Pages

Senin, 26 Desember 2011

ORIGAMI ep.4

Malamnya, ketika Sadam baru saja pulang dari tempat ia nongkrong dan ketemu bidadarinya, Sadam dikagetkan dengan kemunculan kakak tertuanya yang emang jarang banget pulang.
“Mas Nesa? Kapan nyampe mas?” Tanya Sadam ke abangnya yang umurnya terpaut jauh dengan Sadam itu.
Mas Nesa membalas sapaan Sadam yang ia tahu banget pasti lagi kaget karena sebuah keajaiban banget dirinya bisa menyentuh rumah sejak kejadian itu.
“Udah dari jam 5 gue nyampe. Abis dari mana dek? How’s life?”
Sadam hanya mengedikkan bahunya, “ nothing special Bro, flat-flat aja. Gue? Abis dari tempat nongkrong. Bunda mana?”
Mas Nesa menunjuk ke arah dapur, means Bunda lagi di dapur, nyiapin dinner yang pastinya amat sangat menggugah selera itu!
“okedeh, gue mandi dulu.” Kata Sadam akhirnya setelah mengetahui bahwa ngga ada hal lain yang ia lakukan lagi saat itu. Mas Nesa mengangguk,kemudian ia sibuk lagi dengan TV yang sedang menayangkan acara kesukaannya, The Apprentice, yang sempat terputus akibat interupsi dari adik bungsunya tadi.
Sadam memasuki kamarnya yang di desain dengan karakteristik Sadam, full colour. Walaupun ngga semua warna ada di kamar dia, tapi tetep aja, buat ukuran cowok, kamar yang Sadam tempati kali ini pastinya bisa bikin sakit mata. Setelah membanting semua barang-barang yang ia bawa tadi, ia langsung segera menyambar handuk yang sudah tersedia di tempat handuk yang ada di kamarnya dan langsung siap-siap memasuki kamar mandi.
“Mandi…mandi..” gumam Sadam menyuruh agar dirinya bergegas mandi berhubung badannya udah kerasa lengket banget dan juga mempercepat ia memakan santapan makan malam ala Bundanya yang pastinya lezat tak terkalahkan itu!
Dan, makan malam kali ini menjadi makan malam terlengkap karena mas Nesa lagi ada di rumah, dan nanti malam, menurut informasi yang tadi pagi Bunda bilang kepadanya bahwa ayahnya juga akan pulang. Makan malam terlengkap? Masih ada yang kurang…. Batin Sadam.
“Mba Anes….” Lagi dan lagi Sadam menggumamkan nama yang selalu membuat dirinya seakan siap untuk terjatuh ke permukaan lagi. Nama yang selama ini selalu berusaha Sadam hilangkan dari pikiran dan hatinya, namun tetep aja gabisa. Sadam terlalu sayang sama mba Anes, Sadam belum siap kehilangan mba Anes.
Tiba-tiba pintu kamarnya diketuk tiga kali dari luar, alhasil, ketukan itu membuyarkan lamunan Sadam yang rada absurd itu. Ketika orang yang mengetuk pintu itu melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar, Sadam melengos.
Ternyata Mas Nesa lagi……
“Ko belum mandi?” Tanya Mas Nesa. Sadam menjawab pertanyaan simple itu dengan senyuman yang sewajarnya di depan kakanya itu.
“Ntar mas, sebentar lagi.”
Mas Nesa tanpa meminta izin terlebih dahulu langsung tiduran di kasur empuk Sadam, dan Sadam ngga bisa ikut tiduran juga, karena….mas Nesa makan tempat banget tidurnya!!!
“Kalo pulang ke rumah bawaannya inget Anes terus..” ucapan itu mengalir seenaknya dari mulut Nesa. Tanpa pernah Nesa tau, ternyata kata-kata itu cukup menyentil perasaan sentiment Sadam.
“Iya mas. Apalagi kalau rumah lagi sepi, yang bikin rame kan selalu mba Anes….” Mengucapkan kalimat itu menyisakan perih yang amat dalam, membuat Sadam untuk  pertama kalinya dalam hari ini meneteskan air matanya. Mas Nesa sadar betul kalau adik bungsunya satu ini kangen banget sama Anes, adiknya yang sudah pergi meninggalkan mereka. Begitu juga dengan Nesa. Ia kangeeeeeeen banget sama Anes.
“Gausah nangis lagi, nanti Anes malah ngga tenang disana. Udah sana lu mandi dulu, gue mau tiduran bentar.”
Sadam hanya mengangguk mematuhi perintah yang dikatakan abangnya barusan. Toh enak juga, pikiran lagi mumet ruwet kayak benang kusut gara-gara keinget mba Anes terkena siraman air panas dari shower, mungkin itu bisa melegakan pikiran Sadam kali ini.
Setelah Sadam mandi, ia membangunkan abangnya yang kayaknya malah beneran tidur. Setelah bershower ria, Sadam jadi mengurungkan niatnya untuk makan kali ini, ia ingin skip makan dulu,karena kali ini ia merasa benar-benar mengantuk.
“Mas Nesa, wake up.”
Mas Nesa yang lagi tidur-tidur ayam langsung tersentak kaget ketika Sadam mulai mengguncangkan tubuhnya.
“Eh, yuk ke bawah.” Ajak Mas Nesa dengan muka bantalnya.
Sadam yang masih mengeringkan rambutnya menggeleng lemah. Sadam lagi males banget buat makan, yang kali ini ia butuhkan adalah tiduuuuuuuuuuuuuuur.
“Kenapa lo?” Tanya Mas Nesa. Biasanya, adiknya yang satu ini kalau urusan makan ngga pernah mau ketinggalan. Walaupun badan Sadam kelihatannya proporsional, tapi kalau urusan makan, porsi makan Sadam kuli abis!
Sudah hampir satu tahun Nesa ninggalin rumahnya untuk kerjaan yang ngga pernah ngasih dia waktu luang buat istirahat sejenak. Dan.. kamar yang baru saja ia tempati pun, kamar adik bungsunya yang sangat ia sayang, tidak ada perubahan sedikit pun. Satu hal yang ngebuat Nesa agak lega karena ada beberapa sisi yang khusus di desain oleh princess cantiknya yang sudah meninggalkan mereka.
Nesa jadi teringat kenangan terindah akan kamar ini bersama Anes beberapa tahun silam. Dulu, saat mereka baru saja mau pindah ke rumah ini, yang kebetulan saat itu Sadam baru menginjak kelas 5 SD, jadi Sadam belum ngerti apa-apa soal interior kamar. Jadilah Nesa dan Anes yang selalu debat buat milihin interior kamar adik bungsu mereka. Nesa yang keras kepala ngga pernah mau omongannya di bantah. Ia selalu keukeuh bahwa kamar adiknya harus diberi sentuhan yang simple saja, black-grey-white. Sedangkan di lain pihak, Anes yang selalu mau menang sendiri, mau omongannya selalu dipatuhi dan ngga boleh ada orang yang bilang ngga. Dan pada saat itu juga Anes keukeuh mau kamar adiknya yang berwarna cerah. Jadilah akhirnya semua warna tertera di dinding kamar Sadam, yang hasilnya malah bagus banget.
Back to now, Sadam kebingungan karena tiba-tiba aja abangnya langsung terdiam, namun ia menyadarkan Mas Nesa dari lamunannya dengan jawaban dari pertanyaan yang dilontarkan Mas Nesa barusan.
“Males mas, ngantuk banget…”
“Makan dulu lah, ada ayah juga loh..”
“Hm.. males mas. Udah gue tidur dulu.”
Mas Nesa Cuma melengos pelan, dan tanpa pikir panjang, ia langsung melangkah keluar dari kamar adiknya itu,”sleep well bro.”
Sadam tersenyum seadanya,” yep, night.”
Keesokan harinya……
Ngga disangka-sangka, ternyata semalam Sadam tertidur pulas sekali. Ngga seperti hari-hari biasanya yang dalam mimpinya selalu diganggu kedatangan Mba Anes. Semalam Sadam merasa nyaman banget tidur. Dan sekarang, pukul setengah enam pagi Sadam sudah siap-siap untuk berangkat sekolah sebelum ia tau kalau ada satu hal yang bikin mood dia ancur,males sekolah.
“Sial! Semalem baik-baik aja, kenapa malah rusak pagi-pagi?!” Maki Sadam ke arah shower di dalam kamarnya. Ngga tau kenapa, perasaan semalam masih baik-baik saja, namun pagi ini, shower di kamarnya bikin naik darah.
“Hah! Mandi di kamar Bunda deh.”
Masalah mandi pagi pun terselesaikan dengan Sadam mandi di kamar Bundanya dengan sebelumnya diceramahin ayahnya habis-habisan karena mengganggu aktivitas ayah dan bunda di kamar pagi-pagi. Saat itu Sadam Cuma bisa minta maaf dan langsung ngeloyor pergi masuk kamar mandi dan bergegas untuk segera berangkat ke sekolah.
Setelah sarapan singkat roti+susu, Sadam langsung pamit pergi, “Ayah, Bunda, Mas Nesa, Sadam pamit duluan!” seru Sadam dari ruang tamu, tempat dimana ia biasa memakai sepatu kets-nya.
Baru saja melangkahkan kakinya keluar pintu rumah, Bunda sudah memanggil lagi dari dalam, Sadam hanya melengos pelan menanggapi itu.
“Sadam, udah diminum obatnya?”
“Udah Bundaaaaaaaaa, udah ya aku mau berangkat dulu.”
Bunda mengangguk dan member kecupan di pipi Sadam, hal yang biasa mereka lakukan.
Baru saja ia ingin menggenjot Porsche kesayangannya, ternyata oh ternyata Porsche tercintanya itu turun mesin!
“What a f**k day!” Maki Sadam kali ini benar-benar geram.
Untungnya Mas Nesa datang menyelamatkan paginya dengan Everest hitamnya.
“Naik bro!”
Sadam mengangguk dan langsung naik masuk ke dalam mobil gede itu.
Sepanjang perjalanan Mas Nesa menyetel kaset depapepe. Salah satu duet terbaik setau Sadam. Alunan petikan gitar mereka mewarnai hari Sadam yang dimulai dengan kesialan yang anehnya bisa terjadi setelah tidurnya yang amat sangat nyenyak.
“What a day..” gumam Sadam.
Ternyata gumaman Sadam terdengar oleh Mas Nesa, “ Why bro?”
“Nope. Masih inget sekolah gue dimana kan? Jangan mentang-mentang 1 tahun di State jadi lupa,hahaha”
“Haha, ya ngga gitu juga lah….masih inget kok gue.”
“Eh kak, by the way, di sekolah gue lagi ada kunjungan pelajar. Dari SMA Santika, tau gak?”
Mas Nesa mengangguk, mencoba berkonsentrasi pada jalanan Jakarta yang kelihatan mulai agak tersendat di beberapa ruas jalan namun juga tetap berusaha menyimak apa yang dibicarakan adiknya.
“Nah, ada satu orang yang cantik!”
“Oh ya, siapa namanya?” Tanya Mas Nesa yang ngga dibuat-buat. Ia benar-benar penasaran akan gossip warung kopi adiknya yang satu ini.
“Namanya Sherryl. Bisa bahasa Jerman pula!”
Mas Nesa hanya tersenyum, kalem. “Hati-hati aja, jatuh cinta adalah cara termudah buat ngerasain sakit hati.”
“Halah, salah kayaknya gue curhat sama lo Mas…” Ledek Sadam ke Mas Nesa. Mas Nesa hanya tertawa mendengar ejekan adiknya itu.
10 menit kemudian, mereka berdua sudah sampai di lapangan parkir SMA Mahatma. Ngga disangka, ternyata Sherryl udah datang sepagi ini! Dengan girangnya Sadam menunjukkan wajah Sherryl ke Mas Nesa yang sedang sibuk dengan urusan kantornya.
“Mas! Itu Mas yang itu!”
Mas Nesa mencari objek yang ditunjuk oleh adik bungsunya itu. Ketika ia benar-benar melihat sekeliling, gotcha! Nesa menemukan bidadari adiknya itu.
“Well…. Lumayan lah dari pada lo manyun, hahahaha”
Sadam tertawa terbahak mendengar plesetan garing yang udah kelewat jaman yang dilontarkan abangnya barusan.
“Mas, gue masuk dulu ya!” Kata Sadam sambil melambaikan tangannya ke arah Mas Nesa.
Melihat kepergian adiknya itu, Mas Nesa balik melambaikan tangannya dan siap untuk kembali ke rumah. Namun ketika ia baru saja masuk dan siap menggas mobilnya, siluet cowok yang sangat ia kenal ada di depannya. Di sebelah cewek cantik yang ditaksir adiknya itu.
“Anjing, ngapain cowok bangsat itu di sini?!” Gumam Nesa di dalam mobilnya. Rasa amarah yang selama ini ia pendam akhirnya muncul lagi ke permukaan.
Itu Dia! Dia lah penyebab adik perempuan satu-satunya yang ia punya meninggal! Bener ngga salah lagi, itu dia!
Nesa tanpa pikir panjang turun dari mobilnya, dengan sangat geram menghampiri cowok itu yang baru saja melepas kepergian adiknya.
“Heh.”
Cowok itu menengok ke arah suara yang memanggilnya. Suara yang amat familiar di kupingnya. Kejadian setahun silam yang merenggut nyawa seorang cewek, yang amat sangat ia sayang.
“Nesa?” Tanya cowok itu. Sebenernya, tanpa perlu ditanya dia sudah yakin bahwa itu suara Nesa, cowok yang pernah ia anggap sebagai abangnya ia sendiri!
“Iya ini gue. Dasar cowok bangsat. Kemana lo pas adek gue meninggal?!”
Robby langsung membalikkan tubuhnya. Ia tau ia berengsek, tapi bukan itu alasannya.
“Waktu itu gue takut…gue masih ngga bisa percaya kalo Anes meninggal…” kata Robby lirih. Luka yang selama ini belum mengering ternyata dikuak lagi oleh kemunculan Nesa di depan Robby.
“Hah, pengecut!” Satu pukulan telak mengenai ulu hati Robby. Robby tidak mengelak, he deserve to receive it.
“Gue tau Nes, gue salah. Gue minta maaf….” Namun kata-kata itu tidak di gubris oleh Nesa. Sekali lagi, pukulan itu mengenai tulang pipi Robby.
Robby meringis kesakitan, tapi tetap saja Nesa tidak mempedulikan Robby.
“Gue gak akan pernah bisa maafin lo.”
“Gue harus gimana?! Gue harus gimana?!” Tanya Robby frustasi.
Tanpa pernah disangka, sifat psycho Nesa keluar, kali ini ia benar-benar ingin melakukan hal yang selama ini ia tunda, “nyawa dibalas dengan nyawa.”
Nesa tau, kalau dia benar-benar melakukan hal gila itu, ia bakal melukai hati adik bungsunya. Namun, niat balas dendam itu tak akan pernah bisa hilang kalau salah satu orang tersayang Robby juga menghilang, sama seperti Anes.
Robby tertegun mendengar pernyataan Nesa, kali ini ia keringat dingin. Harusnya ia berangkat ke Germany hari ini, namun ia tidak ingin kehilangan orang yang amat ia sayangi… “Sherryl…”
Setelah memuaskan hasrat egonya, Nesa pergi meninggalkan tempat itu dan juga meninggalkan Robby yang masih tidak bisa berdiri.

To be continued.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar