Pages

Jumat, 30 Maret 2012

ORIGAMI ep.10

Yosa dan Sherryl.

Semua adegan yang baru beberapa menit lalu di lihat oleh Sadam masih membekas di ingatannya. Apa yang dilakukan Yosa ya? Nawarin Sherryl buat pulang bareng? But for what? Apa….Yosa juga suka sama Sherryl?

Sadam tau kejadian itu semua karena ia melihat dengan matanya sendiri. Berawal dari keisengan dia mampir ke rumah Yosa, yang ternyata ngga membuahkan hasil. Yap, Sadam baru inget kalo Yosa tiap hari Kamis selalu ada les gitar klasik. Alhasil, karena bingung mau kemana, iseng-iseng dia ke tempat les modeling Sherryl.

Sadam teringat bahwa tadi siang, saat Sherryl diantar olehnya ke tempat les-nya, Sherryl berkata bahwa ia biasanya pulang sekitar pukul 8 malam, dan tentunya malam ini ia ngga akan dijemput. Sadam berangkat dari rumah Yosa kira-kira pukul setengah 7. Tapi ngga disangka, ternyata jalan menuju tempat  les Sherryl akan macet. Shoot! He forgot!

Its Rush Hours baby, Damn ya. “ Gumam Sadam.

Daripada semakin bete, Sadam mencoba menenangkan hatinya dengan menyetel lagu Depapepe di CD player-nya. Gara-gara macet, Sadam baru nyampe di tempat les Sherryl pukul 9 malam. Sadam enggan turun, jadi ia memutuskan untuk diam di dalam mobil dan berharap Sherryl keluar. Namun sepertinya usahanya menunggu ‘bidadari’ nya sia-sia belaka.

Ia melihat seseorang berpakaian rapi ala supir pribadi melangkah keluar dengan raut cemas. Dan baru ia sadari kalau itu adalah supir Sherryl. Dari mana Sadam tau? Ya karena Sadam pernah melihat mobil persis seperti yang terparkir di depan mobilnya ini sewaktu ia pulang sekolah. And it’s true, ini mobil Sherryl. Soalnya plat nomer di mobil ini sama dengan plat nomer yang ia selalu ingat. Untuk yang satu ini, jangan tanya kenapa dan tau dari mana. 

Mengetahui kenyataan bahwa ia ngga akan bertemu dengan Sherryl, akhirnya Sadam mulai menghidupkan mesin mobilnya dan melajukan mobilnya menuju arah rumahnya. Tepat ketika ia sedang melajukan mobilnya, ia melihat sosok yang ia tunggu sedari tadi.

Sendirian berjalan di trotoar, Sadam memutuskan untuk langsung menghampirinya dan mengajaknya pulang bareng. Namun baru saja ia ingin menghampiri Sherryl, Sadam kecolongan start oleh seorang cowok yang menaiki sepeda motor. Dan Sadam hapal betul siapa pemilik sepeda motor seperti itu.

Sherryl dan pemilik sepeda motor itu tampak sedang berargumen namun kelihatannya tampak akrab. Sampai pada puncaknya ketika Sherryl duduk di belakang pengemudi motor tersebut, kemudian mereka pergi dan hilang dari pandangan Sadam.

Sadam tersenyum, kemudian menghela nafas.

“Is it real, Yos? You kidding me, right? Haha.”

Setelah melihat kejadian barusan, Sadam langsung menggas mobilnya menuju rumahnya yang memang terletak tidak jauh dari tempat kejadian barusan.

***

Keesokan harinya Sadam datang seperti biasanya. Tidak seperti kemarin. Dan ia berniat untuk tidak bertanya apapun tentang semalam kepada Yosa sebelum ia berniat menceritakan sendiri kepada Sadam.

Sadam berniat untuk poker face hari ini. Walau terdengar agak jahat, tapi ia tak mau Yosa mencurigainya.
Sesampainya di kelas, Sadam langsung menaruh pandangannya pada tempat duduk yang selama ini ia tempati. Kursi sebelahnya sudah terisi, berarti kunyuk yang satu itu udah dateng, batinnya. Sadam melangkah santai menuju bangkunya sembari mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kelas. Dan tatapan ia beradu dengan tatapan Sherryl. Sadam melihat Sherryl sedang tersenyum ke arahnya, dan Sadam membalas senyuman manis itu.

Baru saja Sadam meletakkan tas-nya, bel tanda masuk pun berbunyi. Ia urungkan niatannya untuk ke kantin membeli cemilan karena jam pertama adalah jam kakak-nya. Oh ya, guru-guru muda nan kece-kece masih mengajar sampai minggu depan.

5 menit setelah bel, Yosa masuk ke dalam kelas bersamaan dengan Yudha.

“Weh bos! Kapan dateng?” sapa Yosa ke Sadam.

Sadam hanya menganggukan kepalanya singkat kemudian menjawab pertanyaan Yosa seadanya.

“Belom lama Yos.”

Pas banget setelah Sadam menjawab pertanyaan Yosa, guru MTK killer itu masuk.

Sang ketua kelas di kelas Sadam menyiapkan anak-anak sekelas agar tertib. Baru saja anak-anak selesai berdoa supaya tidak ada sesuatu yang membuat syok hari ini, tiba-tiba Pak Nesa memberikan surprise yang amat sangat luar biasa.

“Ada kertas ulangan?” kata Pak Nesa.

Semuanya bingung sejadi-jadinya. Mau apa ini guru?

Rayan, sebagai yang bertanggung jawab atas semua keperluan kelas menjawab seadanya, “ Ada Pak, ada di lemari.”

Pak Nesa langsung berjalan kea rah lemari tanpa banyak bicara seperti biasanya. Tanpa banyak nyap-nyap seperti biasanya. Anak-anak sudah menyiapkan keperluan yang dibutuhkan untuk pelajaran ini, namun tiba-tiba, bagaikan sambaran petir di siang bolong, dengan entengnya Pak Nesa mengatakan sesuatu yang bisa membunuh anak-anak satu kelas.

“Bagikan kertas ulangannya.” Katanya tanpa bisa dibantah.

Rayan menurut saja daripada ia kena omel sama guru yang satu ini. Guru yang ia akui sebagai guru terkece sepanjang ia belajar di sekolah ini memang ngga bisa berhenti untuk mengeluarkan kata-kata yang cukup bikin nyesek hati orang kalau lagi ngajar. Di luar jam belajar? Jangan tanya! Bahkan guru ini mau aja diajak curhat!
Semua orang sudah mendapat jatah kertas ulangan. Mereka kira cuma kuis tentang pelajaran sebelumnya, namun mereka salah besar!

Tiba-tiba saja, guru kece itu mengeluarkan kertas-kertas yang dibagi menjadi 4 bagian. Anak-anak makin bingung apa maksudnya.

“Kalian ada 32 siswa kan? Masuk semua hari ini?” tanyanya masih mengitung jumlah kertas yang ia bawa.

“Masuk Pak.” Jawab Ryan, sang ketua kelas.

“Oke. Absen kalian menentukan soal yang akan kalian ambil. Absen 1 mengambil soal A, 2 soal B, 3 soal C, dan 4 soal D. begitu juga seterusnya.”

Mereka semua menuruti perintah Pak Nesa tanpa banyak omong. Ketika mereka sudah mengambil semua lembaran soal sesuai perintah, mereka amat sangat syok. 50 soal berbeda di tiap lembaran soal dan parahnya  soalnya adalah soal-soal pelajaran 3 bab yang baru mereka pelajari.

“Saya tau kalian pintar-pintar, jadi kerjakan semuanya dalam waktu kurang dari 1 jam.”

Sekelas hening…. Jujur aja, dalam hati mereka ingin meneriakkan “WOOOOOI ANJRIT TUH GURU, LO PIKIR OTAK KITA OTAK EINSTEIN?!” tapi jelas aja mereka ngga berani. Kalau mereka berani ngomong kayak gitu, bisa mati di caci maki sama guru yang satu ini.

“Pak, ini soal kan banyak, 1 jam emang cukup? We have plenty of time.”

Suara itu memecah keheningan kelas. Dan itu suara Sadam. Orang yang pastinya ngga akan pernah protes kalau dikasih soal sebanyak apapun.

Pak Nesa langsung menatapnya sengit, kemudian mulai angkat bicara, namun nadanya tidak ada siratan ejekan atau apapun, just casual.

“Bukannya kamu pinter? Harusnya kamu bisa mengerjakannya bukan?”

“Ini bukan masalah saya pinter atau apa. Tapi orang sepinter apapun ngga akan bisa menyelesaikan 50 soal dalam 1 jam sedangkan cara juga harus di tulis.” Balas Sadam sengit membuat temen-temennya menahan nafas karena mereka memprediksi akan adanya perang di kelas ini.

Tatapan Pak Nesa yang tadinya sinis berubah menjadi normal, “ Ya sudah, do as you want.”
Semuanya tanpa sadar langsung menghela nafas lega, kemudian mulai mengerjakan soal-soal laknat bin biadab tersebut.

***

Bel istirahat sudah berbunyi sekitar 5 menit yang lalu, namun belum ada satu orangpun yang keluar dari kelas. Mereka semua masih syok dengan ulangan MTK. Padahal pelajaran itu sudah terlewati dan yang baru saja dipelajari oleh mereka sebelum istirahat adalah pelajaran Biologi. Tapi tetep aja. Mereka masih nyesek. Rata-rata anak sekelas cuma bisa mengerjakan maksimal 30 soal, dan kalau itu betul semua, tetep aja mereka remed.

“Haah, guru gila.” Gumam Yosa.

Sadam yang sedari tadi santai sambil memainkan gitar punya siapa dia juga ngga tau, hanya menengok sekilas 
ke arah Yosa kemudian lanjut memainkan melod di gitar yang ia pegang.

“Dam, tadi lo keisi berapa? Lo dapet soal apa?” tanya Yosa.

Sadam yang lagi memainkan melod lagu DEPAPEPE yang judulnya ‘Ready! Go!’ menghentikan permainan musiknya kemudian menjawab pertanyaan Yosa.

“Lo berapa? Gue soal D.”

Yosa menghela nafas, panjang, “38 meeen, untung gue soal C, kaga susah-susah amat. Serius lo soal D? itukan mantep banget angkanya.”

“Emang, laknat tuh soal. Nyesek banget gue keisi 49 soal. Padahal satu soal lagi tuh.” Kata Sadam santai.

“Dasar emang lo Einstein.” Decak Yosa.

“Gak, gue biasa aja.” Balas Sadam,singkat.

“Ntar sore basket gak Dam? Anak-anak ngajakin tuh!” kata Yosa akhirnya baru teringat yang ia obrolkan di kantin tadi pagi bersama teman-teman ngegilanya.

Sadam menatap Yosa, kemudian ia mengernyitkan keningnya, “ Basket? Sampe jam berapa? Gue ada les saxo nih.”

Yosa mengedikkan bahunya, “ don’t know. Udah main 1 game aja abis itu balik.”

“Yaudah.” Jawab Sadam datar, kemudian ia larut lagi dalam permainan gitarnya.

***
Oke, hari ini panasnya nyengat abis, batin Sadam.

Semuanya sudah berkumpul di lapangan. Ramon dan Andhika sedang kabur ke kantin buat beli minum, disuruh anak-anak pastinya.

As usual, karena kurangnya orang, mereka main 3 on 3. Dan seperti yang Yosa katakana tadi pas istirahat di kelas kepada Sadam, Sadam hanya main 1 game. Jadilah game yang baru saja dimulai ini diawali dengan masuknya Sadam ke lapangan.

Di pinggir lapangan? Jangan ditanya. Cewek-cewek udah pada ngantri buat ngeliatin aksi mereka semua. Buat yang senior ikutan main juga, makanya makin rame.

First Game Start.

Awalnya tim senior benar-benar bermain agresif, dan ofensif, tapi lama kelamaan mereka jadi main defensive. Jelas aja, kalau ada Sadam, semuanya akan beda. Tim middle class mendapat poin lebih tinggi dari anak senior karena Sadam selalu dapet kesempatan yang ngga pernah ia sia-siakan. Mau itu Dunk, lay up, ataupun Three point.

Pukul 4 pas, game pertama selesai, yang menandakan Sadam harus cepet-cepet ke tempat les saxophone-nya. Sadam izin balik ke yang lainnya dan ia langsung cabut.

Ketika ia sedang jalan melewati lobby sambil memainkan kunci mobilnya, ia melihat Sherryl sedang duduk di kursi di depan lobby. Sadam yang merasa udah kenal sama Sherryl berinisiatif untuk bertanya.

“Hey.”

Sapaan Sadam kontan membuat Sherryl agak terlonjak sedikit karena kaget.

“Oh, hey.”

“Belum balik?” tanya Sadam casual.

You see? Gue masih disini berarti gue belum pulang.” Balas Sherryl singkat.

Lagi dan lagi, Sadam mengagetkan Sherryl dengan duduk disebelahnya. Dan tanpa Sadar tangan mereka bersentuhan.

Dan tentu saja, sentuhan kecil itu membuat Sherryl merasakan kupu-kupu sedang menari di perutnya.

“Dijemput siapa?”

“Kakak gue,Dam.”

“Lo di sini tinggal seminggu lagi ya?” tanya Sadam kini menatap mata indah Sherryl.

Sherryl mengangguk,”akhirnya penderitaan gue selesai juga.”

Sadam mengernyitkan dahinya, tanda ia bingung, “ maksudnya apa deh? Agak ngga ngerti gue sama perumpamaan lu barusan Ryl,hehe.”

Sherryl menghela nafas, “ iya… akhrinya penderitaan gue berhenti sampai minggu depan. Anak-anak disini unexpected banget. Semuanya pinter-pinter dan berbakat semua, gue jadi minder,haha.”

“Really? Emangnya di sekolah lu engga?” tanya Sadam curious akan perkataan Sherryl barusan.

“Di sekolah gue sih gitu juga, tapi ya kalau emang lu ngga bisa apa-apa, emang bener-bener ngga bisa apa-apa. Beda sama disini.”

Sadam mengangguk, walaupun agak susah dicerna maksud perkataan Sherryl barusan, tapi Sadam mengerti maksud Sherryl.

“Cita-cita lu mau jadi apa Dam?” Tanya Sherryl memecah keheningan yang terjadi beberapa detik diantara mereka itu.

Sadam mengalihkan pandangannya dari lapangan basket ke wajah Sherryl yang kontan aja membuat Sherryl blushing karena Sadam lagi ganteng banget.

“Gue? Ngga tau. Gue mau jadi pebisnis handal kayak bokap, tapi gatau deh.” Jawab Sadam diikuti senyuman kecut.

Sherryl melihat keputusasaan di wajah Sadam itu, tapi ia tidak bisa mengartikan apa maksud dari semua itu.

“Kenapa ngga tau? Secara lu kan pinter dan berbakat. You can get what you want.”

“Pinter dan berbakat bukan segalanya. Semua yang udah gue dapet sekarang bakal useless. Cuma waktu yang gue butuhin sekarang. Waktu yang lebih lama.”

Setelah menyelesaikan kalimat itu, tiba-tiba muka Sadam langsung terlihat murung. Sherryl melihat jelas sekali kepedihan di wajah itu. Namun Sherryl tidak berani bertanya, who’s she?

Tiba-tiba aja, Mas Nesa keluar melewati lobby. Dan ia kaget akan pemandangan yang ia lihat. Adiknya sedang duduk termenung disebelah cewek cantik. Iya, cewek cantik dari cowok pembunuh.

“Dam, ngga pulang?” kata Mas Nesa yang membuat Sadam kembali ke kenyataan.

“Eh, ngga,Pak.” Jawab Sadam sekenanya.

Mas Nesa memutar bola matanya, “Udah pulang sekolah, panggil Mas aja.”

Sherryl bingung bukan main akan kedua sosok ini. Maksudnya Pak Nesa apa dengan menyuruh Sadam memanggilnya dengan Mas?

Baru saja Sherryl ingin bertanya apa yang terjadi antara kedua orang ini, tiba-tiba saja kakaknya masuk sambil tergesa-gesa.

“Ryl, maaf, tadi macet banget.” Kata Robby.

Robby tidak menyadari ada sepasang mata yang menatapnya penuh dengan tatapan membunuh.

“Iya kak, gapapa. Dam, kenalin, kakak gue.” Kata Sherryl memperkenalkan kakanya ke Sadam.

“Sadam.”

“Robby.” Balas Robby. Namun ketika ia melihat siapa gerangan yang ada di sebelah Sadam, bulu kuduk Robby langsung bergidik ngeri.

Dengan wajah polosnya, Mas Nesa mohon pamit ke semuanya.

“Yuk balik.” Ajak Robby namun tidak seriang ketika ia datang.

Sherryl mengangguk menurut, “Yuk Dam, balik ya.”

“Yo.”

Setelah Sherryl pergi meninggalkan Sadam bersama kakaknya yang bernama Robby, Sadam juga langsung berlari ke arah mobilnya yang terletak di parkiran sekolah.

“Mati. Telat gue.” Kata Sadam mengumpat.
***
Nesa geram sekali melihat kehadiran Robby tadi. Ingin rasanya ia menonjok Robby saat itu juga kalau tidak ada Sadam dan Sherryl disana.

Oh right, semuanya jadi ribet.

Kalau aksi balas dendamnya ingin benar-benar dilanjutkan, ia akan menyakiti hati adik kandungnya yang amat sangat ia sayangi, Sadam tentunya.

Well, it’s because he likes Sherryl! Damn ya!

“Kenapa juga Sadam suka sama adeknya bajingan?!” maki Nesa berkali-kali dalam perjalanan menuju kantor ayahnya di Sudirman.

Namun semuanya sudah terlambat. Kalau ingin dihentikan sekarang juga pertama.

Semuanya sudah siap. Rencananya pun sudah rapi terbuat di otaknya. Walaupun harus menyakiti hati adiknya sendiri, Nesa tidak peduli. Rasa kehilangan yang selama ini ia rasakan tidak sebanding dengan cinta roman picisan yang adiknya kini rasakan. Persetan dengan roman picisan.

Show must go on.” Kata Nesa dengan senyum devilish yang mulai terpatri di wajahnya.

Yeah, the show is started. It’s started now.


To Be Continued.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar