entah kenapa, Sherryl malah menarik nafas panjang untuk menikmatinya sesaat.
“gamau turun, nek?” Tanya Yosa yang ngebuat Sherryl tersadar.
Dia buru-buru turun sehabis nyerahin helm itu.
“jangan panggil gue nenek!”
“loh? Kenapa? Kan lo emang nenek cerewet!” ledek Yosa sambil nyengir lebar sehingga dua gigi gingsul nya tertangkap oleh mata Sherryl.
 Manis banget senyumnya….
Sherryl berbalik menuju gerbang rumahnya. Dia melangkah dan mencoba mendebumkan langkahnya biar Yosa tau seberapa keselnya dia. Tapi, hal itu malah bikin dia tersiksa.
“ga pake terima kasih nih, nek?” Tanya Yosa sekali lagi.
Sherryl berbalik sambil menggeram kearah Yosa. Sontak, Yosa sampe kaget ngeliat cewek yang biasanya manis ini berubah seratus delapan puluh derajat. Yosa kira, Sherryl bakal maki-maki dia habis-habisan disitu, dan saat itu juga. Tapi dia salah, Sherryl malah neken klaksonnya selama beberapa detik dan ngebuat nada keras panjang dan melengking.
“gila lo! Udah malem,woy!” ujar Yosa.
Sherryl bisa narik nafas sampe dada nya naik turun. Sumpah demi apapun, dia bisa gila karena kesel setengah mati. Padahal, hal itu kan dia lakuin biar orang tuanya keluar, jadi dia bisa hemat tenaga untuk ga teriak-teriak kayak orang minta sumbangan.
“mau gue gendong sampe dalem?” tawar Yosa yang malah dibales sama pelototan mata penuh dari Sherryl.
harusnya dia ngerti, gue udah capek ngomong!” geram Sherryl dalem hati.
Sherryl ga mau peduli lagi sama cowok ini. Cukup… udah cukup sampe disini. 
Tapi, Yosa ga bakal ngebiarin semua hal mengasyikkan ini berhenti sampe sini aja.
“lo masih ngutang satu terima kasih sama gue,Ryl.” Pesan Yosa sebelum dia nancap gas dan pergi.
Sherryl yang masih melipat tangannya di dada, memandangi sosok itu dari belakang. Dendamnya mungkin ga kalah sama dendam Nyi Pelet.
“Liat aja lo, Yosa!” bisiknya.
Ga lama, Ibunya keluar dan menyerukan namanya dari dalam. 
Syukurlah….
Tapi, Sherryl udah ga mampu lagi buat jalan. Seandainya aja, dia tadi nge-iya-in tawaran Yosa….
Ryl, jangan mendadak sakit jiwa deh. Cuma kaki, dan seluruh badan lo yang sakit. Bukan jiwa lo…..” pesan otaknya.

To Be Continued.

Sabtu, 10 Maret 2012

ORIGAMI ep.8

Sepulangnya dari rumah  sakit, Sadam benar-benar tidak bisa memejamkan matanya. Kenapa tiba-tiba tadi mba Anes datang ke mimpinya lagi? Dan kenapa mba Anes mengajaknya menemani dirinya yang sudah ada di sana? Dan kenapa baru Sadam sadari sekarang?!
Ah, kepala Sadam udah pusing banget. Mumet abis! Belum selesai masalah gimana jelasin besok ke anak-anak yang ngeliat dia kolaps dan bercucuran darah, udah ditambah aja sama masalah mba Anes.
“Hell!”
Sadam berkali-kali berusaha untuk memejamkan matanya, namun ia tak bisa. Ia takut. Ia takut dibawa pergi sama mba Anes. Kemudian, tanpa pernah disangka, Sadam mengeluarkan bungkusan origami yang selama ini ia simpan di dalam laci meja belajarnya. Sesuatu yang dulu sangat ingin dilakukan olehnya, namun seringkali ia urung melakukannya karena banyak sekali yang harus dia lakukan.
Ia kemudian mengeluarkan satu lembar kertas origami bermotif, dan ia mengambil penciltic berwarna biru muda, his favorite color. Sekali lagi, hal yang ngga disangka akan dilakukan oleh seorang Sadam Esa Bharata, ia lakukan. Layaknya seorang anak umur 5 tahun yang bingung mau cerita sama siapa, ia menulis sebuah pesan singkat di kertas origami itu:
Dear sky…
I don’t know why I can write this suck letters. Surely I don’t know. I just can’t tell anybody what I feel right now.
Setelah selesai menulis itu, awalnya Sadam ingin enyahkan saja kertas yang baru saja ia ukir dengan tulisan ala ‘cakar ayam’ nya itu. Namun, ia memutuskan untuk membuat kertas origami itu menjadi bentuk yang indah. Suatu hal yang pernah ia pelajari sewaktu mba Anes masih ada.
Ia lipat kertas itu ke dalam sebuah bentuk berpola. Dan setelah 10 menit bekerja, akibat ada langkah-langkah yang sedikit ia lupakan, akhirnya jadi juga.
 A bird.
An origami bird.




Keesokan harinya……..
Sadam dengan santai melangkahkan kakinya setelah menuruni Porsche kesayangannya yang baru aja bener kemarin sore. Menghirup udara ‘segar’ khas Jakarta di pagi hari lumayan menyegarkan otaknya yang mumet.
Hari ini, Sadam datang terlalu pagi. Bahkan mungkin ialah murid pertama yang datang hari ini. Satpam di depan sekolah pun tadi heran, ketika baru saja ia membuka gerbang sekolah, mobil Porsche yang selalu ia idam-idamkan sudah terparkir manis di depan gerbang yang baru saja satpam itu buka.
“Pagi Pak.” Sapa Sadam dengan senyum formalnya.
Satpam itu, yang mempunyai nama Somad, hanya membalas senyuman lelaki muda itu dengan cengiran seadanya.
Sadam menyusuri koridor dengan santai sembari membawa tas ransel jansport kesayangannya yang udah mulai lusuh karena sudah 2 tahun selalu menemani Sadam ke sekolah. Sekolah sudah mulai ramai sama anak-anak junior yang masih takut buat dateng telat.
What a day, What a day..” gumam Sadam sembari terus berjalan menuju kelasnya. Ketika baru saja ia ingin melangkah masuk ke kelasnya, yang ia kira bakalan masih sepi pengunjung, Sadam agak terkejut.
“Sherryl?” kata Sadam meyakini bahwa cewek yang sedang menunduk dan mengerjakan sesuatu adalah cewek pertukaran pelajar itu. Soalnya, jarang banget cewek di kelasnya yang datang sepagi ini. Apalagi, setau Sadam, anak pertukaran pelajar di kelasnya ini, suka seenak jidatnya dia aja.
Ternyata benar itu Sherryl. Sherryl hanya tersenyum simpul dan melanjutkan pekerjaannya yang baru saja terhenti akibat interupsi dari Sadam barusan. Sadam kemudian melangkahkan kakinya masuk ke dalam kelas yang masih sangat sepi itu. Ia menaruh tasnya di tempat duduknya, kemudian ia menghampiri Sherryl.
“Tumben banget dateng sepagi ini? Ada apa emangnya?” Tanya Sadam sembari menengok ke kanan dan ke kiri, entah maksudnya apa.
Sherryl yang awalnya malas untuk ngobrol pagi-pagi,akhirnya kepancing juga.
“Mm, nothing. Tadi gue bareng kakak gue,dia mau pergi,yaudah sekalian.” Jawabnya masih tetap tidak mengalihkan pandangannya dari buku yang ia baca.
“Oh,gitu. Udah belajar buat test?”
Kata-kata Sadam barusan membuat Sherryl sedikit kaget. Sumpah demi apapun, setau Sherryl, ngga ada guru yang menyebutkan bahwa hari ini ada test,quiz, ataupun semacamnya.
Test? Test apa? Emangnya ada?”
“Ngga tau juga. Tapi denger-denger dari anak kelas sebelah, katanya ada test mtk,fisika,kimia.” Jawab Sadam tanpa nada khawatir sedikitpun.
Sherryl? Jangan ditanya. Ia sudah melongo saking syok nya. What? Semua pelajaran yang ia yakini sebagai pelajaran yang susah ada test semua?
“Lu kenapa?” Tanya Sadam bingung atas respon dari Sherryl mengenai perkataannya barusan.
“Lu serius semua itu test? Lu udah belajar?”
“Yap.”Sadam mengangguk.
“Lu udah belajar belum?” Tanya Sherryl merasa pertanyaannya belum sepenuhnya terjawab.
Sadam menggelengkan kepalanya,”Ngga sempet juga, kemaren gue ngga enak badan, jadi gue tidur.”
“Dan elo masih nyantai aja?” Tanya Sherryl masih sedikit ngga percaya.
Sadam mengangguk mantap,” pasti gampang deh! Percaya sama gue!”
Sherryl menelan ludah sesaat, mungkin ia harus percaya sama Sadam. Toh, emang Sadam ngga ada tampang orang pinter ko. Pasti gampangnya dia bakal gampang buat Sherryl juga.
“Oh,tapi beneran?” Tanya Sherryl lagi, masih agak ragu akan keputusannya mempercayai Sadam.
Sadam mengangguk mantap, kemudian ia mohon izin untuk ke kantin, perutnya ngga bisa ditahan lagi. Dari semalam ia ngga makan cuma karena ngga mood ketemu sama Mas Nesa. That’s it.
Ketika Sadam lagi jalan menuju arah kantin, ia bertemu dengan Mas Nesa. Oke,ini kebetulan banget, batin Sadam. Sumpah, ngga tau kenapa Sadam ngerasa males banget buat ngeliat muka Mas Nesa. Ingin rasanya Sadam buang muka dan jalan menjauh dari arah abangnya itu. Namun telat. Inisiatifnya buat kabur malah ketahan duluan sama seruan Mas Nesa yang lumayan terdengar oleh anak-anak sekitar. Of course, mereka penasaran.
“Sadam.” Kata Mas Nesa dingin.
Sumpah ya, aura dingin Mas Nesa kayaknya melingkupi seluruh koridor yang sekarang ia sedang pijaki. Sadam jadi bergidik ngeri sendiri. Ngga pernah nyangka kalau abangnya bisa se-seram ini. Auranya pun langsung berubah 180 derajat dari biasanya.
Yes,Sir?” jawab Sadam sekenanya sembari menekan rasa takutnya yang kayaknya akan mencuat ke permukaan.
“Ikut saya.” Balas Mas Nesa dingin,mantap,dan ngga ada kata ngga buat jawaban itu.
Terpaksa, daripada makin jadi tontonan publik, Sadam mengikuti kemana abangnya pergi. Yah, Sadam juga sambil berdoa semoga aja dia ngga pingsan kalau nanti ujung-ujungnya diajak main adu jotos sama abangnya ini.
Ngga lama, Mas Nesa berhenti di depan ruang musik. Dan tepat seperti perkiraannya, ruang musik akan selalu sepi di jam-jam pagi gini. Tanpa memperhatikan Sadam, Nesa memasuki ruangan yang lumayan luas itu, tentunya diekori oleh Sadam. Sadam yang emang udah kelaperan banget Cuma bisa megangin perutnya aja.
“Mas..mau ngapain sih?” Tanya Sadam agak kesal dengan abangnya.
Mas Nesa yang tadinya membelakangi Sadam, tiba-tiba membalikkan badannya dan menatap sendu ea rah Sadam. Holy crap! Sadam paling benci tatapan seperti ini. Tatapan mengasihani. Ingin rasanya ia hancurkan mata abangnya agar tidak menatapnya seperti itu.
“Cih.” Desis Sadam sembari membuang muka.
“Lo belum makan kan?” Tanya Mas Nesa dengan nada tidak sedingin tadi. Malah sepertinya, nadanya kini mulai perhatian kembali. Seperti Mas Nesa yang selama ini Sadam kenal.
“Udah tau nanya.” Jawab Sadam sekenanya masih dengan nada yang cuek dan acuh tak acuh.
“Tadi gue bawain roti dari rumah, titipan Bunda. Udah gue taruh di dalem tas lo.”
“Oh.”
Mas Nesa menghela nafas.
Kesal diperlakukan seenak jidat gini sama adeknya yang umurnya lumayan jauh sama dirinya.
“Tujuan lo apa sih Mas ngajak gue ke sini? To the point aja deh.” Kata Sadam akhirnya karena ia sadari makin lama ia makin muak aja sama situasi dan atmosfer di ruangan ini. Toh kalaupun nanti dia berlama-lama di sini pastinya nanti dia bakal telat masuk kelas.
“Lo sakit apa sebenernya? Kenapa bisa sampe masuk rumah sakit kayak kemaren?” Tanya Mas Nesa akhirnya. Kali ini ia murni khawatir. Dari kemarin, ia merasakan hal yang kurang enak tentang adiknya ini. Apalagi Sadam sendiri bilang bahwa Anes mengajaknya pergi.
“Cuma kecapean doang.” Jawab Sadam bohong. Terus aja Dam bohongin orang-orang di sekitar lo, kata Sadam dalam hati. Menertawai nasib yang menimpa hidupnya ini. Toh, dia juga ngga mau share ke siapapun.
Gue gamau Mas lo tau ini semua. Gue gamau orang-orang yang gue sayang nantinya bakal nyia-nyiain hidup hanya karena gue. Manusia penyakitan kayak gue, batin Sadam lagi.
“Serius?” Tanya Mas Nesa lagi masih ngga percaya atas pernyataan adiknya barusan.
Sadam mengangguk pelan, “Iyap. Udah ya Mas, mau sarapan dulu.”
Setelah mengatakan kata-kata terakhirnya, Sadam langsung cabut ke kelas. Lumayan lah bisa makan roti, apalagi rotinya buatan Bunda.
***
Dikelas suasana udah mulai ricuh. Ternyata tadi Sadam lumayan lama juga bersemedi di ruang music bersama abangnya. Baru saja ia melangkahkan kaki memasuki kelasnya, ia sudah disambut teriakan Yosa yang membahana.
“SADAAAAAAAAAM!!!”
Sadam kaget bukan main. Buset! Ini temennya serasa ngga pernah ketemu Sadam selama berabad-abad aja deh, teriaknya sampe sebegitu kencengnya. Bahkan, Toa Masjid aja bisa dikalahin sama suara si Yosa barusan.
“Kampreeeeeet! Lo kira kuping gue apaan lo teriakin sebegitu kencengnya?!” maki Sadam kearah Yosa yang hanya dibalasnya dengan ketawa ringan.
“Heh! Tawa lagi lo,Nyet!” maki Sadam lagi. Sadam masih memikirkan nasib perut dan otaknya yang pastinya sebentar lagi harus diasah buat ngerjain soal-soal test ngga berperikemanusiaan nanti.
“Sori sori Bro. Kaget gue gila! Kenapa lo ngga istirahat dirumah aja dulu? Lo kan masih sakit.” Kata Yosa yang malah menurut Sadam perhatian Yosa barusan membuatnya jijik. Tumben-tumbenan si Yosa baik sama dia.
“Bawel lo kayak emak-emak. Banci banget deh gue Cuma mimisan doang sampe ngga masuk segala. Elo lagi, lebay banget pake bawa-bawa gue ke rumah sakit.” Maki Sadam lagi. Ngga tau kenapa hari ini Sadam lagi mood banget buat maki-maki orang.
“Hehe, itu bukan mau gue Bro. Mau anak-anak. Lagipula, kemaren lo udah kayak mau mati! Sumpah deh!” jawab Yosa meyakinkan Sadam dan berharap ia ngga kena semprotan pedes ala Sadam lagi pagi ini, atau mungkin, hari ini.
“Udah lo,minggir. Gue mau makan dulu.”
***
Bel pulang sekolah telah berbunyi.
Ternyata emang bener, hari ini emang ada test fisika,kimia, sama matematika. Dan Sherryl sama sekali ngga bisa ngerjain satu pun! Gilaa! Itu soal buat olimpiade atau apa? Tapi, Sherryl selalu bingung. Di saat test itu dilaksanakan, Sadam lah yang pastinya selalu mengumpulkan kertas soalnya duluan.
“Tapi kan dia ngga belajar, pasti dia asal isi,pasti.” Gumam Sherryl.
Ketika Sherryl baru saja ingin melangkahkan kakinya keluar dari kelas, tiba-tiba aja gerombolan cowok-cowok yang ia tau betul pasti itu temen-temennya Sadam, masuk ke dalam kelas dan ngebuat ricuh.
Sherryl sih males banget merhatiin keributan itu, makanya itu ia langsung bergegas keluar kelas di saat pintu kelas itu sudah sepi pengunjung.
Sherryl berjalan sendirian di koridor menuju lobby, menunggu supir atau mungkin kakaknya yang menjemput. Ketika ia mengalihkan pandangannya kearah lapangan basket, ia melihat Sadam yang sedang bermain basket sendirian. Tanpa disangka, Sherryl menghentikan kakinya. Melihat permainan basket Sadam, ia merasa terpesona. Pantas saja siswi-siswi disini banyak yang mengidolakannya, abisnya…. Dia keren banget sih.
“Apaan sih Ryl, ngapain mikir begituan!!” maki Sherryl. Walaupun ia sudah memaki dirinya, namun ia tetap tidak bisa mengalihkan pandangannya dari sosok kurus-tinggi itu.
Tiba-tiba, Sadam menghentikan permainannya, kemudian mengalihkan pandangannya ke sekitar lapangan. Dan hanya satu sosok itu yang melihatnya bermain. Mau tak mau, karena dasarnya Sadam juga ngga sombong, ia tersenyum kepada sosok itu. Senyum yang amat sangat manis.
Sherryl yang hanya bisa tersenyum kikuk disenyumin segitu manisnya cuma bisa diam di tempat tak bergerak. Rasanya ia mau meleleh disini!
Lagi-lagi, tanpa Sherryl sadari, Sadam berjalan mendekat ke arahnya sembari membawa bola basket dan tasnya.
“Hey, belum pulang?” Tanya Sadam ke Sherryl yang masih kikuk.
“Eh..eng..belum. nunggu dijemput.” Jawab Sherryl kikuk. Ia mengutuki dirinya sendiri kenapa ia bisa sekikuk ini. Harusnya kan ia stay cool aja. Banyak kali cowok yang lebih ganteng dari Sadam. But still, she can’t!
“Oh, sama yang kemarin?” Tanya Sadam lagi.
Baru aja Sherryl menjawab pertanyaan Sadam, tiba-tiba aja handphone-nya berdering.
“Sebentar ya..” kata Sherryl ke Sadam yang hanya dibalas Sadam dengan anggukan.
Pembicaraan singkat namun bikin kesel setengah mati di telpon tadi ngebuat Sherryl bete. Hari ini dia ngga ada yang jemput. Dan mau ngga mau, ia harus naik taksi.
“Kenapa? Kok jadi bete gitu?”
“Gue ngga ada yang jemput. Yah, mau ngga mau naik taksi. Gue duluan ya, mau nyari taksi juga.” Jawab Sherryl.
“Yuk,bareng gue aja, gue anter.” Kata Sadam diikuti senyum simpelnya.
“serius?” Tanya Sherryl masih tak percaya.
Sadam mengangguk, kemudian berjalan mendahului Sherryl. Sherryl yang udah diajak dan ngga enak buat nolak karena tatapan Sadam tadi (bukan Sherryl murahan ya!) mengikuti Sadam dari belakang. Sesampainya di depan mobil Sadam, Sadam langsung masuk dan menstarter mobilnya. Sherryl pikir Sadam akan membukakan pintu penumpang untuknya, namun ia salah perkiraan. Jadilah siang itu, di kemacetan Jakarta, Sherryl di antar Sadam ke tempat les modellingnya yang ada di sekitar kemayoran.
“Tadi test nya bisa?” Tanya Sherryl membuka percakapan, daripada ia bingung sendiri harus ngapain.
“Yup. Gampang banget ko.” Jawab Sadam singkat sembari masih memperhatikan keruwetan jalan Jakarta, takut-takut Porsche nya lecet.
“ih, itu susah banget tau!” kata Sherryl dengan nada yang agak merajuk.
“Gampang tau. Itukan semuanya udah dipelajarin Sherryl.”
Sherryl menghela nafas, sedipelajarinnya tetep aja susah.
“Katanya lu ngga belajar? Ko tadi bisa ngumpulin duluan? Lu ranking satu ya di kelas?” Tanya Sherryl curious. Tapi… menurutnya Sadam ngga bisa dibilang cowok dengan tampang anak yang biasa ranking satu. Karena biasanya orang yang ranking satu identik dengan kacamata.
“Emang ngga belajar ko. Engga ko. Cuma ranking satu umum,hahaha.”
Mendengar penjelasan Sadam barusan, mau ngga mau Sherryl menganga. Sadam yang melihat ekspresi Sherryl Cuma bisa ketawa aja.
Sisa perjalanan mereka menuju kemayoran hanya diisi dengan lagu-lagu yang mengalun dari radio mobil Sadam.
Tak lama, akhirnya mereka sampai juga di tempat les nya Sherryl. Sherryl kemudian melepas seat belt nya kemudian menatap Sadam sebentar.
“Thanks ya, Einstein! Hahaha” kata Sherryl.
Tangan Sadam gatel banget buat nyubit pipi Sherryl namun ia masih belum berani. Sosok di depannya kali ini, benar-benar membuatnya penasaran setengah mati. Akhirnya Sadam memutuskan menjawab ledekan Sherryl itu dengan elusan lembut di kepala Sherryl.
“Sama-sama ya Ms. Sherryl.” Kata Sadam lembut.
Sherryl tertegun. Ia yakin pipinya sudah memerah. Ia ingin segera keluar dari mobil Sadam secepatnya.
“Gue..turun ya, thanks a lot.” Kata Sherryl.
Sadam tersenyum, kemudian melambaikan tangannya kearah Sherryl. Setelah Sherryl turun, Sadam menjalankan mobilnya menuju rumahnya.


You are the best thing I never had.”




To Be Continued.